Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Google search: lagu yang sering digunakan pada permainan tradisional anak-anak betawi berupa ular kelabang adalah, sebutkan permainan rakyat tradisional daerah dki jakarta, kuda bisik merupakan salah satu permainan tradisional khas betawi yang dapat dilakukan tanpa, lagu permainan anak betawi, lagu permainan dari dki jakarta, permainan rakyat betawi beserta gambarnya, permainan betawi tempo dulu, gambar permainan tradisional betawi, permainan betawi tempo dulu, lagu permainan anak betawi, permainan yang berasal dari jakarta adalah, sebutkan 10 nama permainan tradisional dari (betawi), permainan tradisional jawa barat, ada berapa permainan nyanyi tradisional betawi.

Selain sebagai ibu kota negara Indonesia, ternyata Jakarta memiliki banyak permainan tradisional yang kemungkinan besar sudah mulai dilupakan oleh masyarakatnya. Permainan tradisional Betawi adalah bagian dari kebudayaan masyarakat, baik dari masyarakat Betawi maupun masyarakat daerah lain seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan lain-lain. 

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, tercatat bahwa penduduk Jakarta terdiri dari orang Jawa sebanyak 36,17%, Betawi (28,29%), Sunda (14,61%), Tionghoa (6,62%), Batak (3,42%), Minang (2,85%), Melayu (0,96%), Madura (0,84%), Bugis (0,71%), Minahasa (0,39%), dan Makassar (0,31%). Oleh karena itu, ada kecenderungan permainan di daerah Betawi dengan permainan di daerah lain terdapat kemiripan. Yang membedakan adalah penyebutannya dan peraturan permainannya.

Tempo dulu anak-anak di Betawi memiliki banyak permainan. Ada yang dilakukan dengan nyanyian atau alat. Dan ada juga tanpa nyanyian atau alat. Sebagian besar permainan ini dilakukan di alam terbuka. Sebab, lingkungan hidup kaum Betawi yang dekat dengan pepohonan, membuat rumah-rumah mereka tempo dulu memiliki kebun yang luas. Di tempat inilah biasanya anak-anak menyalurkan energi kreatifnya.

Alat-alat yang digunakan dalam permainan tradisional Betawi adalah alat-alat yang gampang ditemui di lingkungan sekitar, seperti paku, karet, karung, pecahan genteng, dan  bola yang dibuat dari pelepah pisang. Selain itu, bisa juga dari biji-bijian, seperti asam klunsu, biji melinjo, biji kemiri, biji sawo, dan buah pinang. 

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Berikut ini kami sampaikan beberapa permainan tradisional dari daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta):

Daftar Isi:


1. Adu Dengkul

Adu dengkul (adu lutut) merupakan permainan ini berkembang di masyarakat Suku Betawi. Permainan yang dilakukan di teras rumah atau lapangan ini bisa diikuti oleh Kelompok anak-anak laki-laki ataupun perempuan. Permainan ini sangat sederhana, beberapa orang anak berdiri berhadapan dan mengadu lututnya sambil bernyanyi dengan syair: Adu dengkul lewa-lewa 4 x. Permainan ini berguna untuk melatih kebersamaan dan semangat berjuang.


2. Badomba

Badomba adalah permainan tradisional Betawi yang mengandung unsur ghaib, mirip seperti permainan Jaelangkung. Permainan Badomba memerlukan pawang dan seorang anak yang berfungsi sebagai "domba". 

Cara bermain: Pawang duduk di tempat yang agak tinggi, "domba" ngedeprok di tanah sambil bersandar pada pawang. Pawang menjepit leher "domba" sehingga kepala "domba" menyembul di antara paha pawang. Pawang meletakkan kedua telapak tangannya di kepala "domba" seraya menggoyang-goyang kepala itu. Anak-anak beramai-ramai menyanyikan syair/mantra berulang-ulang sehingga "domba" bangkit dan mengamuk. Dengan menyebutkan kalimat: Badomba-domba/Kecetol bo'ol.

Setelah "domba" mengamuk, maka anak-anak memberikan perintah apa saja kepada domba, domba akan memperturutkannya. Misalnya: "Domba, kawin, domba", maka "domba" akan menirukan gerak s4nggama. "Domba" berhenti mengamuk bila pawang memanggil nama aslinya. (Sumber: http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id/post/Badomba)


3. Balap Karung

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Balap karung adalah permainan adu cepat menuju tujuan tertentu dengan cara seseorang berada di dalam karung kemudian meloncat saling mendahului.

Permainan Balap Karung sudah berkembang sejak jaman Belanda, dimana umumnya dilakukan pada acara keramaian dan perayaan. Dahulu, permainan ini umumnya hanya dilakukan di sekolah dasar dan kampung-kampung. Tapi pada perkembangannya, saat ini permainan ini masih eksis dan sering diadakan di sekolah, perkampungan, dan perkantoran. Keistimewaan lain adalah Balap Karung ini dimainkan oleh berbagai kalangan dari segala usia.

Permainan ini dilakukan di lahan memanjang sekitar 20 meter dan lebar 3-4 meter yang dibagi menjadi 4 atau 5 jalur. Sementara, peralatan yang diperlukan adalah karung beras dengan jumlah yang disesuaikan dengan pemainnya.

Permainan dimulai dengan setiap peserta berdiri berjejer menghadap karung masing-masing yang diletakkan di bawah. Kemuadian setelah terdengar aba-aba dimulainya permainan, maka setiap peserta memakai karunagnya masing-masing dan berberak maju dengan cara meloncat-loncat dengan dua kaki, melangkah pelan-pelan atau lari biasa. Antara peserta tidak boleh saling menubruk atau menghalangi lawan. Karena tujuannya untuk lebih menonjolkan kelucuan suasananya, diantara peserta sendiri sering becanda,  saling mentertawakan  sambil berusaha sekuat tenaga untuk menang.


4. Bola Gebok

Bola Gebok adalah permainan melembar bola ke pemaian lain, permainan ini berasal dari kata “gebok” yang artinya menimpuk. Permainan ini awalnya banyak ditemui di sekitar Jakarta Timur, terutama wilayah Ciracas Pasar Rebo.

Permainan ini biasanya dilakukan di lapangan atau halaman yang cukup luas. Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah sebuah bola dan lapangan yang cukup luas. Bola dibuat dari bahan daun atau pelepah pisang kering yang digulung–gulung sebesar bola kasti dan  diikat dengan seutas tali dari bahan pelepah pisang atau karet gelang.

Permainan dimulai dengan mengundi pemain, kemudian setiap pemain diberi kesempatan untuk mencoba memasukan bola ke dalam  lubang sebanyak 3 kali. Bila dalam tiga kesempatan itu, si pemain tidak dapat memasukan satu kalipun bola kedalam lubang, maka ia harus menerima hukuman gebokan dari pemain lain yang dapat memasukan bola.

Dalam permainan ini ditetapkan bahwa sasaran lemparan adalah bagian tubuh dibawah pinggang belakang sampai kaki dan dilakukan hanya satu kali. Jika gebokan mengenai wilayah diluar yang ditetapkan, maka si pelempar didenda satu kali gebokan dari incarannya. Yang menarik dari permainan ini, apabila yang digebok dapat menjepit bola dengan kedua belah pahanya, dan kemudian berusaha memasukan bola tersebut kedalam salah satu lubang peserta, maka peserta yang lubangnya kemasukan bola akan dikenakan denda 5 kali gebokan oleh peserta yang tadi digebok. (Sumber: Situs Lembaga Kebudayaan Betawi)


5. Ci Ci Putri

Cici Putri merupakan permainan anak tradisional yang berasal dari DKI Jakarta. Wilayah persebaran permainan ini berada di sekitaran Jabodetabek terutama di wilayah dengan kental akan budaya Betawi seperti daerah Jagakarsa di Jakarta Selatan, Rawamangun di Jakarta Timur, Depok, dan Tangerang.

Permainan Cici Putri adalah permainan yang dapat dimainkan oleh sekitar 3-5 anak yang dimainkan di lantai sambil duduk. Biasanya dilakukan di lantai beranda depan rumah. (bale). Cara memainkan permainan ini diawali seluruh pemain duduk melingkar sambil menyodorkan tangan kanan yang diletakkan di lantai. Permainan diarahkan oleh pemimpin permainan yang menyanyikan bersama seluruh pemain sambil menunjuk tangan pemain satu per satu sampai lagu berakhir. 

