permainan tradisional dari kalimantan, kalimantan tengah, singkawang, kalimantan timur, melayu pontianak, kalimantan utara, dayak, senjata tradisional kalimantan barat.
Kalimantan Barat (disingkat Kalbar) adalah sebuah provinsi di Indonesia, yang berada di pulau Kalimantan, dengan ibu kota atau pusat pemerintahan berada di kota Pontianak. Berikut ini kami sampaikan beberapa permainan tradisional yang ada di Provinsi Kalimantan Barat yang dimainkan oleh anak-anak remaja baik yang masih dimainkan hingga sekarang ataupun yang sudah mulai ditinggalkan oleh pemainnya, lengkap dengan arti, sejarah, gambar, dan penjelasannya.
Daftar isi:
- Bokah
- Gala hadang
- Gasing
- Jajak sisir
- Logok
- Longga Padati
- Luncur-luncuran
- Main galah
- Sepak beleg
- Sumpit
- Telok penyok
- Tengkuyung Berambih
1. Bokah
“Bokah” adalah nama yang diberikan oleh masyarakat suku Melayu di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat dan diambil dari bahasa suku Melayu daerah tersebut. Bokah berarti “menyepak” tempurung dengan memutarkannya melalui dua belah kaki. Permainan ini dilakukan oleh dua orang ataupun secara beregu atau berkelompok, umumnya dimainkan anak laki-laki yang berumur antara 7 - 12 tahun.
Untuk memainkannya dibutuhkan minimal empat buah (untuk dua orang) tempurung kelapa yang berbentuk separuh dari tempurung. Selain itu diperlukan juga lapangan permainan yang biasanya di dekat halaman rumah yang tidak basah (becek) dengan ukuran minimal tujuh meter kali tujuh meter. Jarak antara tempurung 1 dengan tempurung 3 minimal tiga meter dan maksimal lima meter, sedangkan jarak antara tempurung 1 dengan tempurung 2 yaitu satu meter. Jarak tempurung 1 dengan tempurung 3 minimal tiga meter dan jarak maksimal lima meter, sedangkan jarak antara tempurung 1 dengan tempurung 2 yaitu satu meter.
2. Gala hadang
Permainan olahraga tradisional gala kepung, Gala Kepong atau gala hadang merupakan permainan tradisional dari Kalimantan Barat. Galah Hadang merupakan satu diantara permainan tradisional yang memerlukan kekompakan tim, siasat tim, dan kekuatan tim. Gala Hadang adalah permainan tradisional yang dimainkan secara beregu dengan jumlah anggota regu sebanyak 8 orang dan terdiri dari 5 orang pemain inti serta 3 orang cadangan. Masyarakat pada umumnya lebih mengenal permainan ini dengan sebutan gobak sodor.
Untuk bermain hadang, biasanya membutuhkan area petak persegi panjang yang mempunyai panjang lapangan 15 meter dan lebar 9 meter. Kemudian area dibagi 6 petak dengan ukuran masing-masing petak 4,5 meter x 5 meter. Pinggir lapangan sebaiknya diberi tanda dengan kapur. Garis permainan ditandai dengan garis selebar 5 cm, dan upayakan pembuatan garis tersebut tidak mudah luntur atau hilang.
Permainan hadang biasanya dilakukan dalam waktu 2 x 15 menit. Pemenang dalam permainan ini ditentukan dari besarnya nilai yang diperoleh salah satu regu, setelah permainan berakhir. Penetapan nilai diambil dari setiap pemain yang berhasil melewati garis depan sampai dengan garis belakang diberi nilai satu, dan pemain yang juga berhasil melewati garis belakang sampai dengan garis depan diberi nilai satu. (sumber: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/hadang-permainan-tradisional-yang-tetap-bertahan-2/)
3. Gasing
Permainan gasing sangat populer di dua suku asli Kalimantan Barat yaitu Dayak dan Melayu. Konon gasing pada masyarakat Dayak Kanayatn lebih dikenal dengan Pangka atau Bapangka. Gasing terbuat dari kayu diantaranya kayu mbaris, keranji, dan belian. Pasak gasing yang digunakan untuk pangkak terbuat dari besi/baja, sedangkan untuk gasing berindu (uri) pasaknya terbuat dari jarum jahit.
