Sumatra Selatan (umumnya disingkat menjadi Sumsel) adalah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Selatan pulau Sumatra. Ibu kota Sumatra Selatan berada di kota Palembang. Secara geografis, Sumatra Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur, provinsi Lampung di selatan dan Provinsi Bengkulu di barat. Berikut ini kami sajikan beberapa Permainan Tradisional Sumatera Selatan (Sumsel) berikut cara bermain, alat yang digunakan, dan tempat bermainnya.
Sumber : https://indonesiakaya.com/ |
- Menginjak garis permainan
- Berada di luar petak selelah yang bersangkutan memasuki benteng.
- Bersinggungan dengan salah satu penghadang.
Sumber : Kemdikbud |
Babi-babian merupakan permainan yang dilakukan anak-anak biasa untuk mengisi waktu senggang pada malam hari. Permainan ini berkembang di daerah Muara Enim, dimainkan oleh 5 anak laki-laki atau lebih dalam satu regu dengan usia 7-13 tahun. Peralatan yang dibutuhkan berupa kayu atau bilah yang di buat silang terikat, kain penutup badan dan lapangan atau halaman rumah.
Disebut Babi-babian karena para pemain harus berperan seperti babi yaitu berjalan dengan 4 kaki, badan ditutup kain dan kepala di beri moncong dari kayu atau bilah yang ditutup kain. Aturan permainannya, ketua regu akan melakukan undian untuk menentukan siapa yang lebih dahulu menebak. Bila tebakan ketua regu benar, maka yang tertebak harus menjadi tawanan.. Jika salah satu regu habis maka regu tersebut dinyatakan kalah.
Jalannya Permainan:
- Pertama-tama, ketua regu melakukan suit untuk menentukan regu mana yang lebih dulu menebak. Kemudian kedua regu saling berhadapan dengan dipisahkan oleh garis batas.
- Ketua regu yang kalah memerintahkan salah satu anggotannya untuk menjadi babi-babian, kemudian ketua regu yang menang harus menebak siapa yang menjadi babi-babian tersebut dengan mengajukan tiga pertanyaan yang akan di jawab oleh si babi tersebut.
- Jika tebakan si ketua regu tersebut benar, maka si babi-babian tersebut menjadi tawananya, namun jika tebakannya salah, maka regunyalah yang mendapat giliran menjadi babi- babiannya.
- Regu yang memiliki sedikit anggota atau tidak memiliki sama sekali, maka regu tersebutlah yang kalah. (Sumber: https://text-id.123dok.com/document/oz1rnv4pq-tali-kembar-babi-babian-eksplorasi-tentang-permainan-tradisional-daerah-sumatera-selatan.html)
Sumber: id.wikipedia.org |
Benteng adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup, masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing-masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar sebagai ‘benteng’.
Cara Bermain: Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih ‘benteng’ lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan ‘menawan’ seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi ‘penawan’ dan yang ‘tertawan’ ditentukan dari waktu terakhir saat si ‘penawan’ atau ‘tertawan’ menyentuh ‘benteng’ mereka masing-masing.
Orang yang paling dekat waktunya ketika menyentuh benteng berhak menjadi ‘penawan’ dan bisa mengejar dan menyentuh anggota lawan untuk menjadikannya tawanan. Tawanan biasanya ditempatkan di sekitar benteng musuh. Tawanan juga bisa dibebaskan bila rekannya dapat menyentuh dirinya.
Dalam permainan ini, biasanya masing-masing anggota mempunyai tugas seperti ‘penyerang’, ‘mata-mata, ‘pengganggu’, dan penjaga ’benteng’. Permainan ini sangat membutuhkan kecepatan berlari dan juga kemampuan strategi yang handal.
- Si “Jadi” berada di tengah-tengah para pemain lainnya, menanti kesempatan untuk menduduki atau merebut lingkaran yang ada.
- Mula-mula para pemain berdiri di garis batas menunggu komando atau aba-aba permainan dimulai. Ketika aba-aba mulai diperdengarkan, para pemain segera berlomba masuk kedalam lingkaran yang telah ditentukan secepat-cepatnya. Yang tidak kebagian jatah lingkaran disebut “jadi”.
- Jadi” kemudian diminta memberi komando, bahwa bintang harus beralih. Serentak anak-anak yang dalam lingkaran harus berpindah ke lingkaran yang berbeda. Pada saat yang sama, “Jadi” harus berusaha merebut salah satu lingkaran yang sedang ditinggalkan. Bila setelah 15 kali peralihan si “jadi” belum mampu merebut sekalipun lingkaran, maka ia akan dinyatakan kalah.
- Tetapi bila si “jadi” berhasil merebut lingkaran, maka yang tempatnya direbut harus menggantikan dirinya menjadi “jadi”.
- Yang kalah diarak (digiring) sampai garis batas dan didorong oleh salah satu temannya. Kemudian kembali mereka membalik badan untuk mengambil tempat lingkaran kembali.
- Setelah ditentukan siapa-siapa yang akan bermain, maka anak-anak yang akan bermain berdiri pada garis batas yang telah ditentukan. Kemudian dipilihlah seorang kepala regu, baik oleh yang main maupun oleh penonton. Setelah kepala regu memberi aba-aba dengan hitungan 1, 2 sampai 3, mulailah anak-anak berlari dari garis batas untuk memasuki lingkaran yang telah ditentukan.
- Enam (6) orang anak pasti akan dapat masuk lingkaran, dan pasti menyisakan satu orang anak yang tidak mendapat tempat (yang berada di luar lingkaran). dialah yang disebut “jadi”. Kemudian apabila dari ke 6 orang yang telah masuk lingkaran tersebut membuat regu menjadi 3 kelompok, misalnya A berpegangan tangan dengan B, C dengan D, dan E dengan F; sedangkan G yang menjadi “jadi”.
- G (Jadi) selalu mengintai untuk menerobos salah satu lingkaran
- Sambil berpegangan tangan A dan B serta C dan D kemudian E dengan F bergantian masuk lingkaran, begitu seterusnya saling berpindah tempat
- Sedangkan G (Jadi) selalu mengintai untuk menerobos salah satu lingkaran baik lingkaran A, B, C, D, E dan F, bila G dapat memasuki lingkaran D, misalnya waktu berpindah tempat D kalah cepat pindah ke tempat C hingga lingkaran tersebut dapat direbut G, maka D yang menjadi’ ‘jadi”, begitu seterusnya sampai masing-masing berpindah tempat sebanyak 15 kali, bila G tetap tidak dapat merebut lingkaran maka G menjadi yang kalah.