Saat lagu yang dinyanyikan pemimpin permainan habis dan berhenti pada salah satu jari/tangan peserta, maka peserta itu yang akan menjawab ketika ditanyakan mao (mau) kembang ape (apa)?. Setelah menjawab (dengan menyebut nama salah satu bunga, misalnya kembang duren), maka pemimpin permainan merespon dengan kata-kata 'pulang pulang lakinya keren' (menyebutkan kata sifat yang positif dengan akhiran bunyi yang sama dengan nama bunga yang disebut pemain).  (Sumber: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=671)

Permainan diteruskan sampai seluruh pemain mendapat giliran Setelah semua mendapat giliran, Pemimpin permainan akan bertanya satu persatu kepada peserta: (T)Ini pintu apa? (J) Pintu kayu, (T) Kuncinya kemana? (J) Kecebur (tenggelam), (T) Kecebur di mana? (J) Di kali (sungai), (T) (Bisa dibuka apa engga (tidak)?, (J) Bisa. Setelah dijawab bisa, pemimpin akan menarik tangan peserta secara mudah yang disilangkan di depan dada ke pundaknya. Namun untuk tangan yang satunya berbeda: (T) Ini pintu apa? (J) Pintu besi, (T) Kuncinya kemana? (J) Kecebur, (T) Kecebur di mana? (J) Di laut, (T) Bisa dibuka apa engga? (J) Engga (tidak). 

Saat dijawab engga, maka pemimpin akan menarik tangan peserta yang disilangkan namun sambil memegang erat pundaknya supaya pegangannya (yang diidentifikasi sebagai pintu besi) dapat terbuka. Pada adegan ini dituntut kekuatan tenaga pemain untuk mempertahankan pintunya dan kekuatan tenaga pemimpin untuk membuka pintu besi yang bersangkutan. Hal seperti ini pun dilakukan secara bergiliran hingga seluruh peserta memperoleh giliran. Sebenarnya setelah seluruh peserta mendapat bagian dibuka pintu kayunya dan pintu besinya, permainan masih dilanjutkan dengan adegan pesta potong kambing sebagai tanda syukur dapat dibukanya pintu walau kuncinya telah hilang. Adegan ini disebut adegan 'embe-embeak' sebagai simbol dipotongnya kambing.


6. Coko

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Permainan coko sudah berkembang di DKI Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Permainan yang secara harafiah diartikan sebagai 'perebutan' ini dahulu sering diselenggarakan oleh orang Belanda untuk memeriahkan pesta-pesta yang mereka adakan. Pesertanya adalah kaum pribumi yang menjadi buruh pekerja di perkebunan-perkebunan milik orang-orang Belanda tersebut. Hadiahnya berupa makanan (keju, gula, susu, roti) dan pakaian yang digantungkan di puncak batang pinang yang telah dilumuri minyak. Setelah Bangsa Indonesia merdeka permainan ceko berganti namanya menjadi lomba panjat pinang. Penyelenggaraannya pun dilakukan bertepatan pada hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Sedangkan tujuannya, selain untuk memeriahkan hari kemerdekaan, juga sebagai sarana hiburan pelepas rutinitas keseharian.

Cara bermain - Sebuah pohon pinang atau bambu yang dikuliti yang tinggi dan batangnya dilumuri dengan pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Bagian atas pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon yang pada umumnya ialah pohon pinang.


7. Congklak

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadang kala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan dan batu-batu kecil.

Bagi masyarakat Betawi, permainan ini dikenal sebutan Congklak tetapi sesungguhnya ada sebutan lain (pada masa lalu) yaitu “Main Punggah”. Tetapi yang paling lazim bagi para pendukungnya adalah kata Congklak.

Disebut “Punggah” mungkin karena biji-bijian (buah) congklak tersebut, dibagi-bagi ke dalam tiap-tiap lubang yang dilewatinya. Dan biasanya biji-biji yang dijalankan tersebut akhirnya harus dimasukkan ke dalam “Gedongnya” (Rumahnya). Yaitu lubang induk yang terletak di kedua ujung dengan istilah disebut “Punggah”. Meskipun sesungguhnya permainan ini mempunyai 2 sebutan nama, tetapi bagi masyarakat Betawi permainan ini lebih lazim disebut sebagai permainan Congklak. 

Apabila anak-anak Betawi ingin memainan Congklak secara spontanitas atau dadakan dan juga tidak memiliki media papan biasanya permainan congkak ini dilakukan di tanah. Lubang congkak berbentuk lingkaran bercekung langsung dibuat dengan menggunakan tumit kaki dengan meletakkan ujung kaki (tumit) di tanah lalu putar hingga membentuk lubang cekung untuk menampung biji congklak atau dengan menumbuk tanah menggunakan batu hingga berbentuk lubang congklak.


8. Dampu

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Dampu adalah permainan mengangkat sebelah kaki meIoncat dari satu block ke block lain. Permainan dampu dilakukan secara berkelompok dengan anggota satu sampai tiga orang, media permainan ini adalah tanah, dan alat permainannya yaitu batu kali yang bagus, baik secara bentuk maupun kegunannya, serta memiliki permukaan yang lembut. 
Ketika akan melakukan permainan ini, pemaiannya akan membuat garis atau blok-blok tempat menyimpan batu. 

Diagram dampu digambar di atas tanah dengan torehan batu runcing. Diagram dampu terdiri dari 5 block, dimana masing-masing block mengandung makna tertentu yaitu gunung, rumah, dan tangga. Dampu dibuat dengan tinggi sekitar 3 meter, dan sisi yang paling lebar sekitar 1,20 meter. Masih ingat cara mainnya?
 
Alat yang diperlukan adalah benda pipih seperti pecahan genting atau batu bata. Para pemain memulai permainan dengan berdiri di garis start menghadap garis hantam. Secara bersama mereka melemparkan batu yang dipegang dan tidak boleh melewati atau mengenai garis hantam, yang paling jauh lemparannya dari garis hantam adalah pemain yang main duluan. Ia harus berjalan engkle melewati batu yang berada digaris hantam, lalu kembali ke garis start sambil mengambil batu miliknya.


9. Gala Asin / Galasin

Galah Asin adalah permainan berlari dalam garis tanpa tersentuh oleh pemain lawan (menghadang lawan agar tidak bisa lolos ke garis akhir). Galah asin adalah permainan tradisional yang menggunakan lapangan berbentuk segi empat berpetak-petak. Setiap garis dijaga oleh pihak penjaga, pihak yang masuk harus melewati garis dan jika kena sentuh oleh penjaga maka harus diganti.

Di Indonesia permainan ini umumnya dinamakan Gopak Sodor, di Kepulauan Natuna permainan ini dikenal dengan nama Galah, sementara di Riau dikenal namanya Galah Panjang, di Makasar ada Asing, dan di daerah Batak Toba disebut permainan Margala.


10. Gangsing

Gangsing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada suatu titik, umumnya terbuat dari kayu yang dibubut. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.

Cara memainkan gasing tidaklah sulit, yang penting pemain gasing tidak boleh ragu-ragu saat melempar gasing ke tanah.
  1. Pertama-tama, gasing dipegang di tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang tali.
  2. Lilitkan tali pada gasing, mulai dari bagian paksi sampai bagian badan gasing, lilit kuat sambil berputar.
  3. Lempar gasing ke tanah.
Gasing yang dilempar akan berputar untuk beberapa saat hingga interaksi kakinya dengan permukaan tanah membuatnya tegak lalu berputar untuk beberapa waktu. Lama-lama putaran semakin memelan dan momentum sudut dan efek giroskopik berkurang, hingga akhirnya badan gasing jatuh ke permukaan tanah.

Terdapat triga cara bermain gasing, yaitu : Gangsing Angonan, Gangsing Ambilan, dan Gangsing Cocogan.

Permainan ini di Jakarta sudah ada sejak tahun 1950-an. Gangsing terbuat dari batang pohon asam, jambu batu,  atau sawo  yang berbentuk kerucut dan diberi potongan paku kecil di ujung bawahnya. Tali digunakan sebagai alat untuk melempar gasing. Gasing Betawi sebagai permainan tradisional memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dari gasing lain. Yang membedakan adalah adanya panggal pala atau bentuk gasing yang menyerupai jantung. Salah satu jenis gasing unik yang dibuat oleh pengrajin gasing asal Jakarta bentuknya unik seperti Monas hingga bentuk payung. 


