12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini

12 Permainan tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini

Berdasarkan buku catatan sejarah, ternyata Aceh memiliki hampir 200-an jenis permainan tradisional dan sebagian Terancam Punah karena tidak pernah dimainkan lagi. Namun saat ini sudah tidak ada permainan tradisional Aceh yang sebanyak itu, hanya tersisa beberapa saja yang masih sering dimainkan. Berikut ini beberapa permainan tradisional khas Aceh yang masih dimainkan hingga kini:




1. Bola Keranjang / bahasa Gayo = tipak rege ( sepak raga (sepak takraw)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber : padamu.net
Bola keranjang atau bahasa Gayo di-sebut dengan tipak rege merupakan sejenis permainan bola yang dibuat dari rotan belah yang dipergunakan pada permainan sepak raga (sepak takraw). Permainan ini sudah jarang sekali dilakukan. Pada bola keran­jang diikat rumbai-rumbai kain yang berwarna merah, putih, dan hitam, sebanyak 15 helai. Zaman masa da­hulu, sepak raga merupakan sejenis permainan rakyat. Permainan ini san­gat digemari oleh anak-anak, rem­aja/pemuda maupun orang-orang dewasa. Mereka memanfaatkan waktu-waktu senggangnya dengan permainan ini.

Sepak takraw merupakan olahraga yang konon berasal dari zaman Kesultanan Malaka 1402-1511. Sepak takraw memiliki nama lain, sepak raga. Dalam permainan, ada dua tim yang saling berhadapan. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga orang. Dan mereka tak boleh menyentuh bola dengan tangan, hanya menggunakan kaki.

Kini, sepak takraw telah memilki asosiasi internasional bernama ISTAF dan terdaftar dalam kategori pertandingan SEA Games serta Asian Games. Lapangan sepak takraw sendiri berukuran dua kali lapangan bulutangkis. Dengan pembatas kedua tim mirip net pada badminton. Yang spesial, olahraga ini menggunakan bola khusus dari rotan.



2. Catoe Rimueng (Catur Aceh)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber: infobudaya.net
Catoe Rimueng (Catur Aceh) adalah salah satru permainan tradisional rakyat Aceh yang dulunya kerap dimaikan di bale-bale, tempat pengajian, musalla dan pos ronda di saat istirahat sembari menunggu waktu salat tiba.

Catur Aceh dimainkan oleh dua orang di atas papan ukuran kecil dengan jumlah anak bervarian mulai dari 28, 81, dan 100. Sementara bahan yang dijadikan sebagai anak catur adalah dari batu. Untuk ukuran besar diberi nama Rimung (harimau), dan pionnya atau batu kecil adalah kambing.

Dalam bermain catur Aceh, kita membunuh pemain lawan dengan sistem ganjil, yaitu melompati 3 pemain lawan bahkan sampai lima. Setelah melompat baru kita bisa membunuh pemain lawan. Apabila harimau itu sudah terkurung tidak bisa bergerak lagi karena dihambat oleh kambing maka dia yang menang. Tetapi kalau kambing habis dan harimau masih leluasa bergerak berarti dia pemenangnya. 



3. Galah (Hadang)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Atribusi: Arief Rahman Saan (Ezagren)
Main hadang atau main galah adalah semacam permainan adu ketangkasan dalam menempuh jarak tertentu, masing-masing jarak yang ditempuh dijaga dengan ketat oleh lawan. Di beberapa tempat nama permainan ini bernama semba lakon, main cak bur, gobak sodor, dan gala asin.

Permainan ini digemari oleh anak laki-laki dan perempuan secara bersama-sama yang dilakukan pada lapangan terbuka. Pemain terdiri dari dari dua regu. Masing-masing regu terdiri dari empat atau lima orang, satu di antaranya adalah pemimpin regu.

Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu dibuat garis persegi panjang dan ditengah dibuat garis horizontal dan dua atau tiga garis vertikal. Banyaknya garis vertikal tergantung pada jumlah pemain. Kemudian, masing-masing ketua regu bersuit, yang menang akan menjadi pemain dan yang kalah akan menjaga masing-masing garis dan ketua kelompok menjaga di depan garis atau garis mulai dan berakhir pada garis mulai kembali.

