Jambi adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatra. Jambi adalah nama provinsi di Indonesia yang ibu kotanya bernama sama dengan provinsi. Seiring berjalannya waktu, banyak permainan tradisional yang kini dilupakan orang. Nilai seni dan budaya Indonesia yang teramat beragam kini pelan-pelan mulai terkikis dengan gaya hidup dan sikap acuh terhadap permainan tradisional. Minimnya pengetahuan akan permainan tak dimungkiri menjadi sebab para generasi muda tak lagi mengenal budaya yang dimiliki. Untuk lebih mengakrabkan permainan tradisional Jambi, berikut ini kami sajikan beberapa permainan tradisional dari provinsi Jambi lengkap dengan peralatan dan cara bermainnya.
Permainan Adang-adangan merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah Jambi yang dilakukan oleh anak laki-laki atau perempuan berusia 10 - 16 tahun. Permainan ini dilakukan oleh minimal 6 orang dan membutuhkan tempat yang luas dan terbuka. Tempat ini diberi petak-petak sejumlah delapan buah, yang tiap petaknya berukuran lebih kurang tiga meter bujur sangkar. Permainan ini biasanya dilakukan pada saat turun ke sawah atau ke ladang.
Adu Si jontu adalah permainan adu Jangkrik Khas Jambi yang dimainkan oleh anak-anak remaja laki-laki. Dalam istilah lokal di Jambi, Jontu berarti Jangkrik jengkrik atau jangkrik. Dengan demikian permainan adu si jontu merupakan jenis permainan yang mengadukan jengkrik. Permainan ini dimainkan di beberapa daerah seperti Kabupaten Bungo Tebo, Batanghari, dan Sarko. Umumnya dimainkan oleh anak-anak maupun remaja laki-laki berumur 10 - 15 tahun.
Permainan adu si jontu dilakukan untuk mengisi waktu luang dan pada saat-saat tertentu. Arena bermain biasanya berupa halaman rumah atau tempat yang agak luas. Alat permainannya terdiri dari si jontu itu sendiri dan tempatnya. Sebelum permainan dimulai, si jontu sudah dimasukkan ke dalam sebuah tempat berbentuk silinder. Tempat tersebut terbuat dari bambu atau kayu yang bagian atasnya diberi tutup.
Permainan ini bisa dilakukan oleh dua orang atau lebih. Setiap peserta memulai dengan melepas masing-masing jontunya dalam jarak yang dekat. Kemudian terjadilah perseteruan di antara kedua si jontu. Penentuan pemenang dilihat dari jontu mana yang bertahan dan mana yang lari. Jontu yang lari dinyatakan sebagai jontu yang kalah. Selanjutnya jontu pemenang diadu lagi dengan jontu yang lainnya. Begitulah seterusnya hingga ditemukan jontu pemenang sejati. (Sumber:
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1537/permainan-adu-si-jontu)
Bedil Bambu adalah salah satu permainan rakyat yang dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah nusantara, termasuk Provinsi Jambi. Biasanya dilakukan oleh anak laki-laki pada rentang usia 9-15 tahun. Akan tetapi, tak jarang orang dewasa juga ikut meramaikan permainan ini. Di daerah Jambi, bedil bambu biasanya dimainkan pada siang dan malam hari saat bulan puasa dan waktu Hari Raya Idul Fitri.
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini adalah bedil bambu, bilah bambu, dan lampu teplok. Proses pembuatan bedil bambu dimulai dengan memilih bambu yang tua agar tidak mudah pecah. Kemudian panjang bambu dipotong berkisar 1 – 1,5 meter dengan diameter 10 -15 cm. Bagian ruas dilubangi di bagian dalamnya, kecuali pada bagian pangkal. Pada bagian pangkal tersebut dilubangi bagian atasnya sebesar ibu jari. Pada lubang tersebutlah minyak tanah dan kain dimasukkan.
Permainan ini bisa dilakukan oleh lebih dari satu orang. Setiap pemain bermain secara bergiliran. Cara bermainnya adalah dengan menyalakan bilah bambu sebagai perantara api dan bedil. Api bilah bambu bersumber dari lampu teplok. Kemudian bilah berapi tersebut dimasukkan ke dalam lubang pangkal bedil. Begitu api masuk ke dalam lubang, maka seketika akan terdengar bunyi dentuman yang terdengar seperti bunyi meriam.
