Nusa Tenggara Timur (disingkat NTT) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang meliputi bagian timur Kepulauan Nusa Tenggara. Tidak banyak jenis permainan tradisional di provinsi yang terletak di bagian tenggara Indonesia ini. Berikut ini kami sampaikan beberapa permainan tradisional yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dimainkan oleh anak-anak remaja baik yang masih dimainkan hingga sekarang ataupun yang sudah mulai ditinggalkan oleh pemainnya, lengkap dengan arti, sejarah, gambar, dan penjelasannya.
1. Caci
Caci berasal dari bahasa Manggarai (NTT) ci gici ca yang berarti satu demi satu. Permainan ini dimainkan oleh kaum pria baik secara perorangan maupun antar suku. Permainan caci tercipta dari gerakan-gerakan perkelahian pada masa itu, seperti memukul, menangkis, menendang dan sebagainya. Permainan ini bersifat kompetitif, syukuran, kegembiraan, dan kekeluargaan yang mengandung nilai-nilai relegius-magis. Pada mulanya permainan ini dilakukan pada pesta-pesta adat , dan bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewa tertinggi Mori Kraeng agar terhindar dari hama penyakit, sedangkan pada saat ini dilaksanakan pada upacara perkawinan dan perayaan hari-hari besar nasional yang bertujuan untuk menyemarakkan keramian suasana.
Caci atau tari Caci atau adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting.
Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul (disebut paki) berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau/sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering dan keras yang disebut lempa atau lidi enau yang masih hijau (disebut pori). Laki-laki yang berperan sebagai penangkis (disebut ta’ang), menangkis lecutan pecut lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang atau tereng. Perisai berbentuk bundar, berlapis kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis.
2. Pasola
Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola", yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan `pa' (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.
Pasola merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu (agama lokal masyarakat sumba). Permainan pasola diadakan pada empat kampung di kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut antara lain Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pelaksanaan pasola di keempat kampung ini dilakukan secara bergiliran, yaitu antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya.
Pasola dilaksanakan di lapangan yang luas sebagai “medan pertempuran” dan disaksikan oleh seluruh warga dan wisatawan baik lokal maupun internasional. Setiap kelompok yang terlibat dalam pasola terdiri dari sekitari 100 orang pemuda bersenjatakan sola (tombak) yang terbuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Kedua kelompok pemuda tersebut saling berhadap-hadapan dan saling menyerang, layaknya sebuah peperangan sungguhan antara dua kelompok kesatria Sumba.
Dalam kepercayaan Marapu, korban yang terjatuh merupakan orang yang mendapatkan hukuman dari para Dewa karena telah melakukan dosa dan kesalahan, dan darah yang tercucur dianggap dapat menandakan kesuburan tanah dan tanaman pada musim tanam mendatang.
3. Rangkuk Alu atau Rangku Alu
Rangkuk Alu sendiri merupakan permainan tradisional yang menggunakan bambu sebagai alat permainannya yang dikreasikan dengan berbagai gerakan sehingga menghasilkan sebuah kreasi seni yang khas. Tari ini merupakan salah satu tarian tradisional dari daerah Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) .
Dalam permainan tersebut, bambu disusun dan dimainkan secara diayunkan seperti menjepit beberapa orang pemain. Salah satu atau dua pemain melompat-lompat menghindari jepitan dari bambu tersebut.
Saat melompat-lompat menghindari jepitan, pemain seakan melakukan gerakan tari. Dari situlah awal terbentuknya gerakan dasar Tari Rangkuk Alu ini. Gerakan penari dan pemain bambu tersebut kemudian dipadukan dengan irama musik dan lagu daerah sehingga menghasilkan seni yang khas, yaitu Tari Rangkuk Alu.
Tari Rangkuk Alu tidak hanya sekedar permainan biasa, akan tetapi tarian ini juga bisa menjadi sarana edukasi dan pembentukan diri. Tujuan dari tarian ini yaitu dapat melatih kelincahan dan melatih ketepatan dalam bertindak. Selain itu bagi masyarakat di sana, tarian ini tentu juga mengandung nilai-nilai filosofis dan spiritual di dalamnya.
jelaskan awal terciptanya tari rangkuk alu, tari rangkuk alu berasal dari, permainan rangku alu menggunakan alat berupa, permainan rangku alu dimainkan oleh, gerakan dalam permainan rangku alu lebih dominan menggunakan, fungsi tari rangkuk alu, cara bermain rangku alu, sejarah permainan rangku alu