Pemain harus dapat melewati setiap garis yang dijaga ketat oleh lawan. Setiap penjaga garis dapat mengejar lawan dari ujung ke ujung garis. Seandainya dapat menyentuh pemain maka pemain kalah dan digantikan dengan regu berikutnya. Jika pemain dapat melewati semua garis maka dialah pemenangnya dan permainan akan dilanjutkan lagi dengan regu yang sama.



4. Geulayang Tunang (pertandingan layang-layang atau adu layang)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber: salmanmardira.wordpress.com
Geulayang Tunang terdiri atas dua kata, yaitu geulayang yang berarti layang-layang dan tunang berarti pertandingan. Dari namanya jelas mempertegas bahwa geulayang tunang merupakan pertandingan layang-layang atau adu layang yang diselenggarakan pada waktu tertentu. Permainan ini sangat digemari masyarakat di berbagai daerah di Aceh. Mengenai nama permainan jenis ini, ada pula yang menyebutnya adu geulayang. Kedua istilah yang disebutkan terakhir memiliki maksud dan arti yang sama.

Pada zaman dahulu, permainan ini diselenggarakan sebagai pengisi waktu setelah masyarakat suatu tempat panen padi. Sebagai pengisi waktu, permainan ini sangat bersifat rekreatif. Oleh karena itu, permainan ini sering kali dilombakan dalam ac­ara peringatan hari kemerdekaan RI atau even-even kebudayaan lainnya di Aceh semisal Pekan Kebudayaan Aceh.

Layangan Aceh terdiri dari 5 bagian utama yaitu: – Kepala (seurungguk) – Sayap (sayeuep) – Tulang punggung (tuleueng rhueng) – Tulang pinggang (tuleueng keuing) – Ekor (capeng) Ungkapan lokal yang sering dipakai untuk menentukan ukuran layangan adalah: “seurunggok siteungoh capeng, tuleueng rhueng dua go capeng, oanyang keuing sa ngon capeng” (kepala setengah ekor, punggung dua kali ekor, panjang pinggang setara sekor). Ukuran panjang sayap disesuaikan dengan kondisi angin pada saat pertandingan. Semakin panjang sayap akan semakin tinggi daya tahan angin yang diterima oleh layangan tersebut. pada saat hembusan angin lemah biasanya yang dimainkan adalah layangan dengan sayap pendek. Layangan Aceh (Geulayang) ada dua Jenis yaitu Geulayang Maco dan Geulayang Kleueng

Geulayang Maco adalah geulayang yang biasa dimainkan sehari-hari oleh anak-anak Aceh. Bentuknya sederhana menyerupai eungkot maco, ikan berkepala runcing dan ekor panjang. Layangan jenis ini mudah dibuat sendiri oleh anak-anak berbekal lidi dan kantong plastik bekas atau kertas minyak. Kelemahannya, karena bahannya yang lebih sederhana, geulayang maco tidak dapat terbang terlalu tinggi. Daya ahannya terhadap terpaan angin kurang maksimal.

Geulayang kleueng adalah jenis layang-layang yang paling dikagumi. Kleueng berati elang, bentuknya menyerupai elang yang terbentang sayapnya. Oleh karena itu geulayang kleueng juga disebut geulayang sayeuep. Geulayang jenis ini dibuat sebagai geulayang tunang, layangan yang dipertandingkan. Oleh karena itu jenis layangan ini dibuat secara khusus oleh ahlinya untuk menghasilkan layangan terbaik. Pembuat layangan harus memenuhi beberapa syarat standar agar nantinya layangan mampu terbang tinggi secara vertikal sejajar kepala.



5. Geudeue-Geudeue / due-due (gulat Aceh)
Geudeue-geudeue atau ada yang menyebutnya due-due adalah per­mainan ketangkasan yang terdapat di daerah Pidie. Permainan ini Sangat mirip dengan permainan sumo yang berasal dari Negara Jepang.
Perbedaan Geudeue-Geudeue dan sumo adalah terletak pada jumlah pemain. Di samping ketangkasan, kegesitan, keberanian, dan ke­tabahan, pemain geudeue-geudeue harus bertubuh tegap dan kuat serta memiliki otot yang meyakinkan. Permainan ini kadang-kadang berba­haya, karena merupakan permainan adu kekuatan.