Bedil buluh atau pletokan bambu adalah alat permainan anak-anak berbentuk senapan yang terbuat dari bambu. Di Indonesia, permainan ini populer di Jambi. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak laki-laki berusia 7-12 tahun, dan peluru yang digunakan pada umumnya adalah putik jambu air atau buah jeluak.
Pada awalnya permainan bedil buluh dimainkan secara perorangan, kemudian berkembang menjadi permainan perang-perangan antara kelompok. Pemain yang terkena peluru dianggap mati. Kelompok dengan anggota terbanyak yang masih hidup akan keluar sebagai pemenang.
Cara membuat Bedil - Pilih bambu yang panjang dan lurus. Selanjutnya bambu dipotong sepanjang satu ruas (sekitar 50 cm) yang salah satu ujungnya dibuang, sedangkan tulang ruas bagian pangkal dibiarkan. Setelah itu bambu dipotong menjadi dua bagian. Panjang bagian yang satu berkisar antara 38–40 cm, yang akan berfungsi sebagai bodi bedil. Sedangkan bagian yang satu lagi berukuran lebih pendek, yaitu antara 10–12 cm. Bagian ini berfungsi sebagai gagang bedil.
Proses berikutnya adalah meraut sepotong bilah bambu tua untuk dimasukkkan ke dalam lubang pada gagang bedil, sehingga kedudukan bilah bambu di dalam gagang bedil menjadi kokoh (tidak bergoyang).
Cara memainkan - Putik jambu dimasukkan ke dalam lubang di pangkal bodi bedil dengan cara dipukul dengan pangkal gagang bedil hingga padat, kemudian peluru kedua dipasang lagi di pangkal bodi, lalu didorong menggunakan buluh raut dengan cara menghentakkannya sehingga udara di dalam bodi terdesak keluar melalui ujung bodi. Akibat tekanan udara tersebut maka peluru pertama yang sudah ada di ujung bodi bedil akan terpental keluar dengan mengeluarkan bunyi.
Buntang Kaleng adalah permainan yang menggunakan kaleng bekas sebagai alat mainnya. Buntang berarti bekas, jadi artinya permainan kaleng bekas yang disusun rapi, kemudian siapa peserta yang bisa merubuhkannya dialah yang menang. Sementara yang kalah, biasanya dapat sangsi menggendong pemenangnya keliling lapangan.
Pemain dibagi menjadi dua kelompok; kelompok jaga adalah kelompok yang kalah. Dan kelompok yang dicari adalah kelompok yang menang. Tak ada patokan usia dalam permainan ini. Yang terpenting siap berjaga, siap dikerjar atau siap mengejar lawan untuk ditangkap dan dimasukkan ‘kurungan’ yang berupa lingkaran dari kapur.
Cara bermain Buntang Kaleng - Peserta menyediakan kaleng yang berisi kerikil atau batu kecil (sebagai bunyi2 an saat lawan semua tertangkap atau saat kaleng dilemparkan). Tentu saja kaleng tersebut pada bagian atas harus dipepetkan sehingga kerikil tersebut tidak keluar atau bercecaran. Lalu kaleng diletakkan di tengah lingkaran.
Grup yang menang undian untuk dicari (ditangkapi oleh lawan) melempar sejauh mungkin kaleng lalu secepat kilat melarikan diri agar tidak mudah tertangkap musuh. Grup Jaga mengambil kaleng untuk diletakkan di tengah lingkaran, kemudian mereka menyebar untuk bersiap menangkapi grup yang sembunyi.
Malam gelap sangat mendukung agar tidak mudah kelihatan; bisa sembunyi di balik pohon, semak-atau semak. Peserta dimasukkan ke dalam lingkaran sampai apabila ada salah satu peserta lain yang berhasil menendang kaleng yang ditengah maka peserta grup yang berhasil ditangkap dan masuk dalam lingkaran boleh melarikan diri kembali. Namun apabila berhasil, semua dikurung maka gantian grup berikutnya yang sembunyi/lari. Biasanya grup jaga tak rela kaleng ditendang mudah oleh lawan sehingga mereka akan berusaha menjaga itu kaleng (jaga benteng dari serangan musuh) Hasilnya terjadi kucing-kucingan dari kedua grup. (Sumber :
http://jakozbeyik.blogspot.com/2012/07/buntang-kaleng-permainan-tradisional.html)
Cari-carian adalah permainan yang berasal dari Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko), Kabupaten Bungo Tebu, dan Kabupaten Batanghari. Permainan ini di sebut cari-carian karena masing-masing kelompok bertugas untuk mencari teman, saling bergantian antara yang satu dengan yang lainnya, yang satu menyuruk (bersembunyi) dan yang satu lagi mencari.