11. Gelindingan

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi
Seorang anak sedang bermain gelindingan (sumber: Tumblr)

Permainan Gelindingan berasal dari kata "gelinding" mengacu kepada suatu peralatan pokok yang digunakan yakni benda-benda yang berbentuk silendris atau lingkaran. Benda ini berfungsi sebagai roda yang dengan berbagai tehnik bisa digelindingkan, sehingga bisa bergerak menurut kehendak pemain. Permainan ini tidak membutuhkan waktu tertentu. 

Pada zaman dahulu, pohon pepaya banyak digunakan yang cara membuatnya dipotong-potong sepanjang kira-kira 20 cm, sehingga ter-bentuk silinder-silinder yang tengahnya berlobang. Untuk tangkai dan paras, dipakai pelepah daun salak yang dimasukkan ke lobang silinder kemudian dibengkokkan sehingga terbentuklah pegangannya. 

Dalam perkembangannya, silinder-silinder pohon pepaya itu digantikan lingkaran-lingkaran besi roda sepeda yang tidak perlu lagi diberi pegangan untuk menjalankannya, atau ban luar bekas. Untuk menggerakannya digunakan sebatang tongkat untuk mendorong dan disisipkan ke lekukan lingkaran, sementara jalannya roda harus menggunakan prinsip keseimbangan, agar tidak roboh dan tetap bisa menentukan arah, mirip dengan cara menjalankan sepeda roda satu.

Bila dilakukan bersama-sama maka akan diadakan lomba seru seruan, misalnya balapan cepat, serempetan (yang terguling yang kalah) atau membuat olah-olah gerak tertentu (yang gagal kalah) dan sebagainya.


12. Gundu/Kelereng

Gundu atau kelereng adalah alat permainan yang terbuat dari kaca/beling berbentuk bulat berdiameter sekitar 1,5CM. Permainan ini dimainkan oleh anak laki-laki berumur 7-12 tahun dengan jumlah pemainnya tidak tentu yang bermanfaat untuk keterampilan serta hiburan. Permainan gundu biasa dimainkan pada siang hari di tanah lapang.

Untuk bermaian kelereng/gundu, lubang dibuat pada jarak 2 m setelah garis. Garis ini sebagai batas untuk melempar gundu masing-masing anak ke dalam lubang. Yang dapat memasukkan gundunya ke dalam lubang dapat berjalan terlebih dahulu. Selama permainan berlangsung masing-masing berusaha untuk dapat mengalahkan lawannya, mengalahkannya adalah dengan menyentil kelereng menggunakan jari tangan. Yang menang dapat mengambil gundu lawan yang dikalahkannya. Di Suku Betawi dikenal beberapa permainan gundu seperti Gundu Kusir dan Gundu Lobang.


13. Hompimpa

Berkah...

Hompimpa atau hompimpah adalah sebuah cara untuk menentukan siapa yang menang dan kalah dengan menggunakan telapak tangan yang dilakukan oleh minimal tiga peserta. Biasanya hompimpa digunakan oleh anak-anak untuk menentukan giliran dalam sebuah permainan. Sewaktu bermain petak umpet misalnya, anak yang kalah hompimpa mendapat giliran sebagai penjaga pos. Tetapi aturan ini dapat berubah sesuai kesepakatan dari para pemain.

Secara bersama-sama, peserta mengucapkan kata hom-pim-pa. Ketika mengucapkan suku kata terakhir (pa), masing-masing peserta memperlihatkan salah satu telapak tangan dengan bagian dalam telapak tangan menghadap ke bawah atau ke atas. Dalam budaya Jawa, hompimpa dilakukan dengan kalimat "Hompimpa alaium gambreng", sedangkan dalam budaya Betawi, hompimpa dilakukan dengan kalimat lebih panjang, yakni "Hompimpa alaium gambreng. Mpok Ipah pakai baju rombeng."

Para pemain melakukan hompimpa. Para pemain yang menghadap ke arah yang sama dengan jumlah sedikit akan keluar meninggalkan permainan, biasanya dianggap menang. Proses itu dilakukan berulang-ulang hingga hanya terdapat dua pemain. Biasanya, mereka melakukan suten (suit) untuk menentukan siapa yang keluar permainan.


14. Kukuruyuk Ayam

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Kukuruyuk Ayam merupakan salah satu permainan anak-anak khas masyarakat Betawi. 
Permainan ini disebut kukuruyuk ayam karena menirukan suara ayam jantan berkokok. Persebaran permainan itu Condet, Jakarta Timur, Sudimara, Cileduk, Kebayoran Lama dan sebagainya. Ada pula yang menyebut adu ayam. Pemain adalah anak laki-laki belasan tahun. Penyelenggaraan terdiri dua kelompok dengan anggota tak terbatas. Peralatan adalah tanah luas dan dua kain sarung. Dalam regu itu telah ditetapkan lawan-lawan yang sepadan. Masing-masing regu punya beboto.

Saat permainan akan dimulai, bebato menunjuk anggota regunya untuk dikurung dalam sarung dan jongkok. Salah satu ujung sarung diikat. Kedua babato membawa kurungan sarung menuju garis batas dan berhenti. Anggota yang dikurung bcrkokok menirukan suara ayam jantan. Kedua babato berunding; kemudian kurungan diangkat. Jika kondisi jago sebanding, maka permainan dimulai. Dan jika tak sebanding, maka diganti yang sebanding. Kemudian kedua jago beradu kedua telapak tangan dan satu kaki (kanan) ditekuk ke belakang. Selanjutnya saling mendorong untuk menjatuhkan, namun masing-masing tidak boleh lewat garisbatas. Pemenang adalah yang dapat menjatuhkan. Pemenang dapat diadu dengan lawan yang lain.


15. Koba Tiup

Koba tiup adalah permainan melemparkan karet ke dalam lidi dan jika karetnya bersinggungan maka dibantu dengan tiupan. Permainan Koba Tiup adalah permainan khas masyarakat Betawi. Koba Tiup dimainkan oleh anak laki-laki berusia 5-13 tahun. Dalam permainan Koba Tiup terdapat unsur taruhan. Permainan ini umumnya dimainkan oleh 3 - 5 orang, namun bisa lebih. Peralatan yang dibutuhkan adalah karet gelang, lidi berukuran 5 cm dan sebidang tanah sebagai arena.

Permainan ini dimulai dengan 3 pemain A, B, C dengan mengumpulkan taruhan (karet gelang) masing-masing 5 buah, hingga jumlahnya ada 15 buah. Kemudian dibuat garis pertama pidi dan garis kedua/garis mati. Kedua garis diberi jarak 1,5 meter. Jarak 25 cm dari garis mati ditancapkan lidi. Daerah sekitar lidi adalah tempat jatuhnya karet sampai batas mati. Jarak garis mati-garis pidi yaitu daerah terlarang (karet dilarang jatuh disitu).

Selanjutnya pemain diundi untuk menentukan yang pertama bermain dengan melempar karet gaco dari pidi ke lidi. Siapa yang karetnya terdekat sebagai yang pertama demikian sebaliknya secara urut. Kemudian pemain pertama dengan seluruh karet taruhan di tangan kanan atau kiri melemparkan dari pidi ke lidi. Lemparan dilakukan sambil jongkok, satu kaki ditekuk, satu kaki tertulur kebelakang dan tangan pegang karet kedepan. Karet kemudian dilempar. Bagi pemain yang karetnya berhasil masuk ke lidi, maka karet tersebut menjadi miliknya. Karet yang tidak masuk, tetapi masih bersinggungan boleh dibantu sekali tiup. Apabila tiupan itu berhasil memasukkan karet ke lidi, maka karet itupun menjadi miliknya. Karet yang tidak masuk dikumpulkan dan lemparan oleh teman berikutnya. Demikianlah seterusnya secara berganti-ganti sampai karet tersebut habis.


16. Kodok-kodokan

Permainan kodok-kodokan merupakan jenis permainan yang menirukan tingkah laku kodok atau katak. Biasanya dimainkan anak laki-laki dengan rentang umur 8-13 tahun. Permainan kodok-kodakan termasuk ke dalam jenis permainan yang dimainkan secara beramai-ramai atau masal. Akan tetapi di dalamnya terdapat pemeran utama yang hanya dilakukan oleh satu orang, yakni sebagai sang kodok.

