Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Nusa Tenggara Barat (disingkat NTB) ialah sebuah provinsi di Indonesia yang berada pada bagian Barat Kepulauan Nusa Tenggara. Ibu kota provinsi ini berada di kota Mataram. Sebagian besar dari penduduk Lombok berasal dari suku Sasak, sementara masyarakat Bima (suku Mbojo) dan Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam, dengan konsentrasi 83,01% dan Hindu 16%. Berbagai macam permainan tradisional berkembang di provinsi Nusa Tenggara Barat, dan berikut ini kami sampaikan beberapa permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak remaja baik yang masih dimainkan hingga sekarang ataupun yang sudah mulai ditinggalkan oleh pemainnya, lengkap dengan arti, sejarah, gambar, dan penjelasannya.

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Daftar isi:


1. Amba Ure-Ure

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

"Amba Ure-Ure" merupakan salah satu jenis pernainan rakyat daerah Sumbawa, yang dipungut dari Kampung Karang Motong, desa Motong, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa. Nama pernainan ini diarnbil dari nama lagu pengiringnya "Amba Ure-Ure".

Alat yang diperlukan dalam permainan ini adalah 2 helai "kere". Kere adalah sarung, atau kain tenunan khas Sumbawa yang disebut "Kere Alang".
Dua helai sarung tadi, sebuah untuk membuat ekor kera ( elong bote ), sedang yang sebuah lagi untuk dikibaskan di atas kepala si kera.

Lagu pengiringnya adalah lagu "Amba Ure-Ure", yang syair-syaimya adalah sebagai berikut :

Amba ure - ure
Lonto anging - angin
Baru kembang
La ile la ile
Taniu ai koda
Taniu si bake
Rabana along alung
Nyawa sia anrote
Dadi bote
Anrawi
Dadi Bawi
An halo
Dadi Balo

Keterangan:
Baris I sampai dengan 7 hanya sampiran berupa kata-kata mantera yang mempunyai "kekuatan" untuk memberi semangat pada pemain dan tidak mempunyai arti. Baris ke 8 : nyawa sia - nyawa kamu, anrote sampiran., Baris ke 9 : Dadi Bote = menjadi kera., Baris ke 10 : anrawi = sampiran., Baris ke 11 : Dadi Bawi = menjadi babi., Baris ke 12 : an halo = sampiran., Baris ke 13 :  dadi halo = menjadi buaya.

Sebelum pennainan dimulai disediakan dua buah kere (kain sarung). Kere ini sebuah untuk dijadikan "ekor kera" dan sebuah lagi dipakai sebagai alat agar kera menjadi kesurupan. Lalu ditentukanlah siapa yang mau menjadi kera. Jika telah diperoleh pemeran kera barulah perrnainan dapat dimulai.

Permainan ini mempunyai aturan yang sangat sederhana, yaitu siapa
yang dapat terpegang oleh kera dialah yang menggantikan menjadi "Kera". Akan tetapi untuk dapat memegang lawan, ternyata sangat sukar, karena permainan ini dilakukan pada malam hari, dan para pemain bebas bersembunyi di sekitar kampung, memanjat pohon dan sebagainya.

Setelah memperoleh pemeran Kera maka para pemain lainnya membuat lingkaran. Si Kera berdiri di tengah lingkaran. Sarung dikenakan. Tepi sarung bagian belakang dipegang dan diangkat ke atas kemudian dililit-lilit, hingga menjadi ekor, sambil dinyanyikan lagi "Amba ure-ure" oleh pemain yang lain. Setelah "ekor" jadi, si "Kera" duduk sambil menutup kedua telinganya dengan tangannya. Sementara itu sebuah kere alang yang telah disiapkan tadi ditebarkan di atas kepala si "Kera" oleh dua orang pemain, digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah, sambil menyanyikan lagu yang sama. Selesai satu lagu, segera para pemain berlari menyembunyikan diri, sedang si "Kera" berusaha mengejar dan menyentuhnya. Jika ada yang tersentuh, maka ia menggantikan menjadi "Kera."  (sumber: Permainan Rakyat NTB)


2. Bale-Balean

Bale-balean merupakan salah satu pennainan rakyat daerah Lombok. Dipungut dari kampung Gubuk Daya, desa Denggen, Kecamatan Selong, kabupaten LombokTimur. Bale-balean berasal dari kara bale yang berarti rumah. Bale-balean berarti rumah-rumahan. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah permainan rumah-rumahan yang disemarakkan dengan acara penganten-pengantenan. Permainan ini dilaksanakan pada siang atau sore hari sehabis musim panen.

Permainan ini merupakan peniruan dari upacara perkawinan yang berlaku pada masyarakat suku Sasak di Lombok. Inti permainan adalah menirukan upacara perkawinan, mulai dari sejak "Midang," sampai arak-arakan pengantin, dan diakhiri dengan malam hiburan.


Balogo merupakan salah satu jenis permainan tradisional dari Kalimantan Selatan. Nama Balogo diambil dari kata logo, karena permainan itu menggunakan logo. Permainan tradisional Suku Banjar ini biasanya dimainkan oleh anak-anak hingga orang dewasa, baik secara beregu maupun perorangan. Jumlah pemain terdiri atas dua hingga lima orang.

Masing-masing tim yang beranggotakan beberapa pemain harus dapat meruntuhkan logo yang membentuk piramida mini dengan logo lain yang terbuat dari tempurung kelapa atau dalam bahasa lokal disebut 'logo tanding'. Permainan ini juga menggunakan sebuah alat yang disebut panapak atau campa. Bentuknya seperti alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 sentimeter (cm) dan lebar 2 cm. Fungsi alat ini untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain.

Cara memasang logo adalah dengan mendirikannya secara berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Inti dari permainan ini adalah keterampilan memainkan logo untuk merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan adalah yang keluar sebagai pemenang.

Pada akhir permainan, pihak yang menang disebut dengan 'janggut'. Pemenang boleh mengelus-elus bagian dagu atau janggut pihak lawan yang kalah sambil berulang-ulang meneriakkan “janggut-janggut”.

Permainan ini sering dilakukan masyarakat Banjar hingga tahun 1980-an. Namun, sekarang pemerintah daerah sedang gencar mengadakan pertandingan balogo untuk tetap melestarikan permainan tradisional yang masih bertahan ini.


4. Baluba

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Denah Lapangan Baluba

Baluba adalah salah satu jenis permainan rakyat daerah Sumbawa yang dipungut dari desa Lape Kecamatan Sumbawa. Luba adalah bagian bawah dari tempurung kelapa. Baluba berarti bermain dengan luba.

Dalam permainan ini tiap pemain membawa sebuah tuba. Alat ini terbuat dari bagian bawah tempurung kelapa berbentuk bulat sebesar tutup gelas. Garis tengahnya ± 5 cm. Sebelum dipakai dalam permainan ini, luba dihaluskan dulu, dengan menghilangkan sabut-sabut yang masih melekat.

Tempat bermain adalah sebuah kotak yang bentuknya bujur sangkar. Di tengah-tengah kotak bujur sangkar ini ditentukan sebuah titik yang ditarik garis tengah yang membelah arena menjadi dua bagian. Kotak ini dibuat di atas tanah dengan kapur atau cukup digaris saja dengan sepotong kayu atau benda keras lainnya. Panjang sisi-sisinya ± 5 jengkal, dengan garis ongal (garis start) berjarak sekali Jompat ditambah I - 2 jengkal.

Prinsip permainan ini adalah membawa luba dari garis ongal melewati kotak permainan. Cara membawa luba ini dilakukan dengan beberapa macam gerakan. Dari yang sederhana dan mudah sampai kepada yang sulit. Di tengah-tengah kotak permainan diletakkan luba pihak masang. Luba entek harus dapat mengenai luba masang. 