Peraturan pada permainan Cari-carian :
- Harus bergerak sesuai dengan daerah yang telah ditentukan batas-batasnya.
- Dilarang bersembunyi pada tempat ibadah dan tempat yang kotor.
- Tidak boleh bersembunyi pada pohon yang sedang berbuah dan yang dimakan manusia.
- Diberi kesempatan untuk bersembunyi selama 5 menit dan untuk kelompok yang mencari musuh selama 15 menit. Jika dalam waktu yang ditentukan tidak berhasil maka kelompok tersebut dinyatakan kalah dan diulang kembali permainannya.
Jika melanggar peraturan permainan maka akan mendapat sanksi :
- Jika sebagai pencari, maka yang bersangkutan harus mengulang sekali lagi.
- Jika sebagai yang bersembunyi maka harus beralih sebagai si pencari. (Sumber : Wikipedia)
Damak adalah permainan melempar anak panah yang kecil ke sasaran berupa papan khususyang dipasangkan pada dinding. Damak adalah sebuah jarum dari kawat yang diruncingi dengan panjang kira-kira 10 cm, pangkalnya dibalut dengan bulu ayam dan diikat dengan karet atau benang supaya kuat, dan bentuknya menyerupai kerucut. Permainan damak ini dikenal di daerah Tanjung Jabung, Batanghari, dan Bungo Tebo.
Permainan ini biasanya dilakukan pada waktu musim buah-buahan yakni duku, manggis, rambutan, dan buah-buahan hutan yang sedang masak. Permainan ini diselenggarakan dengan maksud untuk mengusir binatang agar tidak memakan buah-buahan tersebut. Biasanya binatang yang memakan buah-buahan tersebut adalah keluang sebangsa binatang burung buas. Binatang ini biasanya tidur di waktu siang di atas pohon kayu atau di rumah-rumah/bangunan dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas dan waktu malam mencari makan. Kalau dilihat dari sifatnya, keluang ini mirip kelelawar yang berukuran besar.
Jumlah pemain damak ini dua orang berusia antara 9 tahun – 15 tahun dan dimainkan khusus laki-laki saja. Untuk menentukan siapa yang membidik lebih dulu diadakan sut. Pemain hanya boleh membidik satu kali saja, andaikata bidikannya tidak mengenai sasaran berarti ia kalah, maka hukuman bagi yang kalah ialah mendukung yang menang di atas bahunya dengan berlari-lari kecil sejauh 100 meter pulang pergi diiringi sorak-sorai penonton.
Dam daman atau Damdas adalah jenis permainan tradisional yang bisa dimainkan oleh dua orang pemain. Permainan ini dimainkan diatas papan yang mempunyai pola papan khusus.
Untuk membuat permainan ini caranya memang sangat simpel dan mudah. Anda hanya memerlukan alat tulis untuk membuat garis dan juga alas untuk lapangan bermain. Adapun garis yang dipakai untuk memainkan permainan ini yaitu dengan bentuk segi empat. Kemudian dalam segi empat tersebut terdapat garis kecil segitiga dan 32 persegi.
Sebenarnya dam daman ini hampir serupa dengan permainan catur. Sebab tiap pemain harus bergantian untuk menjalankan pion mereka. Nah, disini anda hanya bisa makan atau dimakan saja.
Ada 2 jenis permainan ini yang perlu anda ketahui, diantaranya yaitu dengan menggunakan tiga batu dan dengan 16 batu. Untuk nama jenis permainan dam daman ini disesuaikan dengan jumlah batu yang dipakai. Untuk cara bermain serta jenis papan yang dipakai juga berbeda-beda untuk tiap jenis permainannya.
Saat permainan dimulai, seluruh pion yang ada bisa digerakkan baik itu maju, mundur, menyerong maupun menyamping. Pemain dapat memakan pion lawan dengan cara memindahkan pion melewati pion lawan ke arah depan, pinggir, dan serong. Pemaian yang pionnya habis duluan adalah yang kalah.