- Kemudian G diarak (digiring) ramai-ramai sampai batas garis sambil riuh bunyi sorak anak-anak baik yang main maupun sebagai penonton. Tepat pada garis batas G didorong salah satu pemain sambil bersama-sama membalik kembali merebut lingkaran. Begitulah main Bintang Beralih ini, sampai anak-anak merasa lelah dan berhenti sendiri.
- G diarak (digiring) ramai-ramai sampai batas garis.
- Dalam permainan ini tidak ada taruhan apa-apa, bagi yang kalah mendapat hukuman dengan diarak (digiring) beramai-ramai sampai garis batas, kemudian didorong keluar garis batas. Maksudnya adalah anak yang kalah menjadi buangan. Dengan demikian setiap anak berusaha untuk memenangkan permainan, karena bila anak tersebut tidak pernah menjadi “jadi” maka ini menunjukkan bahwa anak ini mempunyai keterampilan, kecepatan serta ketelitian yang patut dibanggakan. Sudah tentu anak ini mempunyai rasa bangga sesuai dengan nurani anak, dan anak ini akan disebut terbaik oleh teman-teman sebayanya. (sumber: Brainly)
Sumber : Generasi90an |
Permainan Bintang Tujuh adalah salah satu permainan tradisional dari Sumatera Selatan, menggunakan bola dan batu atau serpihan genting sebagai alat bermainnya. Disebut permainan bintang trujuh karena dalam permainan ini dibutuhkan tujuh buah batu pipih atau pecahan genting saat permainan. Permainan ini terbukti mampu menambah kelincahan gerak tubuh, kerjasama team, kontrol emosi, kesehatan tubuh dan memacu daya fikir.
Dalam permainan ini pesertanya tidak ada batasan umur. Terdapat beberapa peraturan dalam permainan ini, seperti tidak boleh memegang bola dengan tangan bagi team (kelompok) yang sedang bermain. Peraturan tambahan lebih kepada persetujuan aturan dikedua belah pihak, misalnya tidak boleh menendang bola.
Alat yang digunakan adalah bola yang dibuat dari kertas dengan batu kecil dibagian dalamnya atau bisa juga menggunakan bola kasti. Selain itu diperlukan batu-batu yang permukaannya datar agar bisa disusun rapi sebanyak 7 buah (bisa juga menggunakan keramik atau genteng).
Jumlah keseluruhan peserta bebas. Hanya dibutuhkan 1 orang penjaga dan bebas untuk jumlah pemyerang. Saat permainan dimulai, maka batu tersebut akan disusun. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan siapa yang akan bermain sebagai penyerang dan yang menjaga (Penjaga).
Yang melemparkan bola hingga batu-batu yang disusun tadi kembali berantakan. Dan tugasnya adalah kembali menyusun batu-batu seperti sediakala seraya menghindari tubuh terkena lemparan bola.
Seorang bertugas untuk menjaga batu-batu agar tidak selesai disusun kembali oleh kelompok penyerang, penjaga juga bertugas untuk menyerang kelompok penyerang dengan cara melemparkan bola sehingga mengenai kelompok penyerang.
Bila salah satu terkena lemparan bola sebelum keseluruhan batu-batu tersusun, maka permainan usai dan orang yang kena lemparan bola gantian menjadi penjaga. Sebaliknya bila semua batu tersusun oleh kelompok penyerang maka penjaga melanjutkan tugasnya.
Buah Nige, maksudnya apabila buah atau biji dalam permainan itu berbaris tiga dalam satu garis di lapangan pernainan untuk seorang pemain, maka ia berhak memakan buah lawan. Pernainan buah nige dalam bahasa daerah Baturaja OKU, daerah lain misalnya Muara Enim menyebutnya Baris Tige atau buah sembilan. Bentuk pernainannya sama saja. Dalam bahasa Indonesia maksudnya menjadi tiga biji/buah permainan dalam satu garis lapangan permainan. Permainan ini hanya menggunakan lapangan permainan dan kertas yang digulung kecil atau batu kecil-kecil berjumlah 9 biji.
Jalannya pernaman :
a. Persiapan :
Dua orang berembuk untuk mengadakan permainan. Lalu membuat lapangan, setelah itu menyiapkan alat permainan masing-masing, boleh dari batu kecil yang jumlahnya 9 biji.
b. Aturan pernainan :
- Yang menang undian mendapat hak meletakkan buah pertama kali, diusul oleh yang kalah undian (berganti-ganti).
- Sekali meletakkan buah pada sudut lapangan hanya boleh satu biji.
- Bila seorang pemain dapat meletakkan buahnya berbaris tiga (buah nige) dalam sebaris maka ia berhak makan buah lawan sebiji saja.
- Buah yang sedang terbaris tiga tak boleh dimakan.
- Yang menang adalah yang dapat menghabiskan buah lawan.
c. Tahap-tahap permainan :
- Tahap I: Andaikata permainan dimulai oleh A lalu B dan seterusnya bergantian, maka apabila A dapat membariskan buahnya 3 biji dalam sebaris, ia berhak makan buah B satu biji. (B) harus dimakan A, sebab apabila tidak dimakan maka tiba giliran B untuk membariskan buahnya (buah nige).
- Tahap II: Apabila buah masing-masing pemain masih tiga, permainan masih dapat diteruskan. Siapa di antara mereka yang dapat nige, sudah dapat dipastikan pemain tersebut menjadi pemenang. Dengan demikian pernainan untuk babak ini selesai atau berakhir.
d. Konsekwensi menang kalah :
Karena permainan ini adalah suatu permainan yang hanya digunakan untuk mengisi waktu luang, maka tidak ada konsekwensi bagi yang kalah maupun yang menang. Apabila selesai, diulang dari permulaan hingga berakhir satu babak permainan. (sumbre: Kemdikbud)
Anak anak Sekolah sedang bermain Cabut, Cak Bur, Galasin atau Gobak sodor. (Foto : Aktual) |
Permainan Cabut dalam versi Pulau Jawa biasanya disebut Gobak Sodor. Di Palembang disebut Cabut karena tim yang bermain duluan harus meneriakkan kata Cabut saat memulai permainan ataupun saat berhasil memenangkan permainan.
Setiap tim bisa terdiri dari 3, 4 atau 5 orang tergantung anak-anak yang mau memainkannya. Permainan dilakukan di lapangan dengan membuat area permainannya berupa kotak yang diberi garis lurus sejajar dengan jarak sekitar 2-3 meter yang dibuat sebanyak yang akan bermain, dan garis tengah yang membelah kotak permainan untuk jalur pemain yang merupakan pemimpin tim yang sedang berjaga. Setiap tim memiliki seorang pemimpin yang biasanya dipilih berdasarkan kepintaran dan kecepatan larinya.