Pada prinsipnya, permainan ini seperti memanggil roh untuk dimasukkan ke dalam tubuh pemeran sang kodok. Oleh karena itu, terdapat pula peran pawang yang bertugas sebagai pemanggil roh dan pengembali roh. Permainan ini dimulai dengan memanggil roh kodok untuk dimasukkan ke dalam peran sang kodok agar si pemain dapat menirukan tingkah laku kodok.

Pemeran sang kodok akan memiliki tingkah laku seperti kodok dengan melompat kesana kemari, masuk selokan, bahkan mengejar orang-orang yang ada di sekitarnya ketika roh kodok tersebut sudah masuk ke dalam peran kodok. Dalam kondisi seperti itu, penonton ada yang menyuruh masuk warung, berteriak seperti kodok, dan perintah-perintah lainnya.

Peranan kodok akan berakhir setelah pawang mengusir roh kodok dengan memanggil nama asli pemeran sang kodok itu sendiri. Pawang akan memanggil namanya berkali-kali dengan suara yang keras. Setelah itu, pemeran sang kodok akan mulai sadar dan merasakan banyak sakit pada bagian-bagian badannya. Permainan ini sejenis dengan permainan merak-merak sintir.


17. Kuda Bisik

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Permainan Kuda Bisik adalah permainan tradisional khas Betawi. Jumlah pemain kuda bisik paling sedikit 7 orang dan harus ganjil karena satu orang akan menjadi wasit dan sisanya membentuk dua kelompok. Wasit bertugas menerima bisikan dari kedua kelompok.

Cara bermain :
  1. Kedua kelompok berdiri berhadapan dengan wasit berada di tengah.
  2. Lakukan suit untuk menentukan tim yang akan mulai permainan terlebih dahulu.
  3. Salah satu anggota dari tim yang menang (Tim I) menghampiri wasit dan membisikkan nama salah satu anggota tim lawan (Tim II).
  4. Kemudian giliran Tim II mengirim satu anggota untuk menghampiri wasit dan melakukan hal yang sama.
  5. Jika salah satu anggota (misal dari Tim I) yang menghampiri wasit adalah orang yang namanya dibisiki oleh tim lawan (Tim II), maka Tim I harus mendapat hukuman karena Tim II berhasil menebak siapa orang yang akan menghampiri wasit selanjutnya.
  6. Tim I yang kalah akan dihukum dengan menggendong lawannya dengan cara gendong kuda.
  7. Setelah hukuman selesai, permainan dilanjutkan dengan cara yang sama.
  8. Begitulah cara bermain Kuda Bisik. Intinya adalah menebak siapa anggota dari tim lawan yang akan maju menghampiri wasit (Si Kuda Bisik). (sumber: Budaya Indonesia)



18. Layangan

Layang-layang, layangan, atau wau (di sebagian wilayah Semenanjung Malaya) merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan. 

Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan (di Sunda dikenal istilah maen langlayangan). Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena kuatnya angin berhembus pada saat itu.


19. Landar Lundur

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi
Landar lundur adalah salah satu permainan yang dimainkan oleh anak-anak perempuan usia 9 tahunan di Jakarta Utara, tepatnya di daerah Tugu. Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok yakni 'kelompok jaga' dan 'kelompok lewat', dengan jumlah pemain masing-masing kelompok minimal 3 orang. Dalam prakteknya, permainan ini dimainkan dalam 4 tahapan yaitu:

Tahap pertama:Regu penjaga saling duduk berhadapan dengan kaki rapat dan berselonjor, dan posisi telapak kaki beradu dengan dengan telapak kaki kawannya yang duduk di depannya. Kemudian, regu lawan berjalan lewat tepat di atas telapak kaki regu jaga yang beradu. 

Tahap dua: Regu jaga masih dalam posisi kaki berselonjor namun satu telapak kakinya ditumpangkan ke atas telapak kaki yang lain dalam posisi vertikal. Selanjutnya regu jalan lewat seperti pada tahap pertama.

Tahap ketiga: Regu jaga duduk berselonjor dengan kaki terbuka dan telapak kaki beradu dengan telapak kaki pasangannya sehingga terjadi ruang di antara kaki penjaga. Regu jalan lewat secara diagonal secara bergantian. 

Tahap keempat: Regu jalan masuk ke dalam ruang kaki lalu mengambil posisi berjongkok tapi seperti duduk. Selanjutnya regu jalan keluar dari ruang kaki caranya dengan mengalihkan pantat keluar ruang kaki diikuti kakinya tanpa boleh menyentuh kaki penjaga. Demikianlah permainan ini dilakukan secara bergantian.


20. Lompat Tali/Karet

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Lompat Tali/Karet adalah salah satu permainan anak-anak betawi yang hingga kini masih dimainkan. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak perempuan, tapi terkadang anak laki-laki pun ikut nimbrung memainkannya. Permainan lompat tali/karet ini menggunakan media sebuah tali kecil atau karet, sekitar lima meter panjangnya. Kedua ujungnya masing-masing dipegang oleh seseorang, lalu diputar sehingga turun naik ke atas dan ke bawah. Kemudian dua anak lain melompat-lompat mengikuti gerak tali itu dengan hitungan dan gaya tertentu. Jika ia terjatuh, maka rekannya yang lain mendapat giliran untuk melompat.


21. Maen Bekel

Bekel adalah sebuah permainan anak-anak. Permainan tersebut adalah sebuah permainan kuno yang biasanya dimainkan dengan lima benda kecil, atau sepuluh dalam kasus berkelompok. Di Indonesia, permainan tersebut awalnya diambil dari permainan asal Belanda yang disebut bikkelen atau bikkelspel.

Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan yang berumur 6-12 tahun. Jumlah pemain dalam permainan beklen ini minimal 2 orang atau lebih. Alat yang digunakan dalam permainan ini diantaranya bola bekel dan 10 buah kuwuk. Bola bekel biasanya berdiameter 2-4cm dan berwarna warni. Sedangkan kuwuk berbentuk seperti keong laut yang berukuran kecil. Media yang digunakan hanya lantai yang rata.

Cara bermain :
  1. Pertama-tama dilakukan pengundian untuk mencari siapa yang duluan bermain. Lalu semua kuwuk digenggam lalu tangan tersebut dihadapkan ke atas sambil menggengam bola dengan tangan yang sama. Bola bekel dilempar ke atas hingga melambung lalu menyebarkan kuwuk di lantai saat bola masih melambung di udara, setelah bola terpantul sekali ke lantai dan kuwuk sudah menyebar, bola bekel harus ditangkap dengan menggunakan 1 tangan.
  2. Mengambil kuwuk secara satu persatu, kemudian dua-dua, lalu tiga-tiga, hingga kesepuluhnya diambil sekaligus secara bertahap dengan melempar bola bekel sampai melambung seperti saat memulai permainan.
  3. Bergantian dengan pemain yang lain jika kalah, atau biasa disebut lasut dalam bahasa sunda.

Ada beberapa hal yang bisa membuat permainan beklen disebut lasut, seperti:
  • Ketika kita menggunakan kedua tangan
  • Ketika kita menggeser kuwuk lain yang tidak diambil
  • Ketika posisi kuwuk menghadap ke atas semua, disebut juga kar
  • Ketika posisi kuwuk menghadap ke bawah semua, disebut juga kub


22. Main dengan Buah Jarak dan Daun Nangka

Jaman dulu, getah dari buah jarak biasa dimainkan seperti gelembung balon pada. Ternyata bukan itu saja buah jarak juga bisa dijadikan sebagai mainan; mobil-mobilan atau kereta-keretaan.

Dari buah jarak dan lembaran daun nangka ternyata dapat dibuat mobil-mobilan atau kereta-keretaan. Caranya, dua buah jarak ditusuk menjadi sepasang roda dengan sebatang lidi yang menjadi as roda itu. Lalu pasangan roda itu dimasukkan dalam lipatan daun nangka.