Daro adalah permainan rakyat dari Jambi yang hanya terdapat di kabupaten Sarolangun Bangko dan tidak ditemui di kabupaten lain dalam Provinsi Jambi. Permainan ini biasa dimainkan pada saat perkawinan, menanjak padi, dan pada saat keramaian lainnya. Permainan ini dapat dilakukan oleh semua kelompok masyarakat tanpa memerlukan persyaratan khusus.
Permainan ini bisa dilakukan oleh 2 orang yang berusia antara 8 sampai 15 tahun dan biasanya dimainkan antara jam 08.00 sampai 17.30 waktu setempat. Permainan ini biasanya dilakukan di halaman rumah, lapangan, atau ruang terbuka lainnya. Peralatan yang digunakan adalah dua buah sayak (Tempurung). Sayak sudah ditembuk (dilubangi) dengan antan (alu) agar sayak dapat berputar sewaktu permainan berlangsung.
Aturan bermaian - Permainan diundi dengan jalan syut untuk menentukan siapa yang harus membidik dan yang harus memasang. Yang menang berhak membidik dahulu sementara yang kalah harus memasang terlebih dahulu.
Setelah diundi, pemain menentukan jarak antara pembidik dan pemasang. Biasanya antara 5-7 meter serta pemain menentukan berapa kali permainan akan dilakukan. Siapapun yang kalah harus mendukung pemain yang menang sejauh 100 meter pulang-pergi.
Skor bertambah apabila pembidik dapat membidik sayak pemasang, masing-masing bidikan yang menang dihitung sebagai 1 poin.
Cara bermain - Pemain berdiri tegak dengan sayak di antara kedia tumit mereka dengan jarak 5-7 meter. Posisi sayak dalam keadaan terlentang. Pembidik memutar sayak dengan tumit kanannya lalu melakukan tembakan ke arah sayak pemasang yang berada di kedua tumitnya. Apabila sayak yang ditembakkan oleh Pembidik mengenai sayak si pemasang dan terlepas dari kakinya maka pembidik dianggap menang. Pembidik akan terus melakukan tembakan hingga pembidik kalah. Apabila pembidik kalah, maka pemain bertukar peran.
Enggrang/Engrang/Sitinjak/Kaki Angau adalah permaianan anak-anak yang menggunakan galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah.
Cara memainkan : Kedua kaki menginjak titian yang terdapat pada masing masing bambu, kemudian langsung dibgunakan untuk berjalan.
Enggrang dibuat dari dua batang kayu atau bambu yang panjangnya masing-masing sekitar dua meter. Kemudian sekitar 50cm dari alas bambu/kayu tersebut dilubangi lalu dimasukkan bambu dengan ukuran 20-30cm atau dipakukan kayu yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Permainan ini membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Untuk itu diperlukan kehati-hatian agar tidak terjatuh.
Gasingan atau Gasing adalah nama sebuah permainan yang dikenal oleh masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatra Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau panggal. Masyarakat Lampung menamainya pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya begasing, sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusa Tenggara Barat dinamai Maggasing. Dan masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan mengenalnya dengan nama maggasing atau aggasing.
Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada suatu titik. Alat yang digunakan untuk bermain Gasingan adalah tali dan kayu yang dibentuk. Cara memainkannya yakni dengan dipukul menggunakan teknik tertentu sehingga bisa berputar di atas suatu landasan.
Sebelum permainan dimulai, maka dilakukan undian untuk menentukan kelasi, orang kedua, orang ketiga dan seterusnya dan seorang raja. Kelasi adalah seorang yang kalah dalam undian dan selalu memasang terlebih dahulu untuk ditingkah oleh seorang yang berada ditingkat atasnya. Raja adalah seorang yang menang dalam undian, ia selalu terletak ditingkat atasnya. Sedangkan tingkah adalah melempar gasing yang di bawah. Undian dilakukan dengan cara bersama-sama memutar gasing. Gasing yang cepat mati berarti menjadi kelasi, dan gasing yang terkahir mati menjadi raja.