5. Baluan Dara

Baluan dara berasal dari kata "Dara" yang berarti burung dan "baluan" berarti memperoleh. Baluan Dara adalah salah satu jenis permainan rakyat yang berasal dari Kampung Talaga Ngembang, Desa Lembuak, Kec. Narmada Kab, Lombok Barat. Permainan ii terdapat unsur-unsur magis yang sangat besar perananannya. Karena tidak ada seekor buruh yang dilepas tanpa disertai dengan mantra-mantra ataupun ramuan dari benda-benda magis. Tujuan dari permainan ini adalah untuk hiburan belaka. Namun, dalam perkembangannya permainnan ini dijadikan sebagai sarana perjudian. 

Cara bermainnya adalah pemain menyiapkan kurungan burung. Tiap kurungan berisi "sepacek" (sepasang) burung dara. Burung yang telah dimasukkan dalam kurungan tadi dibawa ke lapangan. Pelepasan dilakukan dengan membuka pintu yang terletak di bagian alas. Ini disebut Ngelolosan. Lalu burung-burung tadi diusir dengan ranting-ranting daun agar terbang. Biasanya dalam beberap menit burung-burung dara tadi sudah berada di angkasa dalam kelompok antara 20-60 ekor. Jumlahnya itu merupakan gabungan dari beberapa pemilik burung dara. Pada saat-saat itu para pemilik tinggal menikmati dari bawah sambil mendengarkan suara merdu yang keluar dari sundari burung-burungnya. Ketika burung-burung dara itu akan turun. Mereka terbang makin lama makin rendah dan siap akan berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Terkadang juga ada yang tidak pulang melainkan mengikuti kelompok burung dara lain, ini disebut "katut". Dalam hal ini maka ada 2 hukum permainan. Apabila sudah ada perjanjian sebelumnya maka burung yang ikut tadi menjadi milik dari yang diikuti. Apabila belum ada perjanjian, burung itu akan dikembalikan ke pemiliknya.


6. Bawi Ketik

Bawi Ketik merupakan salah satu jenis pernainan rakyat daerah Lombok yang dipungut dari desa Pejangggik, kecamatan Praya, Kabupaten Lornbok Tengah. "Bawi" berarti babi. dan "ketik" berarti menendang ke belakang dan ke sarnping. Inti permainan inimenggambarkan seekor babi yang melindungi anaknya dari serangan para pemburu, dengan cara menendang (ketik) lawannya.

Permainan ini dimainkan oleh anak-anak laki-laki yang berumur antara 6 - 14 tahun. Pemainnya ini hanya untuk anak laki-laki saja, karena berburu adalah pekerjaan laki-laki. Jumlah pemainnya 6 - 12 orang. Permainan ini memakai " pupaq" (rumput) sebagai alat pengambil undian, dan batu kecil, masing-masing sebuah untuk tiap pemain, sebagai telur.

Sebelum permainan dimulai, ditentukan dulu siapa yang boleh bermain. Yang dilihat adalah besamya badan. Yang bertindak memimpin pemilihan pemain ini adalah salah seorang anak diantara mereka yang dianggap sebagai "'pencaq." Kegiatan berikutnya adalah mengambil undian. Caranya, pencaq mengambil pencaq (rumput) sesuai dengan jumlah pemain. Panjang pencaq ± 5 - 7cm. Salah satu pencaq dipilih yang "jabut." Sehingga yang kelibatnn pangkalnya saja. Sedang bagian jabut akan tersembunyi dalam genggaman kemudian pemain mencabut batu-batu. Siapa yang mendapat mencabut dia yang menjadi babi. Lainnya menjadi pemburu. Pada waktu pencabutan undi pupaq-pupaq tadi digenggam oleh pencaq dengan cara terbalik. 


7. Begasingan

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Begasingan merupakan salah satu permainan tradisional dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Permainan ini hampir sama dengan daerah lainnya. Di Jakarta disebut gasing. Di beberapa daerah lain antara lain, begasing di Kalimantan Timur, apiong di Maluku, Piong di Sulawesi Utara, manggasing di Sulawesi Selatan, dan Panggal di Jawa Barat.

Begasingan terbuat dari bahan kayu yang dibentuk sedemikian rupa sesuai tradisi daerah asal, diberi tali cukup panjang dililitkan dileher begasing. Tali dililitkan rapi hingga habis.

Cara bermain - Permainan begasingan dapat dimainkan oleh dua orang. Pemain pertama di sebut pemukul lebih dikenal dengan istilah penakek pematok, sementara pemain kedua, pemain yang dipukul dikenal dengan istilah pelepas, ngejang atau masang. Permainan ini diawali dengan menggulung tali secara rapi pada leher begasingan. Pemain yang dipukul melepaskan begasingan dengan cara melempar ke tanah. Kemudian Pemain pemukul melepas begasingan hingga mengenai begasingan yang dipukul. Pemain yang dinyatakan sebagai pemenang adalah pemain yang begasingannya bertahan dan tetap berputar walaupun terkena pukulan.


8. Begatrik

"Begatrik" adalah salah satu jenis Permainan Rakyat Daerah Lombok. Dipungut dari Kampung Mambe, desa Monjok, Kecamatan Mataram, Kabupaten Lombok Barat. Begatrik berasal dari kata gatrik yang berarti menyentuh. Di daerah Lombok Tengah permainan ini disebut "Main Acet". "Acet" mengandung pengertian batu pelempar yang dipakai dalam permainan ini.

Peserta permainan Begatrik terdiri dari anak-anak dan remaja. Semuanya laki-laki. Pemain merupakan kelompok atau regu yang terdiri dari 2 sampai 5 pasang, bahkan lebih. Masing-masing anak memiliki sebuah " katuq" atau "acet" . Katuk atau acet berupa batu yang bentuknya pipih. Peralatan lain adalah yang disebut "batu Bulan". Batu Bulan adalah sebuah batu yang ditempatkan pada ujung bagian lain dari lapangan permainan. Batu Bulan ini nantinya akan menjadi sasaran lemparan dengan menggunakan alat yang disebut katuq tadi.

Sebelum permainan dimulai tiap calon pemain telah menyiapkan masing-masing sebu'ah katuq. Biasanya katuq ini dipilih oleh nereka sendiri dari batu kali. Yang dipilih adalah batu yang bisa meluncur dengan baik, yang dalam bahasa daerah disebut "masor". Sesudah itu mereka memasang batu bulan yang sekaligus berarti menentukan batas daerah permainan. Kemudian mereka membentuk kelompok dengan cara tiap anak mencari pasangan yang seimbang dengannya. Caranya dengan berpegangan tangan, dan berdiri berderet. Keseimbangan terutama dilihat dari besar badannya. Karena dalam pelaksanaan permainan dan pelaksanaan hukuman mereka akan saling "Senggeq" (gendong). Setelah masing-masing kelompok siap, Jalu dibuat "gowet" yaitu garis awal dari mana lemparan permulaan harus dilakukan. Jarak antara gowet dengan batu bulan ditentukan berdasarkan perjanjian. Biasanya sekitar 10 atau 15 langkah. Dengan berpatokan pada batu bulan, dibuat juga sebuah pris sejajar dengan gowet, yang disebut "garis mati", yaitu sebuah garis batas yang menentukan apakah katuq mati atau hidup.