Pemimpin tim yang berjaga boleh menggunakan semua jalur garis dari depan sampai ke belakang dan garis tengah yang membelah kotak permainan. Pemain lain tidak boleh menggunakan garis tengah tersebut. Anggota tim hanya boleh menggunakan jalur garis lurus yang memanjang ke dari kiri ke kanan dalam menjaga lawan agar jangan sampai mampu melewati garis jalur tersebut lalu berpindah ke area berikutnya. Pemimpin tim memberi aba-aba kepada anggotanya untuk bergerak ke arah mana saja, khusus menjaga siapa saja dan bila perlu melepaskan pemain lawan dalam rangka memenangkan permainan. Ketua Tim yang bermain juga menentukan strategi bersama anggotanya mengenai siapa yang harus duluan, siapa yang masuk dari sebelah kanan atau kiri dan saat berada dalam satu kotak yang dijaga saling memberi kode kapan saatnya melakukan gerakan untuk menipu lawan agar bisa lepas melewati garis yang sedang dijaga.
Tim yang bermain tidak boleh keluar dari kotak permainan, bila keluar maka dianggap kalah dan harus gantian berjaga. Definisi keluar atau tidaknya harus disepakati dulu, apakah satu kaki dinyatakan keluar ataukah dua kaki. Selain itu juga dibuat kesepakatan dikatakan menyentuh bila telak mengenai anggota tubuh lawan atau cukup hanya mengenai bajunya. Bila tidak, maka kadang-kadang ada pemain atau tim yang berusaha berbuat curang, berdalih dengan berbagai alasan karena tidak mau berjaga, seperti tidak mengakui bila sudah tersentuh (kena) dengan alasan cuma terkena baju atau merasa belum keluar dari arena permainan karena hanya satu kaki yang keluar.
Strategi dan kecepatan lari menjadi faktor menentukan kemenangan. Selain itu biasanya setiap kelompok menginginkan anggota kelompoknya adalah anak-anak yang lebih tinggi karena biasaya mempunya tangan yang lebih panjang untuk memudahkan menyentuh tim lawan. Pembagian tim yang dilakukan dengan suit kadangkala menghasilkan dua tim yang tidak berimbang, bila demikian maka kedua tim bermusyawarah untuk menukar dan membagi anggota tim agar merata kekuatannya, sehingga permainan berlangsung lebih seimbang yang tentu saja lebih menantang dan menarik. Tim yang bermain dikatakan menang bila semua anggotanya berhasil melewati semua garis secara bolak balik tanpa tersentuh Tim penjaga. Tim penjaga bertugas menghalanginya dan berusaha menyentuh tim lawan agar bisa bergantian menjadi tim yang bermain.
Sumber : Budaya Indonesia |
Permainan Cak Ingking Gerpak adalah permainan yang dilakukan dengan cara melompat satu kaki, dilanjutkan dengan melompat dua kaki secara bergantian pada petak-petak yang telah ditentukan. Sebenarnya jenis permainan ini ada hampir di seluruh nusantara, akan tetapi dengan nama yang berbeda-beda. Permainan bisa dilakukan kapan saja di setiap waktu luang, khususnya siang hari. Pemain biasanya berusia 6-13 tahun dengan jumlah yang tidak terbatas. Saran bermain berupa tempat terbuka yang sudah digambar petak-petak dan pecahan tembikar atau potongan papan kecil. Gambar petak-petak tersebut terdiri dari 7 petak dan seperti badan manusia. Permainan ini terdiri dari 5 tahap:
- Pemain pertama menaruh atau melempar uncak (pecahan tembikar) pada petak satu. Kemudian melompat menggunakan satu kaki pada petak dua dan tiga.
- Uncak ditaruh di punggung telapak tangan dan masuk setiap petak dengan menggunakan satu kaki. Pada petak ketujuh pemain berhenti, melemparkan uncak kemudian berusaha menangkap dan menggenggamnya.
- Uncak disimpan pada punggung kaki kanan dan masuk petak pertama sampai keenam dengan menggunakan satu kaki.
- Uncak disimpan atau dilempar ke petak tujuh. Pemain menutup mata dan masuk sampai ke petak tujuh menggunakan satu kaki.
- Pemain membelakangi petak dan melemparkan uncak. Jika uncak tersebut berhasil masuk ke dalam salah satu petak, berarti pemain pertama tersebut berhasil membuat rumahnya agar bisa berpijak dua kaki dan disitulah petak akhirnya. Ketika rumah tersebut telah menjadi milik salah satu pemain, pemain lain tidak boleh menginjaknya.
Setelah lima tahap tersebut selesai dilalui, permainan dilanjutkan dengan berganti pemain. Akan tetapi, permainan bisa saja berhenti ditengah jalan dalam artian belum semua tahap selesai dilalui. Hal ini terjadi ketika pemain dinyatakan mati yang disebabkan oleh menginjak garis petak.
Sumber : Kemdikbud |
Cepak canting merupakan permainan tradisional di kalangan anak-anak di daerah Kabupaten Batu Raja. Permainan ini dilakukan oleh dari beberapa anak,satu anak yang menjadi penjaga dan lainnya sebagai pemain. Canting yang digunakan dalam permainan ini biasanya terbuat dari kaleng. Dalam permainan ini membutuhkan kesabaran, kecerdikan dan kecepatan.
Perlengkapan yang biasa dipakai untuk permainan ini cukup sederhana dan tidak memakai biaya. Alat dibuat dari kaleng susu bekas dengan diameter I 0 cm dan tingginya 15 m. Kaleng tersebut dilubangi, nantinya lubang tersebut dipakai untuk dimasuki batu-batu kecil/kerikil, yang gunanya apabila disepak akan kedengaran bunyi sehingga teman-teman yang sedang bersembunyi akan mengetahui bahwa kaleng tersebut ada yang menendang dan sebagai tanda bahwa kaleng tersebut berada di luar garis lingkaran/batas di mana kaleng tersebut diletakkan.
Tahap-tahap permainan :
- Semua peserta yang ikut bermain "Cepak Canting" berkumpul berembuk membicarakan syarat-syarat yang akan ditentukan atau lama permainan, apabila mereka sepakat barulah permainan dimulai dengan serempak "Sut", yang kalah harus menjaga canting.