Alat yang digunakan berupa tali, pencedok, pancang/tonggak kayu, piring/pinggan, perlengkapan lainnya seperti getah kayu moras, damar, aplas. Untuk pembuatan gasing berindu dapat dilakukan dengan dua cara diraut dan dibubut/dilarik. Jenis gasing yang sering dimainkan ada dua macam yang terdiri dari jenis gasing yang digunakan hanya untuk adu uri/rindu (gasing kebudayaan) dan jenis gasing yang digunakan untuk dipangkakkan (gasing olahraga). Kedua jenis gasing tersebut memiliki ciri-ciri dan kegunaan masing-masing.
Untuk gasing berpangkak jenisnya ada dua macam yaitu gasing murni (gasing polos) dan gasing bertambah (gasing remot). Cara memainkan gasing dengan membolang gasing dengan tali yaitu dengan cara mengikat ujung tali kebagian leher gasing dengan tali dan mengencangkan ikatan tersebut sampai ujung tali yang diikat tersebut sampai tidak bergerak lagi. Sedangkan putaran tali mengikuti arah berputarnya jarum jam (bagi yang menggunakan tangan kanan dan tangan kiri sebaliknya) sampai tali tersebut menutupi bagian badan gasing dan bagian pakang gasing. Kemudian memegang bagian bawah gasing (burit) bagi pemula sedangkan yang telah mahir dapat juga pada bagian pakang gasing dan selanjutnya gasing tersebut dilemparkan (seperti bermain yoyo) ke tanah dengan agak dimiringkan dan bagian bawah gasing harus terlebih dahulu menyentuh tanah. (Sumber: https://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/mengenal-permainan-gasing-kalimantan-barat)
Pangkak adalah suatu bentuk permainan melontarkan Gasing dengan mengenai sasaran Gasing lawan. Sebelum bermain terlebih dahulu diadakan undian dengan melihat lamanya Gasing berputar. Bagi seseorang yang kalah dalam undian Gasing maka ia harus memasang terlebih dahulu Gasingnya. Caranya adalah Gasing yang kalah oleh pemiliknya dilontarkan ke dalam suatu lingkaran yang telah disediakan. Kemudian yang menang dalam undian melontarkan Gasing sekuat-kuatnya dengan sasaran Gasing lawan. Untuk mengeluarkan Gasing lawan dari suatu lingkaran diperlukan kekuatan dan keahlian seorang pemain.
Uri adalah permainan yang menentukan lamanya Gasing berputar dengan cara Gasing dilontarkan sekuat-kuatnya ke depan kemudian Gasing yang telah berputar dicedok ke atas piring atau alat yang sejenisnya. Lontaran yang kuat dan ketepatan sentakan tali menentukan lamanya Gasing berputar. Sehubungan dengan lamanya Gasing berputar ditentukan pula oleh kualitas Gasing dan rapatnya tali yang dililitkan pada Gasing. Sebab kalau tidak demikian maka sewaktu Gasing dilontarkan tali yang dililitkan pada Gasing akan terlepas, istilahnya “bolos”, yang menyebabkan Gasing akan terlempar begitu saja tanpa berputar.
4. Jajak sisir
Jajak sisir adalah permainan anak-anak yang dilakukan di waktu senggang. Di dalam permainan ini hanya menggunakan sepotong lidi atau kayu atau apa saja yang berfungsi sebagai sisir yang dijual. Permainan Jajak Sisir ini biasanya dilaksanakan di halaman rumah. Sebelum permainan ini dimulai sejumlah anak melakukan undian dengan “hom-pim-pah” untuk menentukan yang kalah menjadi penjaja sisir. Kemudian yang lain membuat barisan kebelakang, dengan salah satu atau yang terdepan sebagai pimpinan. Sedangkan yang lainnya dianggap sebagai kekayaan atau anggota dari pimpinan atau pembeli sisir.