Kemudian beberapa daun nangka yang sudah diberi roda ini dirangkai-rangkaikan menjadi salah satu mainan kereta-keretaan. Kemudian, daun nangka diikatkan tali dan yang ditarik ke sana ke mari. (sumber: Setu Babakan Betawi)


23. Main dengan Kulit Jeruk

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Sebelum ramainya mainan buatan pabrik, anak-anak zaman dulu kreatif membuat mainannya sendiri, salah satunya adalah membuat mainan dari kulit jeruk. Kulit jeruk 

Kulit jeruk bali yang sudah dimakan daging buahnya akan dibuat mainan seperti badan gerobak. Potongan kulit jeruk tersebut dibentuk roda, badan gerobak, dan tutung/atap gerobak. Dua buah roda disambung dengan lidi hingga membentuk roda dengan as-nya. As yang terbuat dari batang lidi tersebut akan ditusukkan ke badan bawah roda. Kemudian dilanjutkan dengan menyambung atap dan alas gerobak yang juga memakai lidi. Untuk menariknya menggunakan benang.


24. Maen Karet

Permainan karet dilakukan oleh dua regu. Dua orang penjaga bertugas memegang jalinan karet dengan ketinggian tertentu, dan regu lawannya berusaha untuk melompati karet tersebut.Terdapat beberapa variasi permainan yaitu Karet Lompat, Karet Puter, dan Karet Yeye.

Karet Lompat - Satu regu membentangkan karet dengan urut-urutan ketinggan sebagai berikut setinggi dengkul (pelompat tidak boleh menyentuh karet), pinggang (pelompat tidak boleh menyentuh karet), pusar, pundak, telinga, kepala, dan sejengkal di atas kepala, ukuran tangan terbuka (disebut “merdeka”).

Karet Puter -  Permainan ini dilakukan dengan memutar-mutar jalinan karet, dan pemain harus melompati karet tersebut. Pada permainan ini diperlukan ketangkasan pelompat untuk mengikuti irama putaran karet. Sebelum bermain ditentukan batasan berapa kali putaran karet yang harus dilompati oleh pemain. Jika gagal sebelum mencapai jumlah putaran yang disepakati, pemain dinyatakan kalah.

Karet Yeye - Permainan dilakukan dengan melompati jalinan karet dengan lompatan yang melilit karet dan kemudian pemain harus berusaha melepas lilitan tersebut kembali. Pemain dinyatakan kalah ketika karet terlepas dari lilitan (pada saat tahap melilit karet), dan ketika karet tidak lepas dari lilitan (pada tahap melepas karet). (sumber: Setu Babakan Betawi)


25. Meriem Sundut/Meriam Sundut

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Meriem Sundut adalah permainan memunculkan suara ledakan mirip meriam, meriam terbuat dari bambu berukuran kira-kira 1 meter lebih. Bagian tengah buku dari bambu dilubangi, sedangkan di bagian salah satu ujungnya dibiarkan ada. 

Meriam Sundut biasa dimainkan oleh anak-anak, remaja, maupun orang dewasa serta dapat dimainkan secara individual maupun berkelompok. Cara bermainnya dengan mengisi amunisi berupa minyak tanah ke dalam meriam dan menyulutnya dengan obor kecil. 


26. Petak Umpet

Petak umpet adalah sejenis permainan cari dan sembunyi yang bisa dimainkan oleh minimal 2 orang yang umumnya dilakukan di luar ruang.

Satu orang pemain yang kalah akan menutup matanya pada salah satu tempat yang dianggap sebagai benteng, sementara yang lain mencari tempat untuk bersembunyi. Setelah menghitung sampai jumlah tertentu, maka mulailah pemain yang menutup mata tersebut mencari tiap orang yang bersembunyi.

Dalam permainan petak umpet, pemain yang sudah ditemukan akan diseru, “Hong!”(sambil disebut namanya), maka ia harus keluar dan tidak boleh ke mana-mana. Ia harus berdiri di dekat orang yang menemukannya untuk melihat permainan berlangsung sampai semua pemain yang sembunyi ditemukan. 

Bila telah menemukan orang yang bersembunyi, pencari ini harus cepat-cepat berlari ke benteng sambil menyebut nama orang yang ketahuan persembunyiannya. Begitu juga dengan anak yang ketahuan, karena bila berhasil lebih dulu menyentuh benteng, maka pada tahap selanjutnya dia tidak akan jaga. Anak lain yang bersembunyi dapat pula menyentuh benteng agar tidak jaga pada tahap selanjutnya, asalkan tidak ketahuan dengan pencari.

Setelah semua telah ketahuan persembunyiannya, maka pencari akan menutup matanya kembali pada benteng dan anak-anak lain membentuk barisan di belakangnya. Pencari akan menyebut salah satu nomor. Anak yang ada di urutan nomor yang disebut akan menjadi pihak yang kalah bila tadi dia tidak berhasil lebih dulu mencapai benteng. Sedangkan bila anak pada urutan yang disebut ternyata adalah anak yang berhasil mencapai benteng lebih dulu pada saat ketahuan tempat persembunyiannya, maka si pencari tetap dalam posisi kalah dan permainan dilanjutkan.


27. Palogan Gundu

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Palogan Gundu merupakan salah satu permainan khas masyarakat Betawi. Permainan ini lebih dikenal di daerah Rawa Barat, Kebayoran Baru dan dimainkan setiap saat. Pemainnya lebih dari 2 orang oleh anak laki-laki berumur 10 tahun. Peralatannya berupa balok kayu 2 m, lebar 15 cm, tinggi 12 cm. Balok kayunya disebut palogan. Balok ditaruh horizontal menghadap empat pemukul gundu atau pidian. Permainan tanpa iringan apa pun.

Jarak palogan-pidian 4 m. Jarak palogan-pasangan gundu 1,5 m. Jarak jajaran gundu-gundu 10 cm Jarak pasangan gundu pidian 2,5 cm. Sebelum permainan dilakukan, diadakan undian untuk menentukan yang mulai bermain. Regu I sebagai pemain dulu. C dan, D memasang gundunya. A dan B menyentil gundunya dari pidian ke gundu C dan D tadi. Jika sentilan mengena, maka mendapat bayaran (karet gelang atau gundu). Jika regu 1 telah selesai menyentil gundu, maka dimulai dari awal. Apabila sentilan tidak mengena, maka terjadi pergantian pemasangan dan penyentilan. (sumber: http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id/post/Palogan-Gundu-Permainan)


28. Pletokan

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Pletokan merupakan salah satu permainan di daerah Jakarta. Di Jawa barat, orang Sunda menyebutnya Bebeletokan. Bebeletokan adalah Pistol mainan dari bambu yang pelurunya dari daun-daunan atau kertas basah. Bebeletokan atau di Lampung disebut Bedil Betung/Jejok adalah pistol mainan yang terbuat dari dari bambu. Dalam memainkannya diperlukan keakuratan dan kekuatan tembakan. Tembakan pistol mainan ini berasal dari dorongan satu tangan pemainnya. Sementara tangan lainnya digunakan untuk memegang selongsong. Selongsong dan pendorong terbuat dari bambu, sedangkan pelurunya dari daun-daunan atau kertas basah.

Untuk memainkannya pertama-tama selongsong diisi kertas basah lalu didorong oleh bambu pendorong hingga ujung selongsong namun tidak sampai keluar. Selanjutnya selongsong tersebut bila akan digunakan tinggal diisi kertas basah lagi dengan dorongan yang cepat hingga kertas basah yang di depannya terdorong keluar dari selongsong. 

Para pemain terbagi dalam dua kelompok. Posisi kelompok saling berhadapan dengan jarak sekitar enam meter. Setelah aba-aba permainan dimulai. Mereka saling serang dengan akurasi tembakan pada badan hingga kaki kelompok lawan. Layaknya seperti di medan pertempuran, para pemain yang telah terkena tembakan dinyatakan gugur. Pemenang adalah kelompok yang berhasil menembak seluruh anggota kelompok lawan.


29. Pongpong Balong/Pong Tipong Balong

Daftar Permainan Tradisional Provinsi DKI Jakarta/Betawi

Pong Pong Balong pada dasarnya adalah permainan sederhana yang dimainkan dengan tangan dan bernyanyi bersama. Pong-pong Balong adalah permainan tradisional anak-anak Betawi (Jakarta) dimana anak-anak atau para pemain duduk melingkar sembari dipandu oleh anak terbesar (opsional). Cara bermainnya adalah tiap pemain meletakkan tangan mereka yang digenggam atau dikepal di lantai.Lalu, tiap pemain mengurutkan tangan mereka satu per satu secara vertical sampai ditumpuk seperti menara. Kemudian, pemimpin permainan menyanyikan lagu Pong-pong Bolong dengan syair : "Pong-pong balong Biji merak biji sampi Paling bawah pecah sebiji...praak".

