Gambar, cara bermain, jumlah pemain, definisi, peraturan, permainan tradisional bugis, sulawesi selatan brainly, makassar, bone, tenggara, barat, utara
Sulawesi Selatan (disingkat Sulsel) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan pulau Sulawesi. Pusat pemerintahan atau ibu kota provinsi berada di kota Makassar. Di propinsi ini terdaoat berbagai macam permainan tradisional.
Berikut ini kami sampaikan beberapa permainan tradisional khas yang ada di Provinsi Selatan (Sulsel) yang dimainkan oleh anak-anak remaja baik yang masih dimainkan hingga sekarang ataupun yang sudah mulai ditinggalkan oleh pemainnya, lengkap dengan arti, sejarah, gambar, dan penjelasannya.
Daftar isi:
- Aqraga (A'raga) atau Maqraga (Ma'raga)
- Bise’-bise’ang
- Bom (bentengan)
- Bu’uh Rawe
- Cangke (gatrik)
- Dende (engklek)
- Enggo-Enggo (petak umpet)
- Gandrang Bulo
- Gebo (melempar bola ke badan)
- Lompat Karet
- Maggale
- Ma’goli atau Baguli (kelereng)
- Makkaddaro
- Ma’longgak (egrang)
- Mappadendang
- Ma’santo (lempar batu)
1. Aqraga (A'raga) atau Maqraga (Ma'raga)
Aqraga (A'raga) atau Maqraga (Ma'raga) adalah permainan ketangkasan dengan menggunakan bola dari anyaman rotan yang disebut dengan raga. Ma’raga adalah sebutan orang Bugis, sementara dalam bahasa Makassar disebut A’raga. Ada beberapa sumber menyebutkan bahwa permainan ini berasal dari Melayu, namun ada juga yang menyebutkan dari Nias Sumatera Utara. Penyebarannya dari Barat ke Timur diperkirakan melalui perdagangan antar pulau dan melalui penyebaran agama Islam di Nusantara.
Ma’raga atau A’raga menggunakan bola yang disebut raga, seperti yang dipergunakan dalam permainan sepak takraw, namun lebih tebal karena rotannya dianyam tiga lapis. Jumlah pemain biasanya terdiri dari 5 – 15 orang pria usia remaja sampai dewasa, dengan berpakaian adat Passapu atau destar. Passapu yang digunakan adalah jenis Passapu Patonro yaitu destar yang berdiri tegak. Permainan terkadang diiringi tetabuhan gendang sebagai penyemangat. Ketangkasan dalam memadukan unsur olahraga dan seni merupakan prasyarat untuk mahir dalam permainan ini. Aturan bermainnya cukup sederhana, yaitu setiap pemain yang menerima raga harus menjaga agar tidak jatuh ke tanah dengan menyepak, melambungkan atau memantulkan dengan tangan, bahu, atau anggota badan lainnya tanpa memegangnya. Pemain yang menjatuhkan raga tidak boleh melanjutkan permainan, atau dianggap kalah jika dalam perlombaan.
Cara bermain yaitu para pemain berdiri dan membentuk lingkaran. Salah seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin permainan, biasanya yang tertua atau termahir memegang raga dan melambungkan ke atas sebagai tanda dimulainya permainan. Pemain yang dituju raga kemudian mulai memainkannya, lalu mengoper raga ke pemain lain, demikian seterusnya secara bergiliran. Seorang pemain tidak boleh memonopoli permainan atau menyerobot raga dari pemain lain. Masing-masing harus memiliki kesempatan dalam menunjukkan keterampilannya beratraksi dengan raga.
Sepak atau dalam Bugis – Makassar disebut sempak dilakukan dalam beberapa cara menurut kekuatan lambungannya, yaitu:
- Sempak Sarring, artinya sepakan keras atau disebut anrong sempak yang artinya induk sepakan, yaitu dengan menggunakan telapak kaki dengan lambungan raga sekurang-kurangnya setinggi tiga meter dari permukaan tanah.
- Sempak Biasa, artinya sepakan biasa yaitu sepakan yang tinginya sedikit melampaui kepala pemain. Jenis sepa ini tidak ktermasuk penilaian dalam perlombaan karena dapat dilakukan oleh pemain-pemain pada umumnya.
- Sepak Caddi, artinya sepakan kecil yaitu tingginya tidak melebihi pusar pemain, disini termasuk juga di dalamnya belo atau variasi.