- Apabila mereka sudah selesai "Sut" dan diketahui siapa yang akan menjadi petugas giliran jaga siap siap untuk melakukan tendangan pertarna oleh salah seorang peserta. Dengan dimulainya tendangan pertama oleh salah seorang peserta, maka peserta lain secara serempak berlarian mencari tempat persembunyian. Diusanakan pada tendangan pertama canting tersebut agar ditendang sejauh mungkin. ini maksudnya untuk memberi kesempatan bagi yang lain untuk bersembunyi. Demikian pula si penjaga harus mengejar canting yang ditendang tadi untuk segera disimpan kembali di tempat yang sudah diberi tanda. Apabila sempat mengembalikannya sambil menerka yang sedang berlari dengan tepat, maka yang kena panggil akan jadi tawanan.
- Pada kesempatan Iain "Penjaga" bisa menawan seorang lagi, sehingga jumlah tawanan menjadi 2 orang. Suatu saat peserta lain mendapat kesempatan menendang canting maka Si tawanan tadi bebas dan berhak sembunyi kembali. lni berarti bahwa yang ditawan tertolong, kesempatan menjadi penjaga hilang.
- Bilamana Si penjaga sampai bisa menawan 3 orang, maka dia akan berseru dengan mengatakan kata-kata "Angin . . . . " dan disambut dengan bersembunyi dengan kata-kata 'Cup mutung .... ". Ini menandakan telah terjadi sesuatu yaitu penjaga telah mencapai target untuk bebas menjadi penjaga. Sekarang akan diganti dengan yang baru. Yang baru tadi akan ditentukan dalam "Sut'' di antara ketiga tawanan tersebut, yang kalah sut akan bertugas menjadi "Penjaga".
Ada kalanya si penjaga tidak diganti-ganti sampai pernainan itu selesai. Kadang-kadang ada yang sampai menangis. karena selama bennain ia terus-menerus menjadi penjaga. Bilamana ada peserta yang ingin ikut, dia harus "Sut" dulu dengan penjaga yang sedang bertugas. Ada kemungkinan yang baru menjadi penjaga karena kalah sut.
Konsekwensi kalah menang : Di sini memang dibutuhkan kegesitan dari tiap peserta termasuk penjaga, karena apabila mereka lengah atau tidak semangat maka si penjaga akan terus-menerus bertugas sampai perrnainan selesai. Hal semacam inilah yang mereka selalu hindarkan, sehingga dengan demikian tiap peserta harus waspada dan mengatur taktik dan strategi masing-masing.
Sumber : Kemdikbud |
Cing Keluing adalah suatu pennainan yang ditujukan pada bujang gadis dengan Jalan berejung atau berpantun. Permainan Cing Keluing berasal dari daerah Pasemah, Kabupaten Lahat, Prop. Sumatera Selatan. Cing Keluing artinya tidak teratur atau berserakan. Di sini hanya sebagai sampiran kata saja. Berejung = Rejung = pantun yang dilagukan yang ditujukan pada bujang gadis. Permainan ini bertujuan untuk mengajar supaya dapat berbicara dengan baik dengan jalan berejung atau berpantun.
Cing Keluing /Cingkluing adalah salah satu salah satu permainan rakyat Sumsel yang mirip seperti Petak Umpet, bedanya pada permainan Cing Keluing sebelumnya peserta bersembunyi. Permainan ini berasal dari daerah Lahat yang kebanyakan tanahnya berbukit-bukit dan biasanya dimainkan oleh 2 orang atau lebih tanpa menggunakan perlatan.
Anak-anak yang bermain akan duduk melingkar sambil meletakkan tangannya di lantai, bagi yang mendapat “Nukup (Jadi)” maka ia harus dihukum dengan menjadi yang bejaga, sedangkan teman yang lainnya bersembunyi, ditentukan pula tempat persembunyiannya tidak terlalu jauh.
Peserta yang kalah tersebut harus mencari yang bersembunyi tadi. Setelah seseorang yang bersembunyi dapat, maka permainan berakhir.
Sumber: Blog Lovely Day |
Dakocan adalah permainan tradisional anak-anak khas Palembang, Sumatera Selatan. Dakocan merupakan permainan dari plastik yang bentuknya bermacam-macam. Ada yang bentuk hewan, buah, bunga, atau tokoh wayang Indonesia.
Permainan ini biasanya dimainkan oleh 2-6 orang. Cara bermainnya ialah dengan meletakkan dakocan masing-masing di atas lantai bidang datar dan disusun tegak berjejer. Masing-masing peserta biasanya memiliki dakocan penyerang yang digunakan untuk menjatuhkan dakocan lawan, biasanya dakocan penyerang ini memiliki bentuk yang agak besar dan tebal.
Cara menjatuhkan dakocan lawan ialah dakocan penyerang ditegakkan, kemudian ditahan dengan jari kiri, lalu dibidik, diarahkan, dan dijentikkan ke dakocan lawan. Dakocan lawan yang berhasil kita jatuhkan ada poinnya masing-masing. Untuk dakocan yang berukuran besar poinnya 10, sedangkan yang berukuran kecil memiliki poin 3 – 5. Peserta yang berhasil mengumpulkan poin tertinggi dialah pemenangnya.
Selain itu ada pula yang bermain Dakocan dengan cara lain, yaitu dengan menaruh Dakocan di telapak tangan, lalu melemparkannya ke atas. Kemudian ditangkap dengan punggung tangan. Dakocan yang ada di punggung tangan tersebut dilemparkan lagi ke atas kemudian ditangkap dengan genggaman tangan. Sekilas memang terlihat mudah, namun sebenarnya Dakocan ini juga cukup sulit. Kesulitannya adalah memainkan Dakocan dengan menaruh di tangan dengan jumlah yang semakin banyak. Tapi disitulah sisi menariknya permainan tradisional ini, Sederhana tapi cukup menantang.
Damri adalah permainan Anak-anak di Kota Palembang. Permainan inni muncul berawal dari keasyikan anak-anak di Kota palembang melihat bus Damri yang lalu lalang di daerah mereka yang menaikkan dan menurunkan penumpang sehingga anak-anak meniru dengan membuat permainan.
Peralatan : Lapangan dan Pecahan genting berbentuk bulatan petak berdiameter 5-10 cm.