Setelah bernyanyi bersama, kepalan tangan dari tumpukan tangan terbawah dibuka. Pemain kembali bernyanyi lagi. Setiap selesai satu lagi, satu tangan paling bawah dibuka. Permainan terus dilakukan sampai semua kepalan terbuka. Selanjutnya, semua bernyanyi "Mbit....Mbit....Kucing Kucingnya meong....meong Siapa yang kena cubit Tidak boleh minta tolong"

Para pemain bernyanyi sambil mencubit tangan pemain di bawahnya. Permainan ini dinyatakan selesai, bila ada pemain yang mengaduh kesakitan (menyerah) . Pemain yang kalah akan mendapat hukuman sesuai dengan kesepakatan pemain lainnya. Ada beberapa jenis hukuman. Ada yang diminta untuk menari,menyanyi,ataupun lainnya, tergantung kesepakatan pemain.


30. Sala Buntut

Sala Buntut erupakan permainan anak laki-laki Betawi yang dimainkan oleh anak-anak berusia 7-13 di luar rumah. Untuk memainkannya diperlukan biji-biji melinjo yang belum dikupas kulitnya. 

Cara bermain: 
  1. Pertama-tama dibuat dua garis sejajar dengan jarak 3 meter. Kemudian dibuat garis lagi, garis ini untuk tempat biji-biji melinjo yang jadi sasaran lempar yang diatur berderet satu baris sepanjang garis itu. Jumlah melinjo diatur sesuai perjanjian atau aturan yang dibuat bersama. Deretan melinjo itu bila diurutkan dari kiri ke kanan, ujung yang paling kiri disebut kepala dan ujung yang paling kanan disebut ekor atau buntut.
  2. Setelah deretan biji melinjo sudah tersusun rapi, maka setiap pemain harus menyiapkan gacoan biji melinjo untuk melempar sasaran. 
  3. Kemudian pemaian berdiri di garis pidian, lalu setiap peserta akan melempar gacoan tapi tidak diarahkan pada sasaran dengan maksud sedemikian rupa sehingga yang justru gacoan yang paling dekat jaraknya dari deretan melinjo akan mendapatkan giliran lebih dahulu dari pada yang lebih jauh. Demikian berturut dilakukan oleh setiap pemain, sehingga akan diperoleh urutan giliran melempar sasaran dari yang paling dahulu sampai yang paling penghabisan.
  4. Bila seorang pemain dalam gilirannya, untuk lemparan pertama bisa mengenai salah satu biji di garis deretan maka bisa meneruskan permainan. Demikian pula bila masih bisa mengenai lagi dan seterusnya sampai bidikan tak mengenai sasaran (tapi jarang sampai lebih dari 3 kali karena memang cukup sulit, bahkan tak jarang meleset pada lemparan pertama). Akan tetapi bidikan yang kedua atau seterusnya itu tidak lagi dilakukan dengan cara melempar (dengan lengan) tapi menyentil gacoan dengan jari saja. Dengan tak mengenanya bidikan akhir maka permainan digantikan oleh pemegang giliran berikutnya dan seterusnya. Dalam pada itu, setiap bidikan yang tidak mengenai sasaran akan diikuti dengan dibiarkannya gacoan yang melenting lewat sasaran tadi ditempatnya berhenti. Baru setelah langkah ini, giliran berikut menyusul dengan cara yang sama dengan yang pertama. Apabila bidikan sentilan ini tidak mengenai sasaran maka, seperti apa yang telah dilakukan oleh giliran-giliran terdahulu, sampai akhirnya tiba pada giliran yang penghabisan mengalami hal yang sama. (sumber)


31. Serok Kwali

Serok Kwali merupakan permainan rakyat Jakarta yang hanya membutuhkan biji-bijian dan daun pisang muda saja untuk memainkannya. Serok berarti menyendok atau mengambil sesuatu dengan menggunakan alat tertentu. Dalam permainan ini yang disendok adalah biji-bijian dari biji sawo, biji sangak (bentuknya kecil, berwarna merah dan hitam), atau batu kerikil. Sedang sendoknya terbuat dari daun pisang yang telah dilipat dan dibentuk menjadi semacam serak/sendok. Serok kwali kebanyakan dimainkan oleh anak perempuan yang berumur 6-12 tahun. Banyak dikenal oleh masyarakat di daerah Duren III, Kecamatan Mampang Prapatan.

Permainan diawali dengan suit atau gambreng/hompimpa untuk menentukan siapa yang jalan/mulai main lebih dulu. Kemudian para pemain bersimpuh membentuk lingkaran sambil meletakkan biji-bijiannya ke tengah lingkaran. Pemain yang jalan dulu, menggenggam biji-bijian itu dan menyebarnya ke lantai. Kemudian dengan daun mengambil (menyendok) biji-biji yang sudah tersebar ke lantai satu demi satu dan diletakkan di dekat kakinya. Sekali menyerok tidak boleh lebih dari satu biji dan mengenai biji yang lain sehingga harus hati-hati. Kalau sampai terjadi maka pemain dianggap mati (berhenti main) dan diganti oleh pemain berikutnya. Biji yang berhasil dikumpulkan akan menjadi miliknya. Pemain yang bijinya paling banyak akan dianggap sebagai pemenang. Jika biji-biji sudah habis, permainan tetap dilanjutkan dari awal. Jika ada pemain yang kehabisan biji, maka ia tidak bisa ikut lagi atau pemain lain yang meminjamkan biji-bijiannya. Dengan syarat biji-biji pinjaman itu akan dikembalikan jika menang dalam permainan berikutnya. (sumber)http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id/post/Serok-Kwali-Permainan?lang=id


32. Silem Sileman

Silem Sileman merupakan permainan yang pernah ada dan dimainkan oleh anak-anak usia belasan tahun atau anak-anak yang sudah berani dan bisa berenang di sepanjang aliran Ciliwung belasan tahun silam, saat itu aliran Ci Liwung masih lebih bersih dibandingkan sekarang. Silem-sileman dalah permainan berusaha menenggelamkan tubuh pemain lain dan berenang sambil menyelam.

Silem-sileman tidak memerlukan peralatan khusus. Akan tetapi arena bermainnya membutuhkan wahana air seperti aliran sungai. Sebelum permainan dimulai dilakukan pengundian untuk menentukan siapa yang menjadi penjaga dan siapa yang akan dikejar. Setelah undian selesai, penjaga akan berusaha mendekati pemain lainnya.

Pemain yang akan dikejar harus berusaha menjauh secepat mungkin setelah mengetahui siapa penjaganya. Salah satu cara menjauhnya adalah dengan menyelamkan tubuhnya ke dalam aliran sungai agar dapat mengelabui penjaga. Sebaliknya, penjaga harus berusaha menyergap cepat dengan menyelam juga. Jika salah seorang pemain dapat disentuh di permukaan air, maka terjadi pergantian penjaga. Demikian seterusnya hingga semua pemain sepakat untuk mengakhiri permainan.


33. Sutil

Permainan sutil merupakan permainan tradisional dari daerah Betawi. Permainan sutil hampir sama dengan permainan ting-tong. Permainan sutil dapat dilakukan kapan saja. Pemain adalah anak laki-laki usia 7-13 tahun. Jumlah pemain 2 orang atau lebih. Sifat permainan diperlombakan. Peralatan terdiri dari sutil dan kepingan uang logam. kata sutil "sutel" dalam bahasa madura itu adalah suatu alat seperti ": spatula:" yaitu alat yang di gunakan untuk mengaduk masakan di wajan. dalam bahasa lainnya "poken ajem" yang artinya adukan.

