Catoe Rimueng (Catur Aceh) - Sejarah, Cara Bermain, Alat dan bahan

Permainan Cato adalah permainan yang bersifat kecerdasan. Permainan ini dimainkan pada sebilah papan pada titik pertemuan garis vertical dan horizontal diletakan masing-masing sebiji anak (buah) catur. Anak catur ini pada mulanya terdiri dari biji-bijian yang keras yang agak kecil. 

12 Permainan Tradisional Nanggroe Aceh Darussalam yang Masih Dimainkan Hingga Kini
Sumber: infobudaya.net
Catoe Rimueng (Catur Aceh) adalah salah satru permainan tradisional rakyat Aceh yang dulunya kerap dimaikan di bale-bale, tempat pengajian, musalla dan pos ronda di saat istirahat sembari menunggu waktu salat tiba.

Catur Aceh dimainkan oleh dua orang di atas papan ukuran kecil dengan jumlah anak bervarian mulai dari 28, 81, dan 100. Sementara bahan yang dijadikan sebagai anak catur adalah dari batu. Untuk ukuran besar diberi nama Rimung (harimau), dan pionnya atau batu kecil adalah kambing.

Dalam bermain catur Aceh, kita membunuh pemain lawan dengan sistem ganjil, yaitu melompati 3 pemain lawan bahkan sampai lima. Setelah melompat baru kita bisa membunuh pemain lawan. Apabila harimau itu sudah terkurung tidak bisa bergerak lagi karena dihambat oleh kambing maka dia yang menang. Tetapi kalau kambing habis dan harimau masih leluasa bergerak berarti dia pemenangnya.


Kedekatan dengan sejarah Aceh

Di Aceh, permainan catoe terdiri dari dua tipe, yaitu catoe rimueng dan catoe perang. Keduanya memiliki perbedaan pada karakter yang digunakan. Catoe rimueng memiliki karakter berbasis hewan, yaitu rimau dan kambing. Dalam bahasa Melayu, rimau memiliki arti harimau. Sedangkan, catoe perang menggunakan sosok yang sangat dekat dengan rakyat Aceh, yaitu Teuku Umar dan pasukan Belanda. Hal ini membuat catoe perang lebih dikenal dengan sebutan catur Teuku Umar.

Permainan ini memiliki kelekatan dengan perjuangan rakyat Aceh di bawah pimpinan Teuku Umar ketika masa penjajahan Belanda. Kala itu, Teuku Umar sempat berpura-pura untuk menjadi antek Belanda, dan kemudian membantu rakyat Aceh untuk melakukan perlawanan. Permainan ini menggunakan sosok Teuku Umar untuk mengingatkan kembali bagaimana perjuangannya untuk mengusir pasukan Belanda dari wilayah Aceh. Teuku Umar mampu menunjukkan bagaimana sosok kepemimpinan yang baik dan semangat untuk memumpuk nilai-nilai kebangsaan terhadap penerus bangsa nantinya.

Kedekatan permainan ini dengan sosok Belanda membuat permainan ini dikenal sampai di Belanda. Di sana, permainan ini mulai beredar sejak tahun 1896 dengan nama Toekoe Oemar Spel. Berbeda dengan Indonesia, Belanda menjadikan permainan ini sebagai media untuk mengingatkan kolonialisme yang pernah dilakukan oleh Belanda terhadap rakyat Aceh.