- Belo adalah segala gerakan-gerakan yang indah dalam memainkan raga dengan tidak hanya menggunakan kaki tetapi juga tangan, siku, bahu, dada, perut paha dan lain-lain anggota badan kecuali kepala. (Sumber: KEMDIKBUD)
2. Bise’-bise’ang
3. Bom (bentengan)
Bom merupakan permainan yang dimainkan oleh dua tim, di daerah lain, ada yang menyebutnya permainan Benteng. Permainan bom ini lebih sering dimainkan oleh anak lelaki ketimbang anak perempuan karena permainan ini menuntut perencanaan strategi tiap tim dan kekuatan berlari dari tiap-tiap pemain. Walau demikian, sebenarnya anak perempuan pun ada yang ikut memainkan permainan ini.
Untuk memainkan permainan ini, terlebih dahulu dibentuk 2 tim yang tiap timnya berisi 4 orang atau lebih. Kemudian tiap-tiap tim memiliki sebuah benda yang harus dijaga, biasanya menggunakan batu. Setiap tim juga memiliki batas wilayah yang telah disepakati bersama. Dan tiap pemain yang memasuki wilayah lawan dan tersentuh, maka harus ditahan sampai rekan satu timnya menyelamatkan dengan menyentuhnya kembali. Tim yang paling banyak menginjak batu yang dijaga oleh lawannya adalah pemenang dari permainan ini.
4. Bu’uh Rawe
Permainan Bu’uh Rawe mirip dengan sepak bola, ada gawang di kedua ujungnya. Bedanya, pada Bu’uh Rawe, ukuran gawangnya mini, dengan panjang hanya satu meter dan tinggi setengah meter. Sebelum bermain, diadakan undian terlebih dahulu untuk menentukan tim yang akan menendang bola terlebih dahulu. Cara bermainnya, serupa dengan permainan bola.
Para pemain saling berlomba memasukkan bola ke gawang lawan. Uniknya, para pemain tidak menendang bola langsung dengan kaki, melainkan menggunakan tongkat serupa dayung. Pemain dan pemain lawan pasangannya pun bermain dengan punggung yang saling menempel.
Seperti sepak bola, Bu’uh Rawe pun punya aneka tata cara permainan, yang apabila dilanggar, dikenakan sanksi. Jika pemain mengambil bola tanpa dayung dan menggunakan kaki, itu pelanggaran. Pemain juga akan kena penalti itu jika bola kena kaki, atau kena batas gawang. Permainan akan berlangsung selama 3 babak. Masing-masing babak berlangsung selama 5 menit. Tiap berganti babak, tim pemain akan berganti gawang.
Bu’uh Rawe adalah permainan yang tercipta di kalangan anak-anak nelayan Bugis-Makassar di pesisir pantai. Dulunya, permainan ini dimainkan oleh para nelayan yang tengah dilanda kebosanan saat berada di atas perahu yang terombang-ambing di tengah laut. Bolanya dibuat dari tempurung kelapa agar mengambang bila jatuh ke laut.
5. Cangke (gatrik)
Cangke merupakan permainan tradisional yang biasanya dimainkan oleh anak lelaki. Di sulawesi selatan, permainan ini dinamakan Cangke. Sedangkan di daerah lain, permainan ini dikenal dengan nama Bentik, atau gatrik.
Sebelum memulai permainan, biasanya akan dibentuk 2 tim, yang tiap timnya terdiri atas 3 orang atau lebih. Untuk memainkan Cangke' ini, diperlukan 2 stik (biasanya menggunakan kayu atau bambu). Stik yang pertama agak panjang (sekitar 30 cm), sedangkan stik yang kedua lebih pendek (ukurannya, setengah dari ukuran stik yang pertama).
Selanjutnya dibuat lubang atau bisa menggunakan 2 batu bata bersebelahan untuk meletakkan stik yang kecil tadi, yang nantinya akan dicungkil dan dipukul hingga melayang. Diakhir permainan, tim yang kalah akan menggendong tim yang menang dengan jarak yang telah disepakati.
6. Dende (engklek)
Dende merupakan salah satu permainan tradisional yang cukup dikenal di Sulawesi Selatan. Dendebiasanya dimainkan oleh anak perempuan. Di daerah lain, permainan ini disebut Engklek. Biasanya Dende dimainkan hingga empat atau lima anak.
Untuk memainkan permainan ini, terlebih dahulu digambarkan petak-petak pada tanah atau lantai sesuai dengan dende seperti apa yang hendak dimainkan. Kemudian petak-petak inilah yang nantinya para pemain harus lompati, entah itu dengan satu kaki atau dua kaki.