Sebelum bermain dilakukan lotre, untuk menentukan pemain pertama yang bermain. Pemenang lotre memegang sisi uang logam kron (kap) dan yang kalah sisi cu. Pemenang lotre memegang sutil. Dua keping uang logam ditaruh di ujung sutil, kemudian dilentingkan ke atas dan jatuh ke tanah. Jika kedua keping menunjukkan kron maka penyuntil menang kalau menunjukkan cu, maka penyuntil kalah. Apabila kron dan cu tampak, berarti seri. Pihak yang kalah harus menerima hukuman sesuai perjanjian. Demikian berulang-ulang + 10 - 20 kali dan selalu dengan lotre seperti pertama permainan dimulai. (sumber)


34. Tangkreb

Tangkreb adalh permainan tradisional yang banyak ditemukan di wilayah Jakarta Utara, khususnya di Kampung Bendungan Melayu, Tugu, Koja, Jakarta Utara (pada zaman itu). Tangkrep berarti telungkup. Pemain minimal 2 orang tetapi biasanya bisa mencapai 7-10 orang. Peralatannya berupa potongan lidi dan pasir. Permainan ini di Jakarta Selatan disebut Rurub. Hanya di dalam permainan Rurub menggunakan peralatan uang gobang (sejenis uang logam) sedangkan di dalam permainan Tangkreb digunakan sebatang lidi dengan ukuran panjang antara 1-3 cm. Biasanya dilakukan di waktu senggang, tidak terikat pada peristiwa sosial tertentu dan tidak ada pantangan.

Untuk memulai permainan ini, para pemainnya mencari sebidang tanah yang agak gembur atau berpasir karena permainan ini membutuhkan gundukan-gundukan tanah yang fungsinya menyembunyikan potongan lidi tersebut. Lidinya dimasukkan ke dalam dengan cara diselusupkan. Dalam permainan ada ini dua bentuk gundukan tanah. Jenis pertama, yang dibuat memanjang dengan panjang 5 jengkal ukuran telapak tangan dan tingginya sekitar 1-2 cm. Jenis kedua, yaitu dengan lima gundukan yang dibentuk seperti kerucut gunung. Biasanya para pemain akan memilih salah satu bentuknya.

Sebelum bermain, diadakan undian antara 2 orang untuk mencari penebak lebih dahulu dan lawannya bertugas menyembunyikan secermat mungkin potongan lidi ke dalam gundukan-gundukan pasir/tanah. Biasanya pemenang undian akan terlebih dahulu menebak dan pemain yang kalah akan bertugas menyembunyikannya. Tetapi diantara mereka sendiri memilihi siapa yang mau menebak lebih dahulu atau menyembunyikannya. Misal A lebih dahulu menyembunyikan lidi, maka ia berusaha menyembunyikan lidi pada gundukan tanah tersebut. Sedangkan si B mengamati gerak tangan si A. Setelah beres, maka si B harus sekali saja menebak dimana lidi tersebut disembunyikan.

Cara menyembunyikan lidi bisa dengan dua cara, yaitu si penebak membelakangi pemain lain, atau si penebak hanya melihat gerakan tangan pemain lain tersebut. Kemudian seperti itu seterusnya. Maka kata ibu saya, lebih seru apabila bermain ramai-ramai. Kadang ditentukan juga lama waktu menjawabnya. Dan pada waktu itu biasanya digunakan taruhan. Tetapi taruhannya tidak seperti uang, melainkan kelereng atau ikan dan sebagainya. (sumber)


35. Tepok Nyamuk

Permainan tepok nyamuk adalah permainan masyarakat Betawi yang dilakukan di tempat terbuka, misalnya halaman atau lapangan. Permainan tepok nyamuk sedikitnya dimainkan oleh tiga orang anak.

Cara bermainnya, dilakukan hompimpa/gambreng. Pemenang gambreng tersebut kemudian disebut sebagai "Nyamuk"nya. Sedangkan yang kalah menjadi penjaga/penepok (bila bermain hanya 3 orang). Jika pemain lebih dari 3 orang, maka dilakukan hompimpa/gambreng sampai menyisakan 2 pemain. 2 pemain itulah yang menjadi penepok/penjaga tersebut.

Setelah gambreng maka para penjaga/penepok berhadapan dengan jarak kurang lebih satu meter. Para penjaga dalam posisi duduk/jongkok dan melihat ke arah depan. Kemudian sang "Nyamuk" sudah bersiap siap diantara dua penjaga tersebut dan akan berusaha melewati dua penjaga dengan mengecoh melalui gerakan-gerakannya. Pemain yang berperan sebagai "Nyamuk" akan berusaha agar bisa menerobos kedua penjaga, sedangkan sang penjaga harus fokus agar tidak terkecoh. Pemain yang terkena tepokan sang penjaga maka dinyatakan kalah dan bergantian nantinya.


36. Tuk-Tuk Ubi

Tuk-Tuk Ubi merupakan permainan yang dimainkan oleh anak perempuan secara beramai-ramai, bisa mencapai 10 orang. Salah seorang menjadi nenek gerondong atau emak.

Cara bermain, nenek gerondong dengan membawa tongkat datang menghampiri anak-anak yang duduk berbanjar saling memeluk pinggang di belakang emak.

Lalu terjadi percakapan antara nenek gerondong dan emak, sampai akhirnya anak yang berbaris di belakang emak diambil oleh nenek gerondong satu persatu. Lalu si nenek gerondong melantunkan pantun/lagu dengan syair :

Tok-tok-tok
Sapa tu
Nenek Gerondong
Mau Minta Apa
Mau minta ubi
Baru daun 1

Setelah sampai di syair terakhir, si nenek gerondong akan mengambil salah satu anak dari barisan secara acak, lalu ia harus menarik incarannya itu keluar dari barisan.


37. Tok Kadal / Kalawadi (Gatrik)

Tok Kadal, Kalawadi atau di Jawa Barat disebut dengan Gatrik adalah permainan memukul kayu dengan kayu agar ditagkap oleh lawan main. Konon permainan ini lahir karena anak-anak yang kaget melihat kadal, memukulnya hingga kadal melompat sangat jauh. Dari situlah kemudian di buat permainan yang menyerupai memukul kadal tadi.

Tok kadal biasa dimainkan di tanah lapang dengan peralatan permainannya berupa kayu dengan panjang lebih kurang 40 cm dengan diameter 2,5 sampai 3 cm untuk alat pemukul (pengetok), sedangkan untuk alat kadalnya kayu yang panjangnya kira-kira 10 cm. Kemudian dibuat lubang berdiameter sekitar 5 cm atau dua batu bata yang diletakkan sejajar dengan jarak 5 cm. Kayu yang digunakan biasanya adalah kayu nangka atau jenis kayu lain yang kuat.

Cara Bermain - Permainan dilakukan oleh 2 kelompok. Setelah ketua kelompok (komandan) melakukan undian dengan suit, kelompok yang menang bisa mulai dulu dan yang kalah menjaga. Dilakukan dengan mencongkel kadal dari lubang setinggi dan sejauh-jauhnya. Kalau tertangkap (bal) oleh kelompok yang jaga maka pemain dianggap mati dan dilanjutkan pemain kedua. Jika tidak tertangkap, Kadal dilempar kepemukul. Kalau kena maka mati. Tapi kalau tidak kena permainan dilanjutkan.

Selanjutnya pemain memukul kadal yang dipegang pada satu tangan sejauh-jauhnya. Kalau tertangkap maka kalah. Jika tidak tertangkap, dilanjutkan dari awal tetapi jarak kadal dari lubang dihitung dengan menggunakan alat pukul. Ukuran panjang alat pukul, nilainya satu. Penilaian selanjutnya dihitung dari jumlah pukulan. Pukulan sekali nilainya satu kali 10, dan seterusnya kelipatan 10. Kelompok yang mendapat nilai lebih banyak adalah pemenangnya.


38. Torti

Torti merupakan permainan rakyat dari Jakarta yang mirip dengan petak umpet atau tap inglo yang sudah ada sejak tahun 1941. Nama torti berasal dari bunyi pemukul pelepah pisang yang dipukulkan ke arah kaki lawan, "kort" dan mendapat akhiran "i". Permainan ini dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota harus ganjil (3, 5, 9, dst). Arena permainan harus luas dan banyak semak-semak untuk tempat bersembunyi. Peralatan yang digunakan berupa pelepah daun pisang yang sudah kering atau yang masih basah (baru dipotong dari pohon).