Aturan pennainan :
  1. Lemparan dikatakan "hidup" apabila tidak melewati garis aban (garis batu). Pengertian melewati termasuk menyentuh garis aban.
  2. Lemparan yang melewati atau menyentuh garis berarti "mati".
  3. Lempann yang dapat menjatuhkan batu bulan mendapat hadiah khusus di "Senggeq" 3 kali bolak balik dari garis gowet ke garis aban. 
  4. "Sikut" adalah pengertian bahwa katuq berada paling dekat dengan batu bulan.
  5. "Sapih" (seri) terjadi apabila dalam penghitungan terakhir setelah nyikut, terjadi sama. Misalnya regu A dapat menjatuhkan batu bulan, sedang regu B "Sikut" ( dalam pengukuran katuqnya lebih dekat dengan batu bulan). Kedua contoh di atas nilainya Sama. Tentunya nilai A dan B sama. Bisa juga sapih apabila sama-sama menjatuhkan dalam jumlah yang sama.
  6. "Gatrik" adalah berbasilnya lemparan mengenai sasaran yakni katuq lawan.
  7. Kemenangan ditentukan oleh hasil total seluruh anggota regu

9. Bejangkrikan

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Permainan Bejangkrikan atau adu jangkrik merupakan permainan yang ada di daerah Lombok. Permainan ini diadaptasi dari cankranegara, Mataram. Awalnya permainan ini digunakan sebagai sarana untuk hiburan semata terutama untuk anak-anak seperti melatih anak-anak dalam memelihara dan melatih jangkrik. Namun saat ini permainan tersebut digunakan sebagai sarana perjudian.

Sebagian masyrakat percaya jika roh dan benda-benda di alam sangat berperan dalam mengadu jangkrik. Pada waktu "nginte" (mencari jangkrik), diperlukan lampu minyak tanah atau obor. Untuk menyimpan hasilnya diperlukan "Penabingan," yaitu kurungan jangkrik yang dipergunakan khusus pada waktu nginte.

Penabingan ini terdiri dari beberapa kurungan kecil yang disusun jadi satu, dengan cara ditusuk dengan bambu. Sebelum pertandingan adu jangrik dimulai dua ekor jangkrik yang akan diadu diseimbangkan lebih dulu. Harus seimbang besarnya.Ketika permainan jangkrik dinyatakan kalah apabila jangkrik tiga kali lari berbalik dari arena perkelahian, tidak mau "ngering" (berbunyi), dan patah paha besar.


10. Belanjakan

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Permainan Belanjakan adalah permainan dengan menendang pakai tumit atau telapak kaki untuk menyerang lawan. Permainan ini berasal dari masyarakat di Lombok Timur. Permainan ini dipertandingkan semata-mata untuk hiburan. Pemainnya berasal dari orang laki-laki dewasa antar desa. Pelaksanaannya di tempat terbuka, lapangan, sawah kering dan lain-lain. Pemain ditunjuk pada saat pertandingan diadakan.

Cara bermain - Awalnya rombongan dari beberapa desa datang ke arena pertandingan dan mengambil tempat pada salah satu sisi sesuai arah angin (barat-selatan, timur-barat). Pemain di sisi barat akan dipertemukan dengan lawan di sisi timur, pemain sisi utara akan dipertemukan dengan lawan di sisi selatan dan seterusnya. Permainan dipimpin oleh pengembar. Pengembar biasanya adalah pimpinan atau ketua kelompok masing-masing. Pada saat pengembar sisi barat telah mendapatkan jago dan telah masuk arena. Jago yang masuk arena biasanya memberi isyarat tantangan dengan menghentak-hentakkan kaki. Maka pengembar sisi timur harus mencari jago yang seimbang. Dalam permainan ini pemain sekaligus juga penonton. Jika kedua jago sudah merasa cocok, maka permainan dapat dilaksanakan. Tetapi bila salah satunya merasa takut atau keder, maka dibolehkan untuk mundur. Setelah ada kecocokan, maka keduanya berada di arena lalu gumbang yaitu semacam sesumbar. Selanjutnya wasit akan memeriksa jari pemain, karena pemain tidak boleh memanjangkan kuku, tidak boleh menggunakan cincin atau barang/benda yang dapat membahayakan lawan. Pakaian yang boleh dikenakan hanyalah bekancut yaitu semacam cawat dari kain. Wasit juga menyampaikan peraturan pertandingan termasuk larangan dan peringatan.

Pada saat permainan dimulai, pemain mulai saling tendang, saling sepak dan saling menghindar serta menepis. Pemain diperkenankan menangkap kaki lawan, menyepak dan melempar tubuh lawan kemana saja. Tindakan pemain harus berhenti ketika lawan berteriak "cop" yang artinya berhenti. Jika tidak ada yang menyerah, maka wasit bisa menghentikan permainan dengan mengatakan "sapih" yang artinya sama kuat.

Penentuan Pemenang
  1. Untuk menentukan pemenang dalam permainan ini adalah:
  2. Pemain dinyatakan kalah apabila mengucapkan cop lebih dari tiga kali
  3. Pemain dinyatakan kalah jika mengucapkan cop lebih banyak dari lawannya
  4. Pemain dinyatakan kalah jika telah menyatakan menyerah
  5. Pemain dinyatakan kalah jika melakukan kecurangan

11. Belompongan

Belompongan adalah permainan melemparkan bola dengan cara menyusur tanah ke sasaran. Belompongan atau Begelompong berasal dari kata Belompong atau yang artinya menggelinding, karena dalam bagian permainan ini ada yang harus menggelindingkan bola ke arah tonggak. 

Belompongan merupakan salah satu permainan anak-anak yang berasal dari Nusa Tenggara Barat, jelasnya berasal dari Lombok. Pada awalnya dahulu, permainan ini merupakan aktivitas untuk mengisi waktu senggang setelah menyelesaikan kegiatan sehari-hari dan biasanya dimainkan pada siang atau sore hari. Alat yang digunakan sebagai bola adalah buah jeruk muda yang sebesar bola tenis, karena kondisi buah keras maka untuk melunakan agar tidak berbahaya jeruk tersebut terlebih dahulu dibakar dalam sekam. Selain jeruk dapat pula digunakan kulit pisang kering yang digulung-gulung membentuk bola lalu diikat ini biasa disebut Keraras atau dapat pula dibuat dari sobekan kain bekas yang digulung-gulung lalu diikat.


12. Berapan Kebo

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Barapan kebo adalah event tradisional para sandro, Joki dan Kerbau terbagus saat tiba musim tanam sumbawa. Tradisi Barapan Kebo tidak hanya diselenggarakan di Pamulung akan tetapi eksis juga di Desa Moyo Hulu, Desa Senampar, Desa Poto, Desa Lengas, Desa Batu Bangka, Desa Maronge hingga Desa Utan sebagai event budaya khas Sumbawa.
 
Barapan Kebo atau Karapan Kerbau ala Sumbawa ini diselenggarakan pada awal musim tanam padi. Lokasi atau arena Barapan Kebo adalah sawah yang telah basah atau sudah digenangi air sebatas lutut. Perlakuan pemilik kerbau jargon Barapan Kebo sama seperti perlakuan audisi Main Jaran. Kerbau-kerbau peserta dikumpulkan 3 hari atau 4 hari sebelum event budaya ini digelar, untuk diukur tinggi dan usianya. Hal ini dimaksudkan, agar dapat ditentukan dalam kelas apa kerbau-kerbau tersebut dapat dilombahkan. Durasi atau lamanya event adalah ditentukan dari seberapa banyak jargon Kerbau yang ikut dalam event budaya Barapan Kebo.
  