Cara bermain : Pertama-tama pemain dibagi menjadi dua kelompok. Mereka kemudian membuat dua garis dengan masing-masing garis berada di dua sisi yang berbeda. Para pemain juga tidak lupa menyiapkan 'ancak' yang terbuat dari pecahan genting berbentuk bulat atau petak. 'Ancak' ini akan dijadikan tiap pemain untuk melempar ke arah garis yang telah dibuat sebelumnya. Perwakilan kelompok terlebih dahulu melempar 'ancak' ke garis sasaran. 'ancak' yang paling dekat dengan garis adalah pemenang. Pihak yang kalah akan menggendong yang menang sebagai hukumannya dari garis melempar ke garis sasaran. (Sumber : Rois, dkk. Warisan Budaya Tak Benda di Prop. Bengkulu dan Sumsel. BPNB. Padang. 2014)
Cara memainkan Empew-empewan, Sumber : Channel YouTube Nusa Bharu |
Empew-empewan, empet-empetan, atau sesempretan. Sumber : Ini Sukabumi |
Empew-empewan adalah permainan anak-anak desa di di pesawahan. Di Jawa Barat permainan ini disebut empet-empetan atau sesempretan. Permainan ini menggunakan batang padi kira-kira 5 Cm, yang disobek namun tidak putus. Cara memainkannya adalah dengan meniup batang padi tersebut sampai menghasilkan bunyi khas yang mirip terompet. Konon meniup Empew-Empewan berguna untuk mengusir hama padi yakni burung yang hinggap di pohon padi yang sudah menguning.
Permainan Gamang berasal dari Pagar Alam Sumatera Selatan. Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak dewasa baik laki-laki maupun perempuan atau secara campuran, tetapi kemudian hanya digemari oleh anak-anak saja. Jumlah pelaku biasanya sampai 10 orang.
Permainan dapat dilakukan di lapangan yang datar dan punya ruang gerak yang leluasa. Pada tempat tersebut dibuat batas atau garis tertentu secara vertikal.
Jalannya Permainan:
Peserta dibagi dalam dua kelompok. Dari setiap kelompok ada wakil untuk melakukan undian, siapa yang akan bermain terlebih dahulu. Kepada mereka yang menang dalam undian akan main terlebih dahulu dan yang kalah giliran untuk menjaganya.
Sebelum permainan dimulai mereka mengadakan persetujuan untuk disepakati berapa games permainan tersebut akan berlangsung. Pada permainan ini terdiri dari dua grup yaitu grup I terdiri dari A, B, C dan D; sedangkan grup II terdiri dari E, F, G, dan H.
Mula-mula pihak grup II akan bermain terlebih dahulu, sedangkan grup I bertugas sebagai penjaga. Tugas A adalah menyergap siapa saja yang melewati garis horisontal dan A tidak boleh melewati garis tersebut, apabila keluar dari batas tadi maka sergapannya tidak sah. Sedangkan tugas B, C dan D menyergap siapa-siapa yang melewati garis vertikal, begitu pula mereka tidak boleh keluar dari garis yang telah ditentukan dalam setiap sergapannya. Dalam hal tersebut pihak grup II harus berusaha melewati garis-garis tersebut apabila ingin mencapai rumah. Apabila berhasil melewati keempat pemain grup II, maka nilai menjadi l(satu) lawan 0 (kosong) untuk kemenangan grup II.
(Sumber: Ebook, Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif (APE) Tradisional untuk Menstimulasi Kecerdasan Anak, Program Studi Pendidikan Guru Pendidkian Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya, 2016)
Sumber: Blog R.J. Syahrulloh |
Main Genggong adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh anak nagari waktu sore hari atau waktu senggang pada hari libur di Kabupaten Pesisir Selatan, di daerah Jawa Barat terdapat permainan serupa yakni Sorodot Gaplok. Genggong adalah batu bulat atau batu pipih yang diletakkan di bahu kaki sebelah kanan atau kiri sambil berjalan dengan kaki satu. Kaki yang satu lagi membawa batu itu ke garis yang telah dibuat atau yang telah disepakati bersama.
Pertama yang dilakukan dalam permainan Genggong adalah membuat garis Start dan garis Finish secara bersama sesuai dengan kesepakatan. Setelah itu masing-masing pemain melemparkan genggong ke garis Finish secara bergantian. Setelah dilempar batu tadi mendekat ke garis Finis maka dia yang bisa memulai permainan dengan menggendong lawannya. Batu lawan diletakkan di atas garis Finish lalu dia menggendong dan menghantam batu lawan tadi dengan batu yang ada di atas bahu kakinya dengan berjalan satu kaki. Kalau hantamannya jauh dari garis Finish mengenai batu lawan maka dia lah yang jadi pemenangnya. Masing-masing pemain ada kesempatan untuk menggendong sebanyak dua kali atau sekali tergantung kesepakatan bersama.
Kalau dia berhasil menggendong lawannya maka dia jadi juara dan lawannya harus menggendong lawannya tadi ke arah garis Finish dan balik ke garis Start sebanyak sekali atau dua kali putaran. Main Genggong ini dimainkan oleh anak laki-laki di Painan Timur waktu sore hari sebelum mandi ke sungai. Genggong atau batu itu diambil dari sungai yang ada di kawasan Painan Timur yang dilalui Sungai Timbulun yang airnya jernih yang didasarnya ada batu-batu kecil dan besar. Fungsi sosial dari permainan ini untuk mengembangkan sportivitas, kesabaran dan rasa percaya diri. Sesudah mainan ini selesai maka batu tadi dibawa pulang untuk digunakan untuk permainan lain.
Gotri Alo Gotri adalah salah satu permainan tradisional anak anak yang berasal dari daerah lahat. Gotri adalah narna julukan atau sebutan untuk seorang nenek. Jadi tegasnya nama orang. Dari nama Gotri itu maka terciptalah sebuah lagu yang bernama Gotri alo Gotri.
Permainan dilakukan sambil sambil membentuk lingkaran dan masing-masing peserta memegang sebuah batu. Besarnya lingkatan itu disesuaikan dengan banyaknya pemain. Kalau peserta banyak maka lingkaran akan besar, sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian para peserta menyanyikan lagu berjudul “Gotri Alo Gotri”, Gotri alo gotri nagasari, Ri ri tul awali, tanjung katul, tul tul nak gori, mau apa, bakul elok-elok selendang menjadi kodok.
Gotri adalah nama julukan atau sebutan untuk seorang nenek. Para pemain itu bertanya pada nenek Gotri mau apa. Nenek Gotri menjawab, mau bakul yang bagus-bagus, mau selendang yang bagus-bagus, tapi akhirnya menjadi kodok. Peserta sambil menyanyi-nyanyi lagu-lagu itu menyerahkan batu kepada kawan di sebelahnya sambil menurut irama lagu. Pada waktu lagu berakhir, penyerahan batu pun berhenti dan peserta yang memegang batu yang bentuk dan besamya istimewa harus berdiri melaksanakan hukuman yang telah disepakati oleh peserta-peserta yang lain. Hukuman itu pada umumnya disuruh menyanyikan sebuah lagu.