Permainan Gunung adalah nama sebuah permainan yang dikenal oleh masyarakat Jambi. Di Jember Jawa Timur disebut dengan Dakon, dan di daerah lain disebut congklak atau Congkak. Permainan gunung adalah permainan dimana persertanya dua orang dan alat yang digunkan adalah pap yang telah dilobangi dan kerikil sebanyak 72 buah cara bermain dimana dua oarng yang bermain terlebih dahulu sut yang menang terlebih dahulu bermain dengan mendistribusikan kelobang lubang, jika kerikil terakhir jatuh pada lubang yang kosong maka pemain pertama dinyatakan mati dan dilanjutkan pada pemain kedua. Untuk penentuan pemenangnya adalah lubang gunung yang terisih paling banyak maka dialah yang keluar sebagai pemenang.
Kak Lele adalah Permainan yang terdiri dari dua kata. Istilah kak dalam bahasa Melayu Jambi berarti abang atau kakak dan lele bararti lalai. Kedua kata ini mempunyai arti antara adik dan kakak yang lalai. hal ini disebabkan permainan ini menggunakan dua potong kayu yang suma besar tetapi berbeda
panjangnya, seakan-akan beradik kakak. Perminan ini terdapat dan berkembang di daerah Tingkat II Kabupaten Batanghari, Bungo Tebo, Sarolangun Bngko, Kerinci dan Kotamadya Jambi.
Permainan ini dilaksanakan oleh anak laki-laki yang berumur sekitar 7 - 14 tahun dengan peserta minimal dua orang dan maksimal tidak terbatas. Namun jika peserta lebih dari sepuluh orang dibagi dalam dua kelompok yang dipimpin oleh ketua kelompok masing-masing. Pelaksanaannya di halaman yang luas ataupun di jalan kampung. Peralatan yang digunakan kayu berukuran kira-kira sebesar jempol kaki atau rotan dengan panjang 45 cm yang disebut induk lele dan yang kecil berukuran panjang 20 cm yang disebut anak lele. Selain itu sebuah lobang berukuran panjang 25 cm dengan kedalaman 10-cm.
Sebelum permainan dimulai maka diadakan perundingan, aturan permainan, yaitu
- Jika lawan dapat menangkap anak lele, maka mendapat nilai.
- Berapa jumlah nilai sampai permainan selesai
Untuk menentukan siapa yang lebih dulu memulai permainan, maka dilakukan undian dengan jalan sut. Peserta yang menang sut ialah yang memulai permainan dan yang kalah menjadi penjaga.
Cara memainkan kak lele ini seorang pemain berjongkok menghadap lobang yang telah diisi anak lele dan memukul atau mencuatkannya dengan induk lele. Sedangkan penjaga berusaha menangkap anak lele tersebut sebelum menyentuh tanah. Adapun cara memainkan ada tiga tahap, yaitu:
Tahap pertama : anak lele diletakkan di atas lobang dan pemain memegang induk lele dan mengaisnya dengan sekuat. tenaga agar anak lele terlempar sejauh mungkin. Pada saat anak lele terlempar, maka penjaga menapat nilai sesuai kesepakatan. Selanjutnya penjaga melempar kembali anak lele diarahkan ke lobang yang diatasnya diletakkan induk lele. Apabila lemparanmengenai induk lele, maka penjaga berganti menjadi pemain. Kalau lemparan tidak kena sasaran maka dilanjutkan permainan tahap kedua.
Tahap kedua : anak lele dilambungkan dan pada saat anak lele melambung di udara, maka pemain berusaha memukulnya memakai induk lele dengan sekuat tenaga agar dapat terlempar jauh. Sedangkan penjaga berusaha menangkapnya sebelum menyentuh tanah. Jika penjaga dapat menangkap maka akan
mendapat nilai, kemudian penjaga melempar anak lele ke arah lobang sedangkan pemain menunggu dengan memegang induk lele siap untuk memukulnya dan berusaha agar anak lele terlempar jauh.
Selanjutnya dilakukan pengukuran dari jatuhnya anak lele tadi sampai ke lobang dengan menggunakan induk lele sebagai perhitungan nilai. Jika anak lele tadi tidak berhasil dipukul maka berganti pemain.