Hal-hal yang membuat jauh berbeda dari Karapan Sapi Madura atau Mekepung di Bali adalah pentas para sandro adu ilmu, dan para joki  adu kumbar, saat "Sakak" tongkat magis Sandro Penghalang dapat tersentuh oleh kekuatan lari sang kerbau dengan bantuan  Sandro back-up joki dan kerbau peserta.

Pasangan kerbau yang berhasil meraih juara adalah pasangan kerbau tercepat mencapai tujuan sekalian dapat menyentuh atau menjatuhkan kayu pancang tanda finish yang disebut dengan Sakak.
 
Istilah-istilah yang digunakan dalam budaya Barapan Kebo:
  • Noga : adalah kayu penjepit leher penyatu sepasang jargon Barapan.
  • Kareng : adalah tempat berdiri atau bilah pijakan kaki sang joki barapan yang dirakit berbentuk segitiga.
  • Mangkar : adalah pelecut atau pecut pemacu kerbau Jargon.
  • Sandro : adalah Sebutan untuk orang-orang sakti dengan ilmu supranatural ala sumbawa yang dimiliki dengan pakaian khas berwarna serba hitam.
  • Lawas : adalah lantunan syair pantun daerah sumbawa yang dilakukan diantara terikan kemenangan sang joki, saat kerbaunya mampu menyentuh dan menjatuhkan tanpa sedikitpun terjatuh dari kareng-nya.
  • Ngumang : adalah sesumbar kemenangan sebagai pemikat wanita penonton barapan dan merayu-rayu dengan lantunan lawas yang dikuasainya.

13. Berempuk

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Barempuk disebut juga permainan baranak bawi. Barempuk berarti saling rempuk atau saling memukul antara dua orang laki-laki yang besar dan kekuatannya berimbang dengan masing-masing mengepalkan tangkai bulir padi yang telah di potong di sawah.

Permainan ini biasanya di lakukan di dalam sawah pada waktu para petani sedang memanen padinya dengan mengundang orang banyak. Biasanya pada pinggir sawah yang akan menjadi arena barempuk dipasang bendera sebagai tanda bahwa akan diadakan permainan barempuk. Sehingga orang yang melihatnya akan berbondong-bondong untuk datang, maka acara panen  di sawah itupun menjadi ramai. Jadi biasanya permainan ini dilaksanakan pada saat panen raya atau mata rame. Meskipun permainannya dilakukan dengan cara saling memukul namun tetap dalam suasana kegembiraan, sehingga bukanlah suatu perkelahian.

Umumnya permainan barempuk ini hanyalah sebagi selingan untuk mengisi istirahat dalam kegiatan mata rame tersebut. Adapun alat perlengkapan barempuk yaitu :
  • Bulir padi dan tangkainya yang baru saja di potong dengan menggunakan rangap atau ani-ani sebanyak segenggam di pegang oleh kedua tangan pemain. Bulir padi ini di fungsikan sebagai pelapis atau pembalut tangan serta alat untuk memukul.
  • Tau basangela adalah seorang laki-laki yang di pilih di antara petani yang sedang melakukan mata rame di tempat itu.
Aturan permainan barempuk di awali dengan ngumangnya seorang laki-laki sambil mengenggam batang bulir padi ke dalam arena permainan untuk mencari lawan mainnya. Jika di antara yang hadir di tempat itu bersedia menjadi lawannya, maka iapun memasuki arena sambil ngumang pula. Permainan barempuk baru dimulai jika orang yang memimpin permainan memberikan aba-aba mulai dan permainan berakhir jika pemimpin permainan menyatakan berhenti.

Selama permainan berlangsung, pemain tidak boleh menggigit lawan mainnya. Pemain harus tetap menggenggam jerami atau batang bulir padi pada kedua tangannya. Bagian badan yang boleh di pukul adalah dari perut ke atas. Setelah kedua pemain di pisahkan oleh tau basangela, maka tidak boleh ada pemain yang menyerang lawannya. (sumber: https://sumbawakab.go.id/barempuk.html)


14. Dengkleng atau Engklek

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Permainan dengkleng adalah permainan yang memerlukan keseimbangan yaitu melompat dengan satu kaki melewati kotak-kotak dengan langkah-langkah dan aturan tertentu, Kotak-kotak itu berisi nomor-nomor yang harus dilewati. Dengkleng adalah permainan tradisional yang dapat ditemui di Lingkungan Sebok, Kelurahan Dalam, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Langkah-langkah dalam permainan dengkleng yaitu setiap kotak harus dilewati satu persatu dengan cara melemparkan batu atau pecahan keramik sebagai tanda dengan syarat tidak boleh menginjak kotak yang ada batunya, begitu seterusnya hingga ke puncak yaitu angka 9. Apabila permainan telah selesai ke angka 9, pemain boleh memilih kotak yang boleh disinggahi atau diiinjak dengan cara memilihnya dengan melempar batu, lalu ditandai dengan gambar bintang. Apabila kotak sudah penuh dengan bintang (kecuali angka 9) maka permainan dianggap selesai dan pemain yang dianggap menang apabila mempunyai banyak bintang di setiap kotaknya.


15. Egrang

Egrang adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang sendiri diperkirakan berasal dari Bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. 

Egrang atau jangkungan (Jawa Barat) adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti: sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.

Cara Bermain: Kedua kaki menginjak titian yang terdapat pada masing masing bambu, kemudian langsung dibgunakan untuk berjalan.


16. Jumpring

Permainan Jumpring merupakan salah satu bentuk permainan tradisional anak anak yang dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Permaianan ini umumnya dilakukan oleh anak laki-laki yang berumur 6 - 12 tahun dan diikuti oleh 10 anak.

Cara bermain Jumpring adalah dengan berkumpul dan membentuk lingkaran. Para pemain mengangkat tangan secara terbuka dan serentak ditelungkupkan ke tanah, kemudian pimpinan menuding dengan telunjuk mengikuti irama lagu dan bagi anak yang tertunjuk pada saat lagu berakhir maka tangan disembunyikan dan tidak ikut lagu selanjutnya. Demikian seterusnya sampai tinggal dua anak untuk menentukan siapa yang akan menjadi pencari dan yang lain bersembunyi di rumah atau bale yang telah dibuat sebelumnya baik dari batu, patok dan lain lainnya.

Si pencari menunggu sampai terdengar suara maan yang menandakan anak yang bersembunyi siap dicari. Anak yang bersembunyi mencari kelengahan pencari untuk kembali ke bale atau rumah. Permainan Jumpring ini dikenal dengan nama lain petak umpet. Permainan ini biasanya dimainkan sore hari oleh anak anak sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang mereka.


17. Karachi / Karaci

Karaci berarti mepukul dengan kayu bertubi-tubi dan sekuat tenaga. Pada dasarnya permainan ini merupakan ajang mengadu kekuatan tenaga dalam untuk menyeleksi laskar Balacucuk (bala tentara kerajaan Sumbawa). Mereka merupakan laskar kerajaan Sumbawa yang mempertunjukkan kebolehannya saling pukul dengan rotan dengan menggunakan tameng dan pembalut tubuh. Awal keberadaannya dimulai sejak berdirinya kesultanan Sumbawa di abad ke 16 sampai dengan masa kesultanan berakhir Tahun 1958. Namun demikian permainan Karaci masih dihidupkan sekarang ini di desa Kakiang Kecamatan Moyohilir.

Sebagai permainan kekerasan, Karaci bertumpu pada kekuatan tenaga dalam yang diajarkan oleh orang-orang tertentu. Dua orang laki-laki dipertemukan untuk saling memukul di tengah arena bersenjatakan rotan sepanjang 1 meter menggunakan tameng dari kulit menjangan yang diberi rangka kayu untuk menjaga diri dari pukulan lawan yang bertubi-tubi. Kedua belah fihak dijaga dan dilindungi oleh seorang dukun (Sandro).