Permainan diawali dengan menentukan tempat inglo (pos pemberhentian) yang berupa pohon besar. Tempat kelompok yang jaga menutup mata dengan kedua tangannya dan menunggu kelompok lain bersembunyi. Juga sebagai tempat pemberhentian bagi kelompok yang jalan setelah mereka bersembunyi. Setelah suit untuk menentukan anggota kelompok dan mengundi kelompok mana yang jaga, lalu kelompok ini akan menutup mata sambil diawasi wasit yang telah ditunjuk, "Ude ape belon?" Jika kelompok yang jalan menyahut, "Torn ... Ti !", berarti mereka sudah bersembunyi dan siap untuk dicari. Kalau bisa ditemukan maka ia akan dipukul dengan pemukul dari pelepah pisang pada bagian lutut kaki. Untuk menghindari pukulan peserta boleh lari ke inglo supaya kelompok yang jaga menghentikan pukulannya. Bila tidak berhasil ditemukan dan bisa kembali ke inglo maka ia bebas dari pukulan, mendapat poin satu, dan dinyatakan menang. Sedang peserta yang kena pukulan berarti mengurangi satu angka bagi kelompoknya. Permainan torti pernah dikenal oleh masyarakat Batavia Sentrum sampai batas Banjir Kanaal yang dikenal sebagai daerah Tanah Abang, Kelurahan Kebon Melati, Jakarta Pusat. (sumber)


39. Tuk Tuk Geni

Tuk tuk geni adalah permainan tradisional yang berasal dari Betawi yang dimainkan di dalam atau luar ruangan  oleh anak-anak perempuan. Cara bermainnya, salah satu pemain menjadi “nenek gerondong”, dan yang lainnya dusuk berbaris dengan saling memeluk pinggang pemain di depannya. Lalu si nenek gerondong melantunkan pantun/lagu dengan syair :

Tok-tok-tok
Sapa tu
Nenek Gerondong
Mau Minta Apa
Mau minta ubi
Baru daun 1

Setelah sampai di syair terakhir, si nenek gerondong akan mengambil salah satu anak dari barisan secara acak, lalu ia harus menarik incarannya itu keluar dari barisan.


40. Tumbuk Uang

Tumbuk-tumbuk Uang adalah permainan tradisional anak betawi yang mirip dengan permainan Jawa yaitu cublek-cublek suweng. Nama tumbuk uang sendiri diduga berasal dari kegiatan kaum wanita yang menumbuk padi. Dalam permainan ini yang dibutuhkan hanya sebuah batu kecil (kerikil). Selain kerikil bisa juga dipakai ketipe berupa pecahan genteng.

Cara bermain : Permainan diawali dengan melakukan undian yang menggunakan cara bungselan. Dari beberapa daun, salah satu di-bungsel (diikat) ujungnya. Kemudian digenggam dan satu persatu anak memilih daun. Siapa yang mendapat daun dengan ujung ter-bungsel maka harus jaga terlebih dahulu. Pemain yang jaga menelungkupkan badan, seperti orang yang sedang bersujud dan kepalanya tidak boleh menengok ke kiri dan ke kanan. Pemain yang lain meletakkan telapak tangannya di atas punggung anak yang bersujud. Salah satu di antara mereka memegang batu yang diputarkan di atas seluruh telapak tangan pemain yang lain sambil bernyanyi:

Sibrak-sibarak uang.
Uangnya ambu titi ambu tata.
Jenggal jenggul.
Te … te … gate.
Cap gule cap manisan.
Dahar eee te’ dar manisan.
Tembutu-tembutu …
Tembutu-tembutu …
Tembutu-tembutu …

Celata celutu.
Sale sale pegang batu
Di depan pintu.

Dalam bait yang pertama ada syair lagu
yang lain:

Tumbuk-tumbuk uang.
Uangnya ami arum …
Rum selilitum
Sembayang tepekang …
Buka satu dari bawah …

Bersamaan dengan habisnya bait pertama dari lagu tersebut, batu akan jatuh dalam salah satu telapak tangan seorang anak. Kemudian mereka menyanyikan bait seterusnya sambil menggenggam tangan seolah-olah sedang memegang batu, “tembutu-tembutu …. “. Anak yang jaga akan bangkit dari duduk dan menebak siapa yang menggenggam batu sambil menyanyikan lagu bait ke-4, “celata-celutu … “. Kalau tebakannya salah maka dia harus jaga lagi. Tetapi jika bisa tertebak, anak yang menggenggam batu gantian jaga.


41. Ujan Angin

Ujan angin merupakan permainan anak-anak Jakarta. Permainan ujan angin dikenal oleh penduduk di Kampung Marunda Pulo, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di Kelurahan Koja utara lebih dikenal dengan nama angin-anginan. Permainan ini banyak digemari oleh anak-anak pada tahun 1950-an dan mencapai puncak sekitar tahun 1964-1965. Pada tahun 1965 sampai 1968 sudah tidak begitu populer namun pada tahun 1969 sempat muncul kembali.

Permainan ini melibatkan dua regu yang masing-masing minimal berjumlah tiga orang. Ujan angin diartikan "kadang-kadang dapat, kadang-kadang tidak", maksudnya kadang digendong kadang malah menggendong terus. Sesuai dengan arti nama, permainan ini mewajibkan regu yang kalah menggendong lawannya yang menang. "Ce ... hui. gue digendongkude ... eek ... eek ... eek ... neng," sorak-sorai anak-anak yang digendong, menirukan suara kusir kuda. Biasanya anggota regu yang hampir kalah "udeh ngibrit lari" dulu sehingga regu yang merasa dirugikan akan segera nguber (mengejar). Bila tertangkap, mereka akan "meneke" (menjitak) anak yang melarikan diri tadi.

Permainan ujan angin membutuhkan gacoan berupa pecahan genteng atau apa saja yang pipih cukup berat untuk dilempar, dan tidak mudah terbawa oleh angin. Setelah menentukan jarak antara garis I dan II (teit) dan pasangan lawan yang seimbang maka para pemain akan berusaha melemparkan gacoannya ke posisi teit, "tee ... iiit" (suara pemain sambil melempar gacoan). Regu yang anggotanya berhasil melempar gacoan 3 kali berturut-turut pada posisi teit berhak untuk digendong.


42. Uler-uleran

Uler-uleran adalah permainan anak-anak Betawi yang dilakukan banyak orang. Cara bermainnya adalah: Dua orang anak berdiri berhadapan dengan kedua tangannya diangkat sambil berpegangan pada jari. Lalu anak-anak lain berbaris berbanjar ke belakang dengan masing-masing tangan memegang pundak teman yang ada di depan. Rombongan kemudian berjalan meliuk-liuk dengan cepat sambil menyanyikan lagu.

Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dianya yang terbelakang

Pada lagu yang terakhir inilah anak yang memasuki celah kedua tangan akan ditangkap dan dijadikan tawanan.


43. Wak-wakgung/Wak Wak Kung

Wak Wak Kung adalah permainan anak anak Betawi yang dilakukan di halaman rumah. Berikut ini cara memainkannya:

Sebelum permainan dimulai, dua orang yang nantinya akan menjadi induk ayam atau Ulung (elang), mencari anak buah terlebih dahulu. Anak yang jaga seluruhnya berbaris susun ke belakang dan saling memegang pundak masing-masing, lalu mereka beramai-ramai menyanyikan lagu Wak-wak Kung :

Wak-wak kung nasinye nasi jagung
Lalapnya daon utan
Sarang gaok dipohon jagung
Gang … ging … gung …
Tam-tambuku
Seleret daon delime
Pato klembing pate paku
Tarik belimbing
Tangkep satu
Pit ala’ipit
Kuda lari kejepit-sipit.

Lagu pengiring tersebut dinyanyikan sambil berbaris mengelilingi dua pemain yang berhadapan dengan tangan diacungkan dan berpegangan membuat terowongan. Sampai lagu berakhir, barisan masuk terowongan dan anak yang tertangkap akan ditawari mau berada dibelakang siapa (disimbolkan, “kamu mao bulan ape bintang?”)

Setelah masing-masing mempunyai anak buah, keduanya suit untuk mengambil anak buah yang kalah yang akan dijadikan anak ayam. Kemudian yang menang akan menjadi induk ayam. Sedangkan yang kalah menjadi burung Ulung yang akan memburu anak-anak ayam. Kemudian perburuan pun dimulai. Jika semua anak ayam habis tertangkap, ganti induk ayam menjadi Ulung.