Aturan permainan menyesuaikan bentuk petak atau dende seperti apa yang dimainkan. Yang paling banyak memiliki petak adalah pemenang dari permainan ini.
7. Enggo-Enggo (petak umpet)
Enggo-Enggo adalah permaian yang dapat ditemukan di Su;lsel, di luar kota Makassar, permainan ini dikenal dengan nama petak umpet. Permainan ini makin seru bila dimainkan oleh banyak orang.
Pada permainan Enggo-Enggo ini ada seseorang yang bertugas untuk menjaga, kemudian mencari pemain lain yang bersembunyi. Sebelum pemain-pemain lain bersembunyi, yang bertugas harus menutup mata dan menghitung hingga 10. Setelah hitungan kesepuluh, mulailah dia mencari mereka yang bersembunyi. Yang tertebak pertama kali adalah yang akan bertugas menjaga dan mencari para pemain di ronde selanjutnya.
8. Gandrang Bulo
Gandrang Bulo adalah sebuah tarian yang memiliki beberapa permainan di dalamnya. Ada permainan buwang-buwang passapu atau takanja-kanjarang, dan biko-biko. Dalam Gandrang Bulo, para pemain yang menari jenaka saling melempar passapu (ikat kepala segitiga khas Bugis-Makassar) dan lawan yang lain berusaha merebut. Bila pemain lawan gagal merebut passapu, maka ia harus berperan menjadi kuda.
Permainan biko-biko yakni meniru gerak layaknya kelelawar, atau biko-biko dalam bahasa setempat. Para pemain akan mengenakan sarung pada kepala hingga menutupi seluruh bagian kepala kecuali mata. Sepintas, Gandrang Bulo ini mirip tarian jenaka. Padahal, pada saat diciptakan, sebenarnya tarian ini adalah bentuk sindiran terhadap penjajah Belanda. Contohnya saat pemain berlaku seperti seekor monyet yang saling mengejek.
9. Gebo (melempar bola ke badan)
Gebo adalah nama sebuah permainan di Sulawesi Selatan berupa melempar bola ke badan, di daerah lain biasa di kenal dengan kasti. Permainan ini menggunakan bola kasti untuk digunakan untuk melempar badan orang yang ditarget.
Bisa dibilang, permainan ini yang paling menyakitkan. Karena permainan Gebo' ini menggunakan bola kasti untuk melempar badan orang yang ditarget. Tidak ada aturan pasti dalam permainan ini. Karena mereka yang mendapatkan bola kasti tersebut dapat melempar target yang dia inginkan. Dan permainan akan semakin seru ketika yang mendapatkan bola tersebut memiliki dendam untuk membalas siapa yang melemparnya sebelumnya. Selain dimainkan di lapangan, biasanya permainan ini dimainkan oleh anak-anak lelaki di ruang kelasnya ketika guru sedang tidak masuk mengajar saat itu.
10. Lompat Karet
Lompat karet adalah permainan melompati jalinan karet gelang yang saling sambung menyambung. Permainan ini biasanya dilakukaan oleh anak perempuan. Di luar Makassar, permainan ini dinamakan lompat tali. Namun di Makassar, lebih dikenal dengan sebutan lompat karet.
Lompat karet ini biasa dimainkan oleh tiga orang atau lebih. Siapa yang melompat pertama ditentukan sesuai kesepakatan bersama. Jadi, dua orang di antaranya harus memegang ujung-ujung karet yang telah dirangkai tersebut untuk dilompati oleh pemain yang memiliki giliran pertama.
Ketinggian karet yang harus dilompati memiki tahapan-tahapan, mulai dari mata kaki hingga mencapai kepala pemegang karet. Pemain yang melompat tidak boleh menyentuh karet. Bila itu terjadi, gilirannya untuk melompat harus terhenti dan kemudian digantikan oleh pemain yang memiliki giliran melompat berikutnya. Jika semua pemain telah melewati semua tantangan melompat dengan ketinggian paling akhir, maka permainan akan diulang dari awal lagi atau dihentikan (sesuai kesepakatan para pemain).