Tahap ketiga : anak lele diletakkan dalam lobang dengan posisi miring (ujung masuk kedalam lobang dan ujung satunya keluar ke permukaan tanah). Kemudian pemain memukul ujung anak lele yang keluar ke permukaan tadi dengan menggunakan induk lele. Pada saat anak lele mengangkasa, pemain dengan sekuat tenaga berusaha memukulnya agar terlempar jauh. Jika Pukulan mengenai sasaran lebih dari dua kali maka nilai bertambah. Kalau anak lele tidak berhasil ditangkap oleh penjaga, maka dilakukan pengukuran. Pengukuran pada tahap ketiga ini bukan lagi menggunakan induk lele tetapi pengukuran menggunakan anak lele, sehingga pengumpulan nilai bisa lebih banyak lagi. Apabila pukulan tersebut tertangkap oleh penjaga, permainan dianggap mati. (sumber: E-book Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat di Daerah Jambi. Zulita, Dra. Eva. 2013. Jambi.)
Permainan Kerang adalah permainan yang menggunakan kulit kerang. Permainan tersebar
di daerah Tanjung Jabung (Kuala Tungkal) dan kotamadya Jambi. Permainan ini biasanya dilakukan diatas lantai rumah yang bersih oleh anak perempuan berusia 7 -13 tahun dengan jumlah pemain 2-5 atau lebih yang dilakukan sendiri-sendiri atau berkonsi (berkelompok).
Kulit kerang yang digunakan dalam permainan ini berjumlah enam buah, tetapi kadang-kadang 12 atau 18, asal dalam jumlah kelipatan enam. Selain itu alat yang dipergunakan untuk mengambil kulit kerang (kuju) adalah bola kasti.
Untuk menentukan siapa yang menang, maka diadakan dengan undian engan jalan sut, siapa yang menang akan memulai permainanterlebih dahulu. Permainan dimulai dengan melambungkan bola kasti
keatas kira-kira 40.cm sambil menyebar kulit kerang. Kemudian memungut kulit kerang satu demi satu, dilakukan lagi pemungutan nya dua-dua buah, kemudian tiga-tiga buah dan seterusnya yang terakhir sekaligus enam.
Seandainya hal ini berhasil dilakukan oleh seorang. pemain, maka dilanjutkan menambur kembali enam buah kulit kerang, tadi untuk melakukan Pemutihan. Pemutihan adalah membalikkan. kulit kerang yang berwama putih. Setelah kulit kerang menjadi putih semua kemudian dipungut satu persatu, kemudian lagi untuk di pungut kembali kedua-dua, begitu seterusnya sampai terakhir memungut enam buah sekaligus.
Setelah selesai pemutihan, dilakukan penghitaman yaitu membalikkan kulit kerang yang berwarna hitam, Caranya seperti melakukan pemutihan, Sesudah pemutihan dan penghitaman selesai, maka dilakukan expert. Expert adalah menaburkan kembali kulit kerang tersebut, kemudian dilakukan pemutihan, lalu penghitaman dan terakhir pemutihan dahulu kemabli pada saat melakukan expert yang perlu diingat setiap kali akan dilakukkan dan penghitaman harus ditaburkan terlebih dahulu kulit kerang tersebut. Di samping itu expert harus dilakukan secara hati-hati dan teliti, karena jika tidak berhasil satu
peristiwa dilaksanakan bararti kegagalan dan harus diulang kembali pada giliran berikutnya.
Setelah melakukan expert, selanjutnya pemain melaksanakan menyinggam. Menyinggam adalah meletakan enam buah kulit kerang keatas telapak tangan, kemudian dibalikkan kepunggung tangan dan
terakhir disinggam dengan jalan mengambil kembali ke dalam telapak tangan.
Berapa yang dapat kulit kerang saat menyinggam inilah peristiwa yang menentukan. Jika yang dapat lebih dari empat buah berarti menang dan sebaliknya jika yang dapatkurang dari empat buah berarti gagal dan harus mengulang kembali pada giliran berikutnya. (sumber: E-book Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat di Daerah Jambi. Zulita, Dra. Eva. 2013. Jambi.)
Permainan tradisional taji berasal dari daerah Kabupaten Bungo, Tebo, Sarolangun, Merangin, dan Batanghari. Pemainnya anak laki-laki berumur 7-15 tahun dengan jumlah minimal dua orang. Alat yang dipergunakan adalah biji duren yang diberi semacam taji (senjata) yang terbuat dari lempengan baja berbentuk huruf S dan Z.