Permainan ini dimulai dengan pembeli sisir dan anggota-anggotanya siap berbaris ke belakang, kemudian si penjual menjajakan sisirnya dan terjadilah dialog antara penjual dan pembeli.
Contoh :
- Penjual (+) : Sisir, sisir. (sisir, sisir) sapai mau meli. (siapa mau membeli)
- Pembeli ( - ): Kamik mau meli, (kami mau membeli) berepai rega. (berapa harganya)
- (+) : Dua puluh limak. (dua puluh lima)
- ( - ): Tau kurang jom. (dapat kurang, tidak)
- (+) : Jom tau. (tidak dapat)
Sisir yang ditawarkan tadi dilihat pembeli dan anggota-anggotanya dan akhirnya disimpan atau dibuang oleh anggota pembeli tersebut.
Kemudian pembeli berkata lagi,
- ( - ): Wah, sisir lesi. (wah, sisirnya hilang)
- (+) : Tau digegek jom. (dapat dicari, tidak)
- ( - ): Tau. (dapat)
Pada saat itu penjual mencari barangnya/sisir yang dijual tadi, karena pada saat menyembunyikannya atau membuangnya si penjual tidak melihat, maka penjual akan berkata pada pembeli lagi :
- (+) : Jom tau. (tidak dapat)
- ( - ): Tau diganti jom. (dapat diganti, tidak)
- (+) : Tau. (dapat)
- ( - ): Ganti pakai apai. (ganti dengan apa)
- (+) : Ganti manuk. (ganti ayam)
- ( - ): Pilih yang menai, mirah, itam, puteh. (pilih ayam yang mana, merah, hitam atau putih)
- (+) : Manuk yang puteh. (ayam yang putih)
Di dalam memilih ayam sebagai ganti warnanya ditentukan oleh pakaian yang dipakai oleh anggota si pembeli atau berdasarkan nomor urut yang dimulai dari pembeli setelah itu si penjual mengejar ayam yang dipilihnya, sebagai ganti sisir yang hilang, namun si pembeli juga berusaha juga untuk menghalangi usaha si penjual ini dan anggota juga berusaha menghindari dari kejaran si penjual. Apabila ayam yang dikehendaki si penjual dapat ditangkap, maka anggota atau ayam tadi menggantikan si penjual sisir dan si penjual menjadi anggota si pembeli. Sedangkan kalau tidak dapat menangkap, maka permainan diulang kembali atau ganti penjual sisirnya.
5. Logok
Permainan Logok ini sama dengan main “Lobang Satu” yang terdapat di daerah Kecamatan Sei Kunyit Kabupaten Sambas, hanya saja penggunaan istilah dalam permainannya sedikit berbeda misal istilah game disebut “tabung”, istilah “gambol” disebut “makan” dan lain sebagainya. Pemain terdiri dari anak-anak umur kurang lebih enam tahun sampai dengan dua belas tahun, laki-laki atau perempuan. Jumlah pemain paling sedikit 3 orang dan jumlah maksimal tidak dibatasi.
Alat yang dipakai untuk bermain adalah kelereng (istilah daerah “guli”), buah gurah (buah dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah pesisir buah getah dan buah apa saja yang dapat menggelinding dengan baik, asalkan besarnya kurang lebih sebesar buah kelereng.
Setiap pemain memilih salah satu buah permainan yang paling baik, yang akan dipakai menjadi “gacu” (buah andalan) dalam permainan tersebut. Perlu diperhatikan disini bahwa buah permainan yang dipakai haruslah sejenis. Jadi kalau buah kelereng yang dipakai, haruslah semuanya memakai kelereng.
Main Logok ini memerlukan tempat untuk bermain. Arena bermain biasanya di halaman rumah, atau dapat juga dimainkan di mana saja asal tanahnya datar dan tidak berumput. Untuk memberikan keleluasaan dalam bermain sebaiknya ukuran arena tidak boleh kecil dari 4 meter kali 8 meter.
Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu arena tempat bermain perlu dipersiapkan. Setiap pemain sudah siap dengan “gacu”nya masing-masing yang akan dipakainya sebagai alat