Permainan diawali oleh seorang pemuda menari-nari ke tengah arena mencari penantang. Apabila ada yang berani menantang, dia juga harus menari-nari di tengah arena dan apabila sudah saling setuju, kedua pemain didandani dengan membalutkan pelindung tubuh dari pukulan yang berbahaya. Bagaikan dua petinju di atas ring, mereka dipertemukan dengan gaya yang khas, lalu mulailah mereka saling memukul, namun tameng menjadi penghadang yang melindungi tubuhnya dari pukulan keras. Apabila pemain tidak trampil menggunakan tameng, maka fatallah akibatnya bila pukulan kayu mengenai kepala. Namun hal itu belum pernah terjadi sepanjang sejarahnya, kecuali kalau ada pemain yang angkuh dan sombong. Permainan akan berakhir apabila juri melerainya dengan menggunakan galah bambu yang panjang. (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/karaci-permainan-adu-ketangkasan/)


18. Kideng

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Kideng adalah salah satu jenis permainan rakyat daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Cara memainkannya sederhana, hanya dengan menutup mata sambil menebak seseorang yang berada didalam lingkaran.

Permainan kideng, membutuhkan selembar kain. Dulu biasanya memakai sarung yang digulung sebagai penutup mata. Sekarang, kita bisa menggunakan sapu tangan atau sepotong kain. Jangan lupa pastikan kain yang digunakan penutup mata tidak transparan.

Permainan dimulai dengan berjalan melingkar, sambil menyanyikan lagu 'kidung' bersamaan dengan berakhirnya lagu, mereka serempak duduk berjongkok.

Dengan berjalan melingkar tadi sudah terjadi perubahan posisi dari posisi pertama, sehingga tidak mudah untuk ditebak. Selanjutnya, yang 'jadi' mulai mendekati salah seorang pemain dan mulai meraba-raba untuk mengenal siapa yang sedang ditebak. Sampai disini situasi sangat hening.

Cara menebaknya adalah dengan menghafal ciri-ciri teman tersebut dapat berupa rambutnya, bajunya, hidungnya, dan lain-lain. Kalau yang 'jadi' tepat tebakannya maka ia digantikan oleh yang ditebak.


19. Kolo

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Pernainan ini bemama "Kolo" dipungut dari Kampung Bukit Tinggi, Desa Seketeng, Kecamatan Swnbawa, Kabupaten Sumbawa. "Kolo" berarti burung. Tetapi sebenarnya nama pernainan ini berasal dari kara "Ku-Olo" yang artinya taruh. Nama inilah yang lebih tepat. Sebab jika dalam pernainan ini salah seorang pemain dapat mengatur/menaruh batu-batu yang dipakai sebagai alat pernainan, ia harus meneriakkan kata: "Ku - Olo." Kata "Ku - Olo" ini dalam pengucapan yang cepat terdengar seperti berbunyi "Kolo". Jadi jelas bahwa pernainan ini tidak ada hubungannya dengan "Kolo" dalam arti burung. 

Untuk bermain Kolo diperlukan beberapa pecahan genteng yang disebut "telawe" dan sebuah bola karet. Bisa juga menggunakan "bal kerik" yaitu bola yang dibuat dari serpih-serpih kain, atau "bal keraras" yaitu bola yang dibuat dari daun pisang kering, atau dapat juga dari kertas.

Setelah diketahui siapa yang menang dan yang kalah dalam sut, maka pihak yang menang memegang bola, pihak yang kalah berjaga agak jauh dari susunan telawe. Kemudian pemegang bola melempar tumpukan telawe. Lemparannya diusahakan mengenai telawe, tetapi tidak terlalu berserakan. Karena Kalau terlalu berserakan merugikan diri sendiri. Jika menggunakan lingkaran, waktu melempar sebagian besar telawe harus berada di luar lingkaran. Kalau lebih banyak yang berada di dalam lingkaran, lemparan diulang. 

Sesudah telawe berjatuhan/berserakan, dan bola terlempar, maka pihak "entek" berusaha menyusun kembali telawe yang berserakan tadi. Sementara itu pihak "masang" berusaha mengambil bola yang terlempar tadi, kemudian bola tersebut harus dilemparkan ke salah seorang lawannya. Jika lemparannya kena maka pada saat itu status kedua regu bertukar. Pihak yang kena lempar harus mengambil bola tersebut dan dilemparkan ke arah lawannya. Sedang yang lain harus berusaha mengatur telawe yang berserakan tadi.

Jika salah seorang anggota regu bisa menyusun telawe tadi maka ia harus berteriak "Kolo" yang berarti regunya menang. Yang kalah dihukum temboko yaitu mengangkat lawannya di atas punggung, menuju ke tempat yang telah disepakati bersama. Demikian permainan ini dilakukan terus menerus sampai mereka lelah.


20. Kudung

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

"Kudung" adalah salah satu jenis permainan rakyat daerah Lombok. Kudung berarti tutup, dinamakan kudung karena dalam permainan ini pihak penjaga selalu berusaha menutup jalan agar lawannya tidak bisa lolos. Pernainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak yang berumur antara 6 - 12 tahun. Bisa laki-laki saja, atau perempuan saja. Dahulu pernah dilakukan secara campuran. Jumlah pemainnya antara 4 sampai 8 orang.

Untuk melakukan permainan ini diperlukan arena permainan yang berbentuk sebuah lingkaran, atau dua buah lingkaran yang dihubungkan dengan semacam lorong.

Permainan dilakukan dengan menunjuk anak yang paling besar untuk "jadi" terlebih dulu. Pengertian jadi di sini adalah mereka yang berada di luar lingkaran, dan baru boleh masuk apabila dapat menyambar/menyentuh salah seorang yang berada di dalam lingkara. Anak yang jadi ini disebut juga "Kudung." Sebelum permainan dimulai kudung membuat lingkaran di tanah dengan menggunakan kakinya. Untuk membuat garis dapat juga menggunakan kakinya. Untuk membuat garis dapat juga menggunakan air. Dahulu permainan ini sering dilakukan di sawah-sawah sehabis panen. Jika dilakukan di sawah, maka garis batasnya dibuat dari jerami yang dibakar. Setelah itu baru permainan dimulai. Di Sakra, tidak dilakukan penunjukkan tetapi dengan sut terlebih dahhlu, untuk menentukan siapa yang jadi.

Aturan permainan - Setelah permainan dimulai, setiap pemain harus memperhatikan aturan-aturan permainnya yaitu:
  1. Kudung harus berusaha menyentuh tubuh atau bagian-bagian tubuh yang lain dengan menggunakan tangannya. Pengertian bagian tubuh di sini termasuk pakaiannya.
  2. Pada waktu menyentuh, kaki harus sepenuhnya berada di luar lingkaran.
  3. Pemain yang di dalam tidak boleh keluar dari garis batas. Kalau keluar disebut "kejemplung." Pemain yang kejemplung berarti jadi.

21. Lunglungse

Lunglungse atau juga biasa disebut liq lingse adalah permainan asal desa Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat yang umumnya dimainkan oleh perempuan, tetapi terkadang anak laki-laki juga memainkannya. Permainan ini dilakukan di tanah lapang, sementar alat yang digunakan adalah: Kayu, pecahan genteng atau batu keci sebagai parang, dan setengah ikat padi sebagai memet.