Permainan ini dilakukan oleh se­orang yang berbadan tegap. Mulanya dia tampil di arena menantang dua orang lain yang juga bertubuh tegap. Pihak pertama mengajak pihak kedua yang terdiri atas dua orang supaya menyerbu kepada yang menantang. Ketika terjadi penyerbuan, pihak per­tama memukul dan menghempaskan penyerangnya (pok), sedangkan pihak kedua menghempaskan pihak yang pertama.

Dalam tiap permainan, bertindak empat orang juru pemisah yang disebut ureueng seumubla (juri), yang berdiri selang-seling mengawasi setiap pemain.


6. Geunteut (Engrang)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber: id.wikipedia.org
Egrang atau engrang atau juga jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Enggrang berjalan adalah enggrang yang diperlengkapi dengan pijakan kaki tempat berdiri. Cara menggunakannya adalah pertama-tama tangan memegang kedua tongkat egrang, kemudian satu persatu kaki berpijak pada pijakan masing masing egrang. Setelah itu barulah bisa dipakai untuk berjalan. Egrang di Indonesia biasa dimainkan ataupun dilombakan saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Egrang dengan versi lain juga dimainkan pada saat upacara sunatan.


7. Ingke (Engklek)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber: SDN Baleharjo 2 Pacitan
Permainan engklek atau pacih (dalam bahasa aceh) merupakan permainan yang berasar dari Hindustan dan dibawa atau diperkenalkan oleh orang-orang keling. Alat permainan ini terbuat dari biji atau batu. Permainan ini dilakukan secara perorangan. Alat atau bahan yang digunakan yaitu kapur tulis, pecahan genting atau keramik. Permainan ini dilakukan oleh 2 orang atau lebih yang dimainkan di lapangan atau halaman rumah atau taman bermain. Permainan ini dinamakan angklek, engklek atau ingkling karena permainan ini dilakukan dengan melakukan engklek, yaitu berjalan melompat dengan satu kaki. Engklek dapat dimainkan kapan saja dan dimana saja. Lama permainan ini tidak mengikat. Permainan ini sudah dilakukan sejak jaman jepang. Permainan ini minimal dimainkan oleh 2 orang anak. Permainan ini bersifat individual bukan kelompok. Usia pemain engklek berkisar antara 7-14 tahun, kurang dari 7 tahun diperbolehkan tetapi hanya diberi status sebagai pemain bawang kothong yaitu pemain yang tidak mempunyai hak dan kewajiban tetapi diizinkan mengikuti permainan.

Cara bermain engklek atau sondah yaitu pertama-tama pemain menggambar kotak-kotak kemudian melempar genting ke kotak awal. Pemain melakukan engklek dari awal lalu pemain mengambil genting yang di lempar tadi kemudian balik ke awal lagi dengan tetap melakukan engklek. Pemain dinyatakan gugur dan harus berganti pemain jika pemain menginjak atau keluar garis kotak, menginjak kotak yang di dalamnya terdapat pecahan genting, melempar genting keluar dari kotak yang seharusnya, kaki tidak tetap engklek di kotak yang dilarang engklek.


8. Lenggang Rotan (hula hop dari Rotan)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber : Pixel Proposal
Hulahop atau lenggang rotan adalah sebuah permainan yang menggunakan gelang berukuran besar untuk diputar di bagian perut, pinggul atau leher. Hulahop modern diciptakan pada 1958 oleh Arthur K. "Spud" Melin dan Richard Knerr, tetapi anak-anak dan orang dewasa di seluruh dunia telah memainkannya sepanjang sejarah. Hulahop untuk anak-anak biasanya memiliki diameter sekitar 70 sentimeter (28 inchi), sementara hulahop untuk orang dewasa memiliki ukuran sekitar 1 meter (40 inchi). Saat ini, hulahop biasanya terbuat dari plastik.

Lenggang rotan mengharuskan pemainnya menggoyangkan tubuh terutama pada bagian pinggul dan perut. Keberadaan permainan yang satu ini sudah lama sekali, diperkirakan lenggang rotan sudah ada semenjak 3000 tahun lalu.

Awalnya permainan ini dimainkan oleh anak-anak yang berasal dari Mesir dan Yunani kuno, tapi sekarang hulahop tidak hanya dimainkan oleh anak-anak saja tapi juga oleh orang dewasa yang dipercaya dapat menjaga kesehatan tubuh.

Pada Permainan Tradisional Lenggang Rotan dari Aceh (NAD), Rotan yang digunakan biasanya seukuran jempol tangan bahkan bisa lebih kecil. Permaianan ini umumnya juga terdapat di dataran tinggi Gayo, karena di sana memang terdapat banyak rotan.