Gudang Kero adalah salah satu permainan anak-anak yang konon berasal dari Martapura, Kalteng lalu menyebar ke Sumsel. Tidak diketahui pasti kapan permainan ini dimulai, namun permainan ini telah ada dan masih digemari masyarakat sejak zaman penjajahan Belanda.
Gudang Kero artinya Gudang Kera atau Buntut Kera. Mungkin nama tersebut diambil dari pemainnya yang menjadi pelaku diharuskan memakai kain yang dililitkan di pingggang sehingga kain yang di belakangnya memhentuk seperti ekor kera. Pemain yang pakai sarung/kain tersebut merupakan salah seorang pemain yang bertugas sebagai pelaku dalam pernainan tersebut, sedang peserta lainnya berpakaian biasa saja.
Jumlah peserta pada permainan ini tidak terbatas, tergantung dengan tiang yang tersedia. Rata-rata usia peserta dalam permainan ini yaitu 10-15 tahun, para pesertanya hanya anak laki-laki saja.
Peralatan yang dibutuhkan hanya berupa pohon atau tiang-tiang rumah yang akan dijadikan sebagai tumpuan atau pegangan untuk menghindar dari sentuhan pelaku kero.
Jalannya Permainan - Pada permulaan permainan, para pemain membuat kesepakatan terlebih dahulu, kira-kira dimana tempat permainan dan berapa peserta yang ikut. Jarak tumpuan tidak boleh terlalu dekat. Kemudian para pemain akan diundi siapa yang menjadi Gudang Kero, para peserta lain bersiap-siap menempati tumpuan. Gudang Kero harus berdiri di tengah-tengah, dia harus memakai lilitan kain dipinggangnya yang bagian belakang di bentuk menyerupai ekor kera.
Para pemain yang menempati tumpuan akan mengolok-olok Gudang Kero, sehingga si Gudang kero tersebut akan mengejar para pemain yang sedang tidak menyentuh tumpuan. Jika Gudang Kero dapat menyentuh pemain yang sedang tidak menyentuh tumpuan, maka mereka akan bertukar posisi. Selain itu, jika ada tumpuan yang kosong karena ditinggalkan oleh pemainnya, maka Gudang Kero juga dapat mengambil alih tumpuan tersebut, sehingga dia tidak lagi menjadi Gudang Kero. Demikianlah permainan ini berlangsung terus hingga para pemainnya merasa puas. (Sumber: Kemdikbud)
Permainan jari Ula adalah permainan melempar biji biji sawo. Ulau dalam bahasa daerah Muara Enim adalah ular dalam bahasa Indonesia. Permainan ini dinamakan demikian karena melihat bentuk lapangannya seperti kepala seekor ular dengan kaki/jari di kiri kanan badannya.
Alat yang digunakan untuk bermain adalah Papan yang panjangnya kurang lebih 1 meter, untuk lapangan. Atau kalau tidak ada papan, dipakai lantai semen saja lalu dibuat lapangan. Selain itu diperlukan juga biji sawo menila yang sudah masak, wamanya hitam atau yang sudah tua betul.
Aturan pennainan :
Tuju yang terjauh dari garis batas, maka pemain yang mempunyai tuju itu berhak melempar buah yang terbaris (pada M) lebih dahulu. Tuju adalah sebutan terhadap biji sawo menila yang dijadikan alat untuk melempar biji-biji sawo menila yang lain yang terbaris pada (M).
Waktu akan melemparkan tuju ke buah yang terbaris, boleh melangkah satu langkah.
Bila lemparan tuju mengenai buah nomor 5 dan nomor 4 maka pemain tersebut berhak mengarnbil semua buah yang terbaris di lapangan, dengan syarat buah yang kena lemparan tadi harus terpelanting keluar lapangan. Jika tak keluar, batal.
Jika tuju hanya kena buah Nomor l s/d 3 saja, maka pemain itu berhak mengambil buah pasangan yang ada di samping kiri dan kanan lapangan, dan buah harus terpelanting keluar lapangan juga.
Bila tuju berada jauh daari garis batas, yaitu di samping lapangan, maka pemain yang mempunyai tuju itu melempar tujunya dari dekat ujung papan, dengan jalan berjongkok tak boleh maju satu langkah.
Tahap-tahap permainan:
Tahap I.
Seorang pemain, umpamanya ABCDE melemparkan tuju dari kepala/gunung lapangan ke garis batas (letaknya berserakan di sekitar garis batas) Melihat letak tuju, maka giliran pemain yang melcmpar adalah ABCE dan D.
Tahap II
Melempar buah (biji sawo menila) ya.ng dibariskan di lapangan (1, 2, 3, 4, 5), dimulai oleh. A tadi, ingat waktu melemparkan tuju dari tempatnya boleh melangkah selangkah. Seandainya lemparan A kena buah nomor 1 atau 2 atau 3 dan buah melanting keluar lapangan, maka A berhak mengambil yang ada di kiri kanan lapangan. Jadi di lapangan masih tersisa buah pasangan pada M4 biji lagi. Dengan demikian tahap II ini berakhir, sebab buah pasangan di kiri kanan lapangan sudah habis.
Para pemain menaruh lagi pasangan di kiri kanan lapangan, umpama satu pemain 5 biji, maka jumlah semua ada 5 X 5 = 25 biji, dan pemain yang buah pasangannya di tengah lapangan (No. I atau No. 2 atau No. 3) diambil A tadi harus mengganti pasangannya sehingga jumlah tetap 5 pada (M). Pemain melempar tuju kembali dari kepala lapangan/gunung menuju garis batas. Maka yang b.rhak pertama melempar adalah E, kedua C, ketiga B, keempat A dan kelima D (lihat gambar).
Kalau tuju yang dilempar E ke buah No. 2 misalnya, tapi buah itu tidak terpelanting keluar garis lapangan, maka tidak ada pengaruh apa-apa. E mati diteruskan giliran berikutnya. Tetapi andaikata lemparan tuju E mengenai buah No. 4 atau No. 5 pada M dan keluar lapangan, maka E berhak mengambil semua buah yang terbaris pada M dari no. 1 s/d 5 ditambah dengan buah yang ada di samping lapangan. (Sumber: Kemdikbud)
Biji Pohon Saga |
Jelentik adalah sebuah permainan yang sudah sejak dulu berkembang di Pulau Bangka. Di Pulau Bangka pada waktu dulu pohon saga ditanam sebagai pohon pelindung, yang banyak ditanam di halaman rumah penduduk. Dari situlah pernainan ini pun sering disebut "Main Saga" karena buah yang dimainkan buah saga.
jumlah pemain dalam permainan Jelentik paling 2-6 orang pemain dan dapat dilakukan secara perorangan atau pun secara beregu. Permainanpun dapat dilakuakn oleh perempuan ataupun laki laki dengan rentang usia 6 tahun ke atas.