Cara bermaian - Dua orang anak membuat terowongan dan saling berpegangan kedua belah tangan lalu diangkat sedikit diatas kepala. Permainan ini dilakukan sambil menyanyikan lagu lunglungse. Selesai dari kalimat Kanak mudi bau sopoq yang artinya anak dibelakang tertangkap satu, anak pada urutan barisan paling belakang lalu ditahan, dan ikut bergabung dengan pihak penangkap. Dan akan ditanyakan oleh penangkap Bulan apa bintang? untuk menentukan anak yang tertngkap tersebut masuk kedalam kelompok yang mana. Tetapi nama kelompok juga bisa menggunakan nama lain selain bulan dan bintang. 

Lalu semua pemain saling memegang pinggang kelompoknya dan anak paling depan antara dua kelompok saling tarik-menarik sampai ada yang melewati batas yang ditentukan atau lawannya jatuh ketanah yang akan dianggap kalah. Ketua kelompok yang kalah dijadikan penjual bateq (parang) dan anak buahnya bergabung dengan tim yang menang. Ketua tim lawan akan berdialog kepada penjual bateq dan dilanjutkan dengan mencari kucing yang telah melarikan ikan asin dengan cara berdiri dan merengangkan kaki mereka. Penjual bateq berdiri dengan posisi yang sama dimuka barisan lalu melempar parang melalui celah kaki pembeli. Dan yang kakinya terkena adalah si kucing yang nantinya akan dihukum berjalan sambil menelungkupkan badannya, sedangkan anak-anak lain membuka kedua tangannya dan meletakkan tangan mereka dipunggung si kucing. Anak yang bertindak sebagi pemimpin menyerahkan batu kecil mengelilingi semua pemain dan saat lagu berhenti mereka menggenggam batu sambil menaruh didepan mulut mereka, dan si kucing harus menebak siapa pemegang batu tersebut, jika berhasil menebak si pemegang batu akan menggantikan posisi si kucing, dan jika si kucing salah menebak, dia harus mengulangi menelungkupkan badan dan menebak siapa pemegang batu tersebut.


22. Maleang

Permainan ini dipungut dari desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Malenga berasal dari kata "maleq" yang artinya kerja. Malenga berarti mengejar. Permainan Malenga ini pada dasarnya hampir sama dengan Karapan Sani di Madura atau Barapan Kebo di Sumbawa.

Maleang diikuti oleh para petani yang memiliki sapi yang cukup kuat dan bagus. Penunggangnya juga harus terampil dan tangkas. Para peserta ini diundang seminggu sebelunnya seperti undangan pesta. Karena memang nantinya mereka akan dijamu makan minum seperti pada jamuan pesta. Dalam satu kali permainan Maleang dapat diikuti oleh berpuluh-puluh pasang sapi. Para peserta tidak hanya berasal dari desa sendiri, bahkan lebih banyak dari desa lain. Karena semua desa di sekitarnya akan diundang. 

Aturan pernainan - Aturan permainannya sederhana sekali. Bahkan sebetulnya hanya merupakan semacam parade saja, dalam bahasa Sasak disebut "Bedelok" (= beriring-iringan). Beberapa ketentuan/peraturan yang perlu diperhatikan adalah :
  1. Sikap sapi waktu berlari harus tangkas.
  2. Larinya harus lurus.
  3. Setiap peserta harus melewati pelengkungan.
  4. Pada waktu memasuki pelengkungan harus lari secepat-cepatnya.
  5. Tidak boleh menabrak atau menyentuh pelengkungan.

23. Manuk Kurung

Manuk  kurung merupakan permainan yang berasal dari suku sasak, Nusa Tenggara Barat. Manuk  kurung  berarti ayam  kurungan. Permainan  ini  dilakukan oleh anak laki -laki yang dilakukan sekedar hiburan disaat luang.

Sebelum permainan dimulai, anak anak akan membentuk suatu sekelompok  dengan mencari pasangan  masing-masing. Lalu  mereka melakukan undian. Pemenang undian menjadi satu kelompok, demikian pula yang kalah. Masing-masing regu menunjuk ketuanya yang disebut pekembar. Kemudian setiap regu bersembunyi untuk memilih pemain yang berperan sebagai ayam. Setelah terpilih, lalu dikurung dengan sarung, kemudian kedua  ketua (pekembar) membawa ayam yang terkurung ke arena. 

Si ayam dalam kurungan mengelabui  lawan  dengan  mengembangkan kain sarung lebih besar. Biasanya anak yang bentuk badannya diketahui oleh lawan tidak akan ditunjuk. Kedua pekembar berdialog sekitar ayam dari mana, keturunana berapa kali diadu, makanannya dan sebagainya. Selesai berdialog, masing - masing disuruh berkokok. Biasanya ayam mengubah suaranya supaya tidak  dikenal. Setelah  berkokok, masing-masing ketua (pekembar) menebak siapa yang menajadi ayam. Jika tertebak, maka si ayam menajdi anggota regu penebak. Kalau tidak tertebak, masih tetap anggota regu  asal.

Jika kedua tebakan adalah tepat, maka terjadi seri atau maisng - masing kembali pada regunya. Permainan itu diulang sampai salah satu regu habis anggotanya atau kalah. Regu yang kalah harus menggendong pemenang pada jarak yang disepakati sebelumnya. Permainan manuk kurung dapat membuat penonton tersenyum sebab yang dibungkus di dalam sarung bukan manuk (ayam) tetapi manusia.


24. Mpa’a Bente

Mpa’a bente merupakan permainan yang di daerah lain disebut bentengan. Dalam permainan ini anak-anak dibagi menjadi dua regu. Masing masing regu akan mengambil jarak 10-15 meter. Tiap regu harus menjaga dua bua batu yang diletakkan sejajar dengan jarak sekitar empat meter. Batu pertama yang berfungsi sebagai benteng dan batu kedua yang berfungsi sebagai penjara.

Pada prinsipnya dalam mpa’a bente setiap pemain diharuskan merebut benteng lawan menangkap pemain lawan dengan cara menyentuh anggota tubuhnya. Pemain yang tertangkap akan ditempatkan di batu kedua yaitu penjara dan baru bisa bebas apabila teman seregu membebaskan dengan menyentuhnya.

Baik penjaga benteng maupun tawanan selama bermain harus menginjak batunya masing-masing. Sebagian penjaga benteng akan keluar benteng untuk merebut benteng lawan atau membebaskan kawan. Permainan hanya berakhir apabila pemain berhasil menginjak batu benteng atau menangkap seluruh pemain lawan. (sumber)


25. Mpa’a Kolo

Mpa’a Kolo salah satu permainan tradisional yang berasal dari NTB yang dimainkan secara beregu, alat yang dibutuhkan adalah sebuah bola yang biasanya dibuat dari gulungan kertas yang diikat dengan gelang karet atau bisa juga berupa bola tenis. Selain itu juga dibutuhkan beberapa potongan genteng bekas yang disusun/ditumpuk dengan agak tinggi serupa bangunan kastil.

Cara bermainnya, pemain yang aktif pertama akan berusaha merobohkan kastil lawan dengan menggelindingkan bola dari jarak tertentu. Apabila kastil roboh, regu pemain akan bergegas berlarian karena regu yang berjaga akan menggunakan bola itu untuk melemparkannya kearah lawan. Pemain dinyatakan menang apabila mereka berhasil menyusun kembali puing-puing kastil yang mereka robohkan tanpa sekalipun terkena hantaman bola dari regu penjaga.

Permainan ini kendati sederhana tetapi sarat akan strategi bermain. Biasanya regu penjaga akan menyamarkan posisi bola agar pemain tidak mengetahui pada siapa bola berada.