Permainan ini dimulai dengan melakukan pasangan taji dengan cara melobangi biji duren untuk memasukkan tali. Kemudian taji bagian puting ditusukkan pada biji duren sehingga mata taji berada di atas. Selanjutnya diadakan suit untuk menentukan siapa pemasang taji dan siapa yang akan menaji. Siapa yang kalah akan bertindak sebagai pemasang dan yang menang sebagai penaji.
Pemasang mengarahkan mata tajinya ke atas sambil memegang tali tersebut dengan kedua belah tangan, sedangkan penaji dengan memegang tali sambil memutar-mutarkan ke arah taji pemasang tadi dengan penuh perhitungan dan bidikan yang tepat.
Seandainya bidikan mengenai sasaran maka taji akan mengenai biji duren, tetapi jika bidikan meleset akan mengenai tanah maka penaji berganti menjadi pemasang, begitu seterusnya. Permainan dianggap kalah apabila biji duren pecah berkeping-keping, baik sebagai penaji maupun sebagai pemasang. (sumber: E-book Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat di Daerah Jambi. Zulita, Dra. Eva. 2013. Jambi.)
Tejek-tejekan adalah nama sebuah permainan tradisional di Jambi (Khusus di kotamadya Jambi
permainan ini disebut
cingkling), di Jawa permainan ini disebut
Engklek, di daerah Riau disebut
Setatak, sedangkan di daerah Batak Toba dikenal
Marsitekka. Dinamakan tejek-tejakan, karena cara bermainnya dengan mengangkat sebelah Kaki" ke atas sambil melompat-lompat ke tempat yang sudah ditentukan. Keadaan melompat sambil mengangkat kaki inilah yang disebut bertejek.
Permainan ini biasa dimainkan oleh anak-anak perampuan berumur 7 -11 tahun dengan jumlah pemain minimal 2 orang. Pelaksanaan pemainan ini di halaman rumah yang agak luas dengan
membuat petak-petak yang digambarkan diatas tanah. Petak-petak ini jumlahnya sesuai dengan kesepakatan, namun biasa berjumlah 10 petak. Cara memainkan dengan menggunakan
kuju dari pecahan genteng, dan sebelum memulai permainan diadakan sut, siapa yang menang akan lebih dulu memulai permainan. (sumber: E-book Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat di Daerah Jambi. Zulita, Dra. Eva. 2013. Jambi.)
Umban atau pengumban adalah senjata sederhana yang biasanya digunakan untuk melontarkan proyektil, misalnya batu, tanpa gaya pegas. Dari kata umban, munculah kata 'mengumbankan' yang berarti melontarkan batu (dan proyektil lainnya) dengan umban.
Permainan ini dapat ditemui di beberapa kabupaten di provinsi Jambi. Seperti di Kabupaten Kerinci, Sarko, dan Bungo Tebo. Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak laki-laki pada rentang usia 10 - 17 tahun. Arena bermainnya berupa lapangan yang agak luas. Sekurang-kurangnya pemain terdiri dari dua orang.
Alat permainan umban tali terbuat dari kulit kayu atau benang. Bahan tersebut kemudian dijalin sehingga bagian tengah berbentuk daun. Pada bagian ujung terdapat bulu-bulu yang tidak dianyam. Pada salah satu ujung lainnya berbentuk seperti cincin yang berfungsi sebagai alat pemegang dengan jalan memasukkan jari telunjuk ke dalam lobang tersebut.
Teknis bermainnya adalah dengan jalan memegang pangkal tali dan memasukkan jari telunjuk ke dalam lubang cincin. Lubang cincin ini disebut dengan kelaci.Selanjutnya memegang ujung tali lainnya yang disebut ciltak. Dengan demikian kondisi umban tali berlipat dua. Pada bagian daun diletakkan batu kecil yang berfungsi sebagai peluru.
Umban tali diletakkan ke belakang kemudian diayunkan ke depan dengan sekuat-kuatnnya sambil melepaskan ciltak. Hal ini akan menyebabkan batu terlempar ke luar mengarah kepada sasaran yang diinginkan atau dituju. Penentuan pemenang dilihat dari siapa yang lebih banyak mengenai sasaran yang telah disepakati. Disamping sebagai permainan, umban tali juga dipergunakan sebagai alat untuk berburu dan menghalau burung yang akan memakan padi di sawah pada saat musim panen. Permainan umban tali juga dikenal dengan nama
katapel,
ketapel, atau
Ketepel. (
Sumber: Kebudayaan Indoesia)