Alat permainan yang digunakan ialah biji saga. Biji saga ini terdiri dari 2 macam yakni buah saga lelaki dan buah saga perempuan. Buah yang dimainkan anak-anak ialah buah saga perempuan karena buah saga perempuan bentuknya bulat sedangkan buah saga lelaki bentuknya lonjong.
Untuk memulai permainan, anak anak yang telah mempersiapkan buah saga duduk melingkar di lantai, kemuadian mereka menentukan siapa yang akan mulai duluan. Buah saga dipegang kemudian disebarkan di tempat permainan dengan perlahan dan diusahakan supaya buah saga tidak berdempetan.
Kemudian buah saga yang menyebar tadi digaris dengan jari tangan, tapi tidak boleh menyinggung buah saga yang lain. Permainan dihentikan hingga mengenai buah saga yang dituju. Bila dapat menjentik buah saga yang dituju maka buah saga yang kena jentik menjadi milik kita. Tapi bila buah saga tidak kena jentik yang kita tuju maka permainan selanjutnya diserahkan pada lawan kita. Begitulah seterusnya sampai buah saga tersebut habis.
Permainan Ori'an 20 merupakan permaian khas Sumatera Selatan, Permainan dilakukan dengan menghitung hingga angka 20, kemudian dilakukan kejar-kejaran.
Permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang jumlah pemainnya bebas bisa berapa saja. aturannya adalah Personil yang terkena hitungan yang ke-20 merupakan personil pertama kali yang harus mengejar teman-temannya (personal yang ngori’).
Selain itu peraturan lainnya adalah: Jika kelompok bermain lebih dari 20 orang maka setelah hitungan ke-20 hitungan dilanjutkan lagi ke hitungan pertama sehingga setiap personil turut kebagian dalam menghitung. Hitungan berhenti pada hitungan ke-20 berikutnya.
Permainan : Sekelompok orang memulai permainan dengan membuat lingkaran tertutup dengan bergandengan tangan. Salah seorang pemain mengambil inisiatif sebagai hitungan pertama. Dilanjutkan dengan hitungan kedua, ketiga, dan seterusnya kearah kanan personil hitungan pertama.
Pemain yang terkena hitungan yang ke-20 akan menjadi pemain pertama yang mengejar (ngori’). Pemain yang bisa dikejar dan disentuh oleh pengejar pertama, bersama-bersama dengan pengejar pertama akan ikut mengejar (ngori’) teman-teman yang belum terkejar. Demikian seterusnya pemain yang terkejar dan disentuh oleh pengejar akan ikut mengejar. Sehingga para pengejar akan semakin banyak dan bahu membahu mengejar teman-temannya yang belum terkejar.
Tidak ada istilah menang dan kalah dalam permainan ini. Permainan ini berakhir jika tidak ada lagi personil yang harus dikejar dan diburu. (sumber : Blog Permainan Sumsel)
Pungut puntung merupakan permainan tradsional yang berasal dari bahasa daerah di Kabupaten Bangka. Pungut dalam bahasa Indonesia artinya ambil. Puntung dalam bahasa Indonesia adalah kau. Tetapi puntung ini dapat diganti dengan batu kecil atau tongkat kecil, karena menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada.
Permainan ini dibagi menjadi 3 bagian, Yang pertama yaitu memungut batu atau puntung, kemudian meletakkannya di tengah lapangan. Yang kedua, menyeberangkan teman dengan membawa batu atau puntung, dan yang ketiga lari ular.
Persiapan : batu kecil atau puntung sebanyak 20 buah. Ke-20 puntung tersebut diletakkan di ujung lapangan. Jika anggota kelompok terdiri dari 10 orang, 5 orang berada di tengah-tengah lapangan dan merupakan pemain pertama yang akan memungut puntung tersebut. Sedangkan 5 orang lagi berada diujung lapangan yang satu lagi (bukan tempat puntung berada).
Dalam permainan ini, pemain pertama (5 orang yang berada di tengah lapangan) memungut puntung tersebut lalu membawanya ke tengah lapangan. Dalam memungut puntung ini harus satu satu yang memungut dan hanya satu puntung yang diambil, dan seterusnya pada puntung yang ke-20. Bila puntung ke-20 selesai dipungut, maka pemain yang ke-2 (5 orang yang berada di ujung lapangan) menyebrangkan pemain yang berada di tengah lapangan satu persatu ketempat asal pemain ke-2. Setelah itu dilanjutkan lagi dengan berlari ular menuju ke tempat asal puntung.
Dalam permainan ini setiap kelompok berlomba untuk mencapai kemenangan disamping mendapatkan hadiah bagi pemenang, juga didorong rasa kebanggaan untuk memperoleh kedudukan sebagai anak yang dianggap terbaik. Hal inilah sebenarnya yang mendorong diri anak itu untuk berusaha mencapai kemenangan.
Di beberapa daerah, masyarakat Sumatera Selatan lebih mengenal permainan ini dengan sebutan Tingkau, Selincak atau Egrang. Sambung kaki merupakan suatu alat yang biasanya terbuat dari bambu. Permainan ini berasal dari kalangan petani di Dudun Selangit, Trawas, kabupaten Mura Sumatra Selatan.
Sambung kaki pada mulanya merupakan alat bagi masyarakat dari kalangan petani sebagai penyambung kaki mereka ketika melintasi hutan-hutan belukar di waktu mencari hasil hutan. Dengan berjalannya waktu, sambung kakai menjadi sebuah permainan. Jumlah pemainnya tak terbatas dan dilakukan oleh anak laki-laki berumur 16 tahunj ke arttas.
Alat yang digunakan dalam permainan adalah dua buah tongkat yang terbuat dari bambu setinggi 150-170 cm, yang dibentuk sedemikian rupa dan diikat dengan bambu yang lebih pendek untuk dijadikan pijakan.
Permainan ini tidak terbatas pada jumlah orang yang memainkannya, namun siapa yang sampai ke garis finish terlebih dahulu akan dinyatakan sebagai pemenang dan yang jatuh dari tongkat dinyatakan kalah.
Pernainan Sam Samsuddin merupakan permainan anak-anak sebaya di daerah Sumatera Selatan, khususnya Kabupaten Lahat. Pernainan ini sederhana hanya memerlukan batu/biji buah, dan tanah lapang sebagai alat dan tempat bermainnya.