Cara main Permainan Tradisional Lenggang  Rotan dari Aceh (NAD):
  1. Masukanlah rotan yang berbentuk melingkar ke badan.
  2. Putarkan rotan itu menggunakan badan.
  3. Pemain yang berhenti duluan akan dinyatakan kalah.

9. Pacu Kude (pacuan kuda)
12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber: Kemdikbud
Pacu Kude adalah tradisi pacuan kuda yang dilakukan oleh Suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. Tradisi pacu kuda ini dilaksanakan di Dataran Tinggi Gayo tiap bulan Agustus pada hari peringatan kemerdekaan Indonesia dan bulan Februari pada hari ulang tahun Takengon. Pacu Kude pertama kali diadakan pada tahun 1850 di sisi timur Danau Laut Tawar, Kecamatan Bintang. Luas lahan yang digunakan untuk pacuan kuda adalah 1,5 kilometer.

Pacu kude pertama kali digelar pada tahun 1850. Panjang lintasan yang digunakan mencapai 1,5 kilometer. Lintasan dimulai dari Wikip dan berakhir di Menye dengan jalur lurus memanjang. Pacu Kude diadakan setelah padi selesai dipanen. Kuda-kuda yang dipacu ditangkap harus dipacu menggunakan sarung. Pacu Kude mulai menjadi acara tahunan sejak tahun 1930.

Dalam Pacu Kude, para joki harus berusia antara 10-16 tahun. Kuda dipacu tanpa menggunakan pelana. Para peserta juga tidak perlu memakai pelindung tubuh apapun dan hanya mengenakan pakaian biasa. (sumber: id.wikipedia.org)


10. Peupok Leumo (mengadu sapi)

12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini

Peupök Leumo adalah budaya melagakan sapi yang terdapat dalam masyarakat suku Aceh khususnya di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar. Kegiatan ini biasanya dilakukan sesudah selesai memotong padi di sawah. Hari penyelenggaraan permainan ini biasanya setiap Minggu atau Jumat, tetapi tidak tertutup kemunginan di hari lainnya. Lazimnya dilaksanakan pada sore hari, sekitar pukul 16.00-18.00 WIB atau selepas ashar. Nama peupok leumo berasal dari dua kata bahasa Aceh yaitu peupok yang berarti mengadu/melagakan dan leumo yang artinya sapi.


11. Tarek Situek Massal
Sumber: Steemit
Tarek Situek Massal (tarik upih pinang) merupakan permainan yang dimainkan oleh anak-anak di beberapa negara ASEAN. Upih pinang adalah pelepah/"pangkal" daun pohon Pinang. Pelepah yang sudah tua akan jatuh ke tanah. Daun pinang dari pelepah itu akan dibuang dan dijadikan hulu atau tempat untuk menarik upih tersebut. Selain pelapah pinang, pelepah kelapa juga digunakan.

Situek adalah bahasa aceh dan indonesia mengenalnya Bermain Tarik Pelepah Pinang sedangkan bahasa Inggris adalah bermain tarik tangkai pinang. Meuen Tarek Situek adalah salah satu permainan tradisional yang jarang kita lihat sekarang. Jika Anda ingin melihatnya, mungkin Anda harus pergi ke desa, jika beruntung, Anda akan menemukan beberapa anak sedang bermain Tarek Situek atau Bermain Menawan daun kelapa dan Anda bisa bergabung dengan mereka, itu pasti sangat menyenangkan. Bermain dengan mereka, melihat wajah bahagia mereka dan mendengar tawa mereka. Anda pasti akan merasakan pengalaman yang berbeda.


12. Tarek Talo (Tarik Tambang)

12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini

Tarek Talo (Tarik Tambang) adalah permainan tradisional yang dilakukan oleh dua regu yang saling berhadapan dalam sebuah perlombaan dengan tujuan menarik batas tengah tali kedaerah sendiri.

Pertandingan tarik tambang melibatkan dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah.

Taktik permainan terletak pada penempatan pemain, kekuatan tarik dan pertahanan tumpuan kaki di tanah. Pada umumnya pemain dengan kekuatan paling besar ditempatkan di ujung tali, untuk menahan ujung tali saat bertahan atau menghentak pada saat penarikan. (sumber: id.wikipdia.org)