26. Mpa’a Lewa Pehe

Mpa’a Lewa Pehe merupakan permainan yang dilakukan oleh dua regu. Kedua regu sama-sama bersembunyi layaknya dua pasukan yang sedang berperang. Senjatanya adalah teriakkan. Anggota regu yang pertama kali menemukan lawan akan meneriakan nama lawan ibaratnya sedang menembakkan pistolnya. Lawan yang sudah ‘ditembak’ itu dinyatakan ‘mati’, tidak aktif lagi dalam permainan karena dikeluarkan dari permainan.

Walaupun lebih sering dimainkan tanpa alat, namun untuk menambah sensasi seru dalam bermain maka para pemain terlebih dahulu membuat sendiri pistol atau senapan dari bahan pelepah pisang atau kayu.

Lewa pehe biasanya dimainkan di kebun atau di bukit dekat perkampungan. Tujuannya agar semakin banyak tempat bersembunyi sehingga sulit ditemukan oleh lawan. Tak jarang anak-anak membuat semacam camo suit dengan bahan dedaunan atau memanjat pohon agar tidak dengan mudah ditemukan. Unsur sportifitas tentunya harus dijunjung oleh pemain agar tidak ada pasukan yang tetap bermain walaupun sudah dinyatakan ‘mati’ oleh peraturan.


27. Mpa’a Ncimi Kolo

Mpa’a Ncimi Kolo atau dikenal juga dengan nama Jaga Pan, atau dalam bahasa Indonesia disebut petak umpet. Permainan ini memiliki banyak varian. Ncimi Kolo merupakan permainan beregu yang masing-masing regu berjumlah 4-8 orang.

Dalam satu sesi bermain, satu regu akan bertugas sebagai jaga yaitu harus mencari anggota regu lain yang bersembunyi. Tentunya terlebih dahulu para pemain menyepakati batasan area persembunyian misalnya dalam lingkup satu RT. Apabila seluruh pemain lawan sudah ditemukan, maka akan ada pergantian tugas antara kedua regu.


28. Mpaa Ngalo Maju

Mpaa Ngalo Maju atau "Nggalo Maju" merupakan permainan yang berasal dari dari kampung Lonco, desa Matua, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu. "Nggalo" berarti "berburu", "Maju" berarti "rusa". Jadi "Nggalo Maju" berarti "berburu rusa" atau "berburu menjangan".

Permainan ini dilakukan oleh anak laki-laki antara umur 7 - 12 tahun, makin banyak makin meriah. Permainan ini hanya dimainkan oleh anak laki-laki, mungkin disebabkan karena kebiasaan berburu menjangan hanya dilakukan oleh orang laki-laki. 

Peralatan/perlengkapan yang dipakai sangat banyak jenisnya; sesuai dengan peralatan yang dipakai dalam berburu. Hanya sudah tentu sifatnya  tiruan semua. Misalnya: buja (tombak), cila (parang). Selain itu dibawa juga alat-alat perbekalan, misalnya "ponda" yaitu tempat air dari buah maja, bungkusan dari daun nipah, (diumpamakan sebagai bekal makanan) dan sebagainya. 

Semua peralatan berbutru disiapkan, dan beberapa orang menjadi "Menjangan". Yang menjadi menjangan pada kepalanya diikatkan tanduk-tandukan dari kayu, atau dari ranting yang menyerupai tanduk menjangan. 

Mula-mula anjing mengejar menjangan. Kalau sudah tertangkap, maka para pemburu yang lain ikut mengeroyok sampai menjangan tersebut tidak berdaya atau tidak dapat melepaskan diri dari keroyokan. Menjangan yang sudah tertangkap ikut di dalam kelompok pemburu, atau diam di suatu tempat. Sedang yang lain mengejar menjangan yang belum tertangkap. Jika sudah tertangkap semua, permainan selesai. Kemudian diulang beberapa kali sampai mereka merasa lelah atau bosan.


29. Mpaa Sila

Mpaa Sila merupakan permainan yang dapat dijumpai di kampung Rasanggaru, Desa Matua, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu. Mpaa Sila berarti main silat. Pengertian main silat di sini adalah dengan "peda" (pedang). Jika dengan tangan kosong disebut Gantao. lstilah Gantao ini mungkin sama dengan Kuntao. Permainan Mpaa Sila selalu dilakukan bersama-sama dengan Gantao. Permainan ini adalah permainan musiman, biasanya dimainkan pada saat upacara perkawinan atau khitanan.

Pesertanya terdiri dari kaum laki-laki, baik para pemuda maupun orang dewasa. Masing-masing pemain memegang sebuah pedang. Untuk Mpaa Sila berlaku peraturan sebagai berikut :
Pukulan boleh dilakukan pada tubuh bagian atas dari pusat sampai ke bahu, dan pada bagian bawah dari telapak kaki sampai ke Iutut.
Pukulan dilakukan dengan menggunakan pedang, dengan cara membabat atau menusuk.
Kekalahan terjadi jika salah seorang menyerah atau kepayahan dan tak sanggup melanjutkan permainan.
Pada Gantao berlaku peraturan yang sama, hanya tidak menggunakan pedang. Sedang perbedaan yang lain nampak bahwa Gantao lebih mengutamakan unsur hiburan. Kadang-kadang pemain membuat gerakan yang lucu sehingga penonton bersorak sorai kegirangan.


30. Mpa’a Tapa Gala

Mpa'a Tapa Gala merupakan sebutan untuk sebuah pernainan di Bima, NTB yang diadopsi dari permainan gobak sodor di daerah jawa. Alat yang digunakan adalah tongkat/batu untuk membuat garis-garis/kotak di tanah. Sedangkan te tempat yang digunakan untuk bermainnya adalah halaman rumah.

Tapa Gala artinya “menghadang lawan atau musuh dengan membentangkan dua lengan”. Mpa’a Tapa Gala berarti jenis permainan menghadang lawan dengan cara membentangkan dua lengan. Sebelum permainan dimulai, dipersiapkan arena atau lapangan yang berbentuk segi empat panjang. Ukurannya disesuaikan dengan jumlah dan usia pemain. Dibagi dalam beberapa kamar atau ruang yang merupakan tempat pemain menghadang lawan.

Pemain dibagi dalam dua regu (kelompok). Setiap regu beranggotakan antara 2-6 orang. Usia pemain sekitar 10-14 tahun. Tetapi dalam kenyataannya para remaja yang berumur lebih dari 14 tahun masih sering bermain Tapa Gala.

Dalam permainan tapa gala, dua regu akan bergiliran menjadi regu yang bermain maupun yang berjaga. Pada prinsipnya pemainan ini dimainkan oleh lima hingga enam orang tiap regu, tapa gala/malacis menggunakan arena berupa garis yang membentuk bidang kotak. 

Permainan berakhir apabila seluruh pemain berhasil menyebrang hingga ke belakang arena dan menginjak sudut atau pojok garis tapa gala arena permainan lalu kembali ke titik asal dengan aman tanpa di sentuh atau di pegang oleh lawan regu yang menjaga setiap posisi penyebrangan. Karena itu permainan ini sangat dibutuhkan kelincahan bergerak agar dapat dengan mudah menangkap lawan atau lolos dari hadangan lawan.


31. Nggalo Wawi

Nggalo Wawi merupakan salah satu jenis pernainan di daerah Dompu, Kampung Banggo Utara, desa Banggo, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu. "nggalo wawi" berarti "berburu babi". Dalam pennainan ini digunakan tombak. Ada 2 (dua) jenis tombak yaitu "buja" (tombak biasa) dan "kabe" (tombak yang bennata), "cila" (parang). Selain itu beberapa ekor anjing berburu.