Sebelum pernainan dimulai diadakan undian dahulu dengan uset/suit/sut atau usum. Bagi yang kalah harus menunduk sambil jongkok dan yang menang meletakkan tangan dalam keadaan terbuka di atas yang jongkok itu. Sementara itu, yang menang meletakkan tangan terbuka di belakang yang kalah dan meletakkan batu tadi ke salah satu tangan pemain yang menang.
Tahap selanjutnya, sambil meletakkan batu tadi serta menyebutkan : Sam Samsuddin, Sam Samsuddin, mau kawin motong kerbau kecil, motong kerbau besar. kemudisan dilanjutkan dengan dengan menyebutkan Cak, Em, Cak, Em, Em.
Kemudian batu diterka oleh yang jongkok, kalau terkaannya benar maka berhentilah dia jongkok dan akan diganti oleh yang kena terka tadi. Sampai sini satu tahap selesai.
Untuk tahap kedua dan selanjutnya, untuk memulai permainan tidak perlu usut atau usum tapi cukup dengan mereka batu itu berada dengan siapa. Begitulah seterusnya permainan ini berjalan hingga para pemainnya puas.
Permainan Siamang diambil dari nama binatang sejenis Kera yang banyak terdapat di daerah di mana tempat permainan ini berasal. Dahulu, permainan ini digunakan sebagai hiburan saat menjaga padi di sawah, mengembala sapi atau kerbau. Permainan ini dimainkan oleh 5-10 anak dimana 1 orang anak berperan sebagai harimau dan yang lain sebagai siamang.
Para pemain dituntut untuk pandai memanjat, bergelantung dan melompat. Sebelum permainan dimulai maka akan dilakukan pengundian untuk menentukan siapa yang akan menjadi Harimau dan siamang. Ketika isyarat permainan dimulai, orang yang berperan sebagai Harimau berusaha menangkap siamang yang diperankan teman lainnya.
Para siamang dengan kecerdikannya memanjat dan bergelantung di pohon atau tiang sambil berteriak menirukan suara siamang dengan gaya seolah mengolok-olok harimau.
Jika salah seorang pemain yang memerankan siamang berhasil tertangkap oleh harimau, maka dialah yang harus menggantikan peran sebagai harimau.
Permainan Stambul dikenal penduduk sumatra selatan sebagai peninggalan nenek moyang mereka. Permainan ini bermula dari anak-anak kelompok pengajian atau sekolah-sekolah yang kemudian berkembang ke dusun-dusun lain di sekitarnya. Permainan ini mulai hilang sejak zaman pendudukan Jepang yaitu sekitar tahun 1942.
Jumlah pemain dalam permainan stambul minimal 4 orang anak dengan rentang usia antara 6 - 14 tahun. Para pemainnya bisa dari laki-laki atau perempuan.
Peralatan/perlengkapan :
- Bola stambul yang terbuat dari bahan ijuk pohon aren atau sabut kelapa yang dibentuk bulat lonjong dengan panjang 15 sarnpai dengan 20 Cm.
- Batu-batu kecil (kerikil) secukupnya yang diisikan ke dalam bola agar bola sedikit terasa berat.
- Tali kira-kira sepanjang 30 Cm yang diikatkan pada salah satu ujung bola hingga bola dapat dengan mudah dipegang, diputar-putar untuk dilemparkan.
Jalannya pernainan :
a. Persiapan :
Setelah ada pemain minimal 4 orang maka pemain akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A ( pendukung) dan kelompok B (didukung). Kemudian dilakukan pengundian (usit) guna menentukan kelompok mana yang terlebih dahulu menjadi pendukung atau didukung.
b. Aturan permainan :
- Bagi kelompok yang kalah dalam undian maka diwajibkan untuk mendukung lawan kelompoknya.
- Kelompok yang didukung maka dialah yang berhak untuk melemparkan bola stambul kepada kelompoknya yang berada di hadapannya.
- Apabila bola yang dilernparkan oleh salah seorang dari kelompok yang didukung berhasil ditangkap oleh rekan yang di hadapannya maka kelompok pendukung harus bertukar tempat dengan kelompok pendukung di hadapannya tanpa menurunkan beban yang didukungnya.
- Apabila bola yang dilemparkan itu tidak berhasil ditangkap maka kelompok yang mendukung berhak melepaskan bebannya dan berganti sebagai kelompok yang didukung.
- Jarak antara kelompok pendukung/mendukung dengan rekan yang di hadapannya yaitu : 15 sampai 20 meter dengan kesepakatan bersama.
c. Tahap-tabap permainan :
Tahap I - Setelah semua pemain berdiri di tempatnya masing-masing serta siap dengan tugasnya masing~asing, barulah permainan dimulai dengan diawali oteh lemparan bola salah seorang dari kelompok yang didukung.
Tahap II - Apabila bola yang dilempar itu berhasil ditangkap oleh rekan kelompoknya maka para pemain dari kelompok yang mendukung harus berjalan bertukar tempat dengan rekan pendukung yang di hadapannya.
Tahap III - Apabila bola yang dilemparkan itu tidak berhasil disambut oleh rekan dari kelompoknya maka terjadilah pergantian tugas mendukung, misal tugas mendukung itu pada kelornpok A maka tugas itu harus digantikan oleh kelompok B.
Demikianlah seterusnya pernainan ini berlangsung, selama para pemain itu rnasih cukup kuat ia akan saling bertukar tugas dalam mendukung dengan lawan kelompoknya.
d. Komekwensi kalah menang :
Dalam permainan ini konsekwensi kalah menang ditentukan oleh kelompok mana yang paling banyak menerima tugas mendukung maka kelompok itulah yang dinyatakan sebagai kelompok yang kalah, dan lawannya sebagai pemenang akan berhak menerima hadiah (bila diadakan pertandingan). (Sumber: Kemdikbud)
Tenggoh-tenggohan atau yang artinya tebak-tebakan dalam bahasa Baturaja, Kabupaten Ogan Komiring Ulu (OKU). Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang berada dalam lingkup bahasa Penesak menyebutnya dengan "Tangguh-tangguhan" yang artinya sama dengan tebak-tebakan dalam bahasa Indonesia.
Permainan ini dimainkan oleh minimum 10 orang atau lebih (harus berjumlah genap) kemudian dibagi menjadi 2 kelompok.
Peralatan yang digunakan adalah batu atau kayu. Setelah 2 kelompok diundi, kelompok yang menang akan memegang batu, regu yang kalah harus menebak posisi batu berada di anggota menang yang mana.
Jika regu yang menebak benar, maka mereka yang memegang batu dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Jika regu penebak salah menengoh (menebak) batu yang dipegang oleh siapa, regu yang menang akan maju selangkah, begitu seterusnya hingga salah satu kelompok sampai ke garis finish.