11. Maggale
Maggale adalah permainan yang menggunakan tempurung kelapa sebagai alat permainannya. Tempurung kelapa dibelah dua dan dilubangi bagian tengahnya. Lubang ini kemudian diikat dengan seutas tambang tebal sepanjang sekira satu setengah meter. Para pemainnya menggunakan tempurung kelapa bertali ini sebagai alas kaki saat berlomba berlari. Caranya, tambang dijepit di antara ibu jari kaki dan jari telunjuk kaki. Siapa yang paling dulu mencapai garis finish, dialah pemenangnya. Pemain yang kalah, harus rela menggendong pemain yang menang.
12. Ma’goli atau Baguli (kelereng)
Kata baguli berasal dari bahasa Makassar yang berarti kelereng atau gundu. Selain menjadi permainan rakyat Sulawesi Selatan, baguli juga dikenal di tempat lain, seperti di Jawa Tengah baguli disebut dengan gundu,di Jawa Barat dikenal dengan kaneker, sedangkan di daerah Jakarta lazim disebut dengan kelereng.
- Baguli Kil-kil - dengan cara menggali sebuah lubang kecil yang diisi kelereng.
- Baguli Ulu-ulu - mengambar sebuah garis panjang vertikal maupun horizontal. Di atas garis tersebut kemudian diletakkan sejumlah kelereng yang diperebutkan.
- Baguli Puntu - membuat bidang persegi dan ditengahnya terdapat sebuah garis panjang.
- Baguli Rutta/Tarro - Kelereng-kelereng yang akan diperebutkan diletakkan di dalam lingkaran. Para pemain lalu melemparkan gacco kelereng mereka untuk mengeluarkan kelereng yang ada di dalam lingkaran.
- Ambil sebutir baguli atau kelereng
- Letakkan baguli diantara jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk kanan. Gunakan ibu jari sebagai pendorong.
- Renggagkan jari telunjuk tangan kanan kebelakang lalu lepaskan baguli.
- Para pemain masing-masing memilih satu baguli. Lemparkan dari tempat di depan arena bermain baguli.
- Baguli dengan jarak terdekat dengan bidang permainan adalah pemain pertama yang berhak mengeluarkan baguli dari dalam garis bidang permainan.
- Jika ada pemain yang melemparkan baguli miliknya dari posisi yang telah ditentukan dan baguli tersebut berhasil mengenai dan mengeluarkan baguli yang berada di bidang permainan,maka pemain tersebut langsung menjadi pemilik baguli.
13. Makkaddaro
Makkaddaro adalah permainan yang menggunakan tempurung kelapa sebagai alat permainannya. Masing-masing kelompok yang terdiri dari dua pemain saling bergantian menembakkan kaddaro atau tempurung kelapa hingga mengenai sasaran berupa kaddaro lawan yang dipasang di titik tertentu.
Permainan ini punya lima tahap permainan yang disesuaikan dengan cara melempar kaddaro masing-masing. Misalnya, pada Tendang Tapak Kaki di tahap pertama, pemain harus menendang kaddaro menggunakan kaki. Atau, Siku di tahap keempat yang mengharuskan para pemainnya membawa kaddaro di bagian siku untuk dijatuhkan di atas kaddaro lawan. Atau, Ma’jujung Kaddaro di tahap kelima yang mengharuskan para pemainnya menjunjung kaddaro di atas wajah. Kedua tim pemain akan saling bergantian bermain. Bila tim yang satu usai bermain, maka tim lawan baru ganti bermain. Tim pemenang adalah tim yang paling banyak mengumpulkan poin yang dihitung oleh wasit. Tim yang kalah harus menirukan laku seekor monyet 'Uuuuuk aaak uuuk aaak.... '
14. Ma’longgak (egrang)
Ma’longgak berasal dari kata longngak, Ma’longga menjadi permainan tradisional yang digemari masyarakat Sulawesi Selatan. Longngak yaitu makhluk halus sejenis jin yang bentuk badannya sangat tinggi. Arti kata longngak sendiri yaitu tinggi atau jangkung.
Cara membuat Ma’longgak
- Siapkan dua batang bambu yang panjangnya lebih tinggi dua kali tinggi badan yaitu sekitar 3 meter.
- Siapkan dua bilah bambu dengan panjang kira -kita 30 cm sebagai pijakan kaki.
- Kedua bambu tersebut kemudian dilubangi pada ketinggian 30 cm, ketinggian lubang disesuaikan dengan tinggi pemain.
- Pasang bambu pijakan kaki kedalam lubang yang telah dibuat.
- Buat peyangga pijakan Ma’longga dengan menggunakan batang bambu.
- Kuatkan pijakan kaki dengan cara dipaku atau dikawat.