Pada malam hari para jago keluar rumah dan menunggu babi-babi hutan di dekat sawah yang disiapkan untuk arena pennainan. Sawah yang akan dipakai untuk pennainan ini telah dipersiapkan sebelumnya, dengan jalan memperkuat dan mempertinggi pagar. Sawah ini telah selesai dituai, dan tinggal sisa-sisa beberapa butir padi saja. Adakalanya di sini digunakan anjing untuk menggiring babi hutan itu ke dalam arena, melalui pintu yang sudah disediakan. Setelah babi masuk ke dalam arena biasanya 4 - 5 ekor, pintu kemudian ditutup, dan dijaga oleh jago-jago tadi sampai saat pen.nainan dilaksanakan keesokan harinya.

Keesokan harinya Jago-jago harus dapat membunuh babi-babi hutan tersebut. Boleh dengan tangan kosong, ataupun dengan senjata. Cara membunuh yang paling baik adalah jika dapat dilakukan tanpa senjata. Caranya kedua kaki belakang seekor babi hutan dipegang oleh sang jago kemudian ditendang keras-keras dengan kaki. Kalau memakai senjata tombak, maka tombakan yang baik adalah yang mengenai salah satu ketiak kaki depan. 


32. Ntumbu Tuta

Ntumbu Tuta merupakan permainan asal Desa Ntori, Bima. Ntumbu Tuta adalah tarian adu kepala yang diiringi dengan musik tradisional. Permainan ini turun temurun dari satu keturunan dan tidak bisa dilakukan atau wariskan pada lainnya, tujuannya agar tidak punah dan terus lestari.

Sebelum tarian dimulai, dilakukanlah ritual yakni dengan memberikan air atau mengusap air yang sudah dibacakan doa pada bagian sensitif kepala. Bagi yang sudah diusap dan diajak terlibat bermain, harus beradu kepala. Jika tidak, maka akan mengalami gatal-gatal hingga sepekan, kecuali sang guru mengusapkan lagi air di kepalanya.

Saat Ntumbu Tuta dilakukan, satu sama lain saling membenturkan kepala. Semua awalnya menari-nari diiringi musik tradisional. Setelah itu, dua orang menyiapkan diri mengadu kepala. Posisi menunduk dan memasang kuda-kuda.

Penari Ntumbu Tuta lainnya masih terus mengikuti irama musik, sehingga ada aba-aba siap membenturkan kepalanya. Ada juga diantara mereka yang terlihat tidak puas, hingga tiap besi menjadi sasaran. Meski beradu dengan besi, namun mereka tidak mengalami apa-apa.


33. Panji

''Panji" merupakan salah satu jenis permainan rakyat daerah lombok, desa Barejulet, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Kata Panji mengandung pengertian tikih. Dalam hal ini  seorang tokoh yang dianggap kuat dan berani. Permainan Panji berasal dari seorang tokoh yang terkenal. Menurut ceritera, pada jaman dulu di desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, hidup seorang tokoh, yang diberi nama "Raden Panji Sukarara.". Seperti halnya pada tokoh ceritra Panji umumnya, maka Raden Panji dari sukarela inipun dikagumi dan ditokohkan, karena kejujuran dan keberaniannya. Dengan kata lain ia memiliki sifat-sifat kesatria. 

Unsur utama pennainan ini adalah tendangan. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tendangan itu, yang berlaku sebagai aturan permainannya. Adapun aturannya adalah sebagai berikut: 
  • Bagian badan yang boleh ditendang adalah " tongkel" (pantat).
  • Pemain boleh ditendang hanya pada waktu sedang berdiri, atau sedang duduk tetapi tidak bersila.
  • Tendangan boleh/dapat dilakukan antara Panji dengan pemain, antara pemain dengan pemain.
  • Kecuali pada waktu menendang, para pemain duduk bersila, sedang Panji selalu berdiri.
  • Jika jarak antara pemain yang duduk kurang dari satu depa, maka kedua pemain tersebut boleh ditendang.
  • Panji boleh ditendang beramai-ramai.
  • Tendangan tidak boleh bersifat tendangan sapuan, tetapi harus lurus dari belakang ke muka.
  • Tendangan bisa dilakukan dengan kaki kiri maupun kaki kanan

34. Peresean / Presean

Peresean atau perisean adalah pertarungan antara dua lelaki yang bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras (perisai disebut ende). Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Peresean termasuk dalam seni tari daerah Lombok. Petarung dalam Peresean biasanya disebut pepadu dan wasit disebut pakembar.

Permainan ini sudah dimainkan sejak abad ke-13, berawal dari ritual masyarakat agraris Lombok untuk mendatangkan hujan pada musim kemarau. Sementara sebagai kesenian bela diri, perisean sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran.

Perisean dimulai dengan dua pekembar (wasit) mencari calon petarung atau pepadu dari orang-orang yang datang atau sang pepadu sendiri yang mengajukan diri. Pekembar akan mencari pepadu-pepadu yang seimbang sebelum memulai pertarungan. Pepadu akan menggunakan ikat kepala (saput) dan kain pengikat pinggang (bebadong), serta diberi sirih untuk dikunyah. Dalam pertarungan pepadu menggunakan sebilah rotan kira-kira sepanjang satu meter (penjalin) sebagai senjata serta dilengkapi sebuah perisai kayu yang dilapisi kulit sapi atau kerbau, berbentuk bujur sangkar berukuran 50 x 50 cm.

Jalannya pertarungan diiringi gamelan sasak yang terdiri dari tabuhan gendang, suling, gong, dan rincik dalam tempo cepat. Tembang yang dibawakan merupakan tembang khusus perisean yang beraura mistis. Tembang itu biasanya akan mendongkrak semangat bertarung dan mengurangi rasa sakit akibat sabetan rotan.

Perisean akan dihentikan, apabila salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan pekembar. Jika hingga 3-4 ronde kedua pepadu masih sama kuat, pekembar akan menyatakan hasil seri. Selesai pertarungan pepadu tak pernah membawa dendam ke luar arena. Menang atau kalah, seusai bertarung, kedua pepadu pasti bersalaman dan berpelukan. Segalanya dimulai dan selesai di dalam arena.

Pertarungan perisean disakralkan, sehingga perisean tak digelar sembarang waktu. Pada masa sekarang, perisean diadakan menjelang perayaan-perayaan khusus, seperti ulang tahun kemerdekaan (17 Agustus), hari jadi kabupaten/kota, atau menjelang Ramadhan.


35. Rabanga

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Daftar Permainan Tradisional Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Rabanga adalah Satu dari bermacam permainan anak pedesaan Sumbawa. Sebelum dilulai, anak-anak akan mengumpulkan biji mete sebanyak-banyaknya untuk beradu ketangkasan membidik. Permainan rabanga ini sederhana saja. Sejumlah anak berlomba mengeluarkan biji-biji jambu mete yang telah mereka tumpuk di atas tanah lapang dalam garis lingkaran berdiameter kurang lebih 1 meter dengan cara melemparkan batu taba yang terbuat dari pecahan genteng dibentuk bulat dengan diameter 4 hingga 5 centimeter. Taba dilemparkan masing masing anak secara berurutan berdasarkan undian yang disepakati. Biji mete yang keluar dari lingkaran menjadi milik sipembidik. Putaran permainan rabanga berakhir ketika biji mete telah habis dikeluarkan dari lingkaran. Pemenangnya adalah yang terbanyak mengeluarkan biji mete. Setelah puas bermain rabanga biasanya biji-biji mete itu dibakar untuk dimakan bersama sama. Baik yang menang maupun yang kalah mendapat bagian sama banyak.



Sumber:
  • http://repositori.kemdikbud.go.id/13347/1/Permainan%20Rakyat%20NTB.pdf
  • https://id.wikipedia.org/wiki/