15. Mappadendang
Mappadendang permainan irama alu dan lesung. Para pemainnya saling bergantian menumbukkan alu pada sebuah lesung hingga tercipta irama yang apik, menarik dan harmonis. Para pemainnya juga bernyanyi mengucap rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Irama dan nada yang rancak, membuat para pemainnya kian bersemangat.
Mappadendang merupakan Pesta Panen Adat Bugis, Sulawesi-Selatan. Mappadendang atau yang lebih dikenal dengan sebutan pesta pascapanen pada suku bugis merupakan suatu pesta syukur atas keberhasilannya dalam menanam padi kepada yang maha kuasa. Mappadendang sendiri merupakan suatu pesta yang diadaakan dalam rangka besar-besaran. Yakni acara penumbukan gabah pada lesung dengan tongkat besar sebagai penumbuknya. Orang-orang akan berkumpul di suatu tempat (biasanya di tangah sawah) unruk melakukan penumbukan gabah secara besama.
Acara mappadendang akan dimulai dengan penampilan tari mappadendang. Dalam tarian ini para pria akan menumbuk alu kosong dengan irama tertentu. Setelah itu para wanita akan menari diiringi musik atau kecapi. Penari pria akan menggunakan lilit kepala serta berbaju hitam, seluar lutut kemudian melilitkan kain sarung hitam bercorak. Sedangkan para wanita wajib menggunakan baju bodo, baik saat menari maupun saat menumbuk alu.
Alat yang digunakan dalam Mappadendang :
- Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter. Lebarnya 50 cm Bentuk lesungnya mirip perahu kecil (jolloro; Makassar) namun berbentuk persegi panjang.
- Enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari kayu yang keras ataupun bambu berukuran setinggi orang dan ada dua jenis alat penumbuk yang berukuran pendek, kira-kira panjangnya setengah meter.
16. Ma’santo (lempar batu)
Alat Permainan Santo’
- Buatlah sebuah garis persegi panjang dengan ukuran panjang 3 meter X lebar 10 meter persegi.
- Bagian bidang persegi panjang tersebut menjadi dua bagian sama besar. Garis pertama maupun garis kedua merupakan garis atau area hukuman bagi pemain dari kelompok Amba' (kelompok yang giliran melempar batu)tersebut saja, bukan keseluruhan. Tetapi jika ada saja satu diantara semua kelompok itu yang melewati garis ketiga,maka semua anggota kelompok akan terkena hukuman.
- Sediakan batu pipih sebesar kepalan tangan, minimal sesuai dengan jumlah pemain. Jika tidak ada batu dapat diganti dengan pecahan genteng atau keramik.
Cara Bermain
- Pengundian dengan cara melempar uang logam atau dengan cara pus (suit) untuk memilih kelompok yang bermain terlebih dahulu atau disebut amba (yang giliran bermain)
- Kelompok lain menyusun batu ditempat batu santo’ diletakkan untuk dijadikan sasaran bagi kelompok Amba’.
- Kelompok Amba’ melemparkan batu dari wilayah tempat awal melempar batu utama (pangamba’). Apabila terdapat batu dari salah seorang anggota dari kelompok amba” yang menyentuh garis picco’ atau berada dalam garis tersebut, maka saat anggota kelompok tersebut akan melemparkan batu pangamba’ tersebut ke batu santo' (batu sasaran) maka dari pemain itu akan ditutup ketika melemparkan batu pangamba’ ke sasaran sesuai dengan tempat batu pangamba’nya jatuh.
- Apabila batu pangamba’ jatuh pada garis picco’ 1 maka anggota kelompok Amba’ salah satu matanya harus ditutup(bicco kiri) atau salah seorang kelompok lawan. Selama bicco kiri kelompok lawan boleh menggoda atau menggangu konsentrasi pemain tersebut, dengan cara menggerakkan tubuh pemain yang terkena bicco’ kiri.
- Apabila batu pangamba’ jatuh diwilayah garis picco’ 2 maka kedua matanya harus ditutup (buta-buta). Dalam keadaan buta-buta, pemain lawan diperbolehkan untuk mengkandatto atau menjitak kepala lawan.
- Jika terdapat salah satu anggota kelompok yang Amba’ melempar batu melewati garis picco’ 2 maka akan terjadi hukuman bernama mati lampu. Mati lampu dikenakan hukuman dengan cara melempar batu pangamba’ tersebut dengan tumit sejauh mungkin menjahui batu sasaran yang dilakukan oleh seluruh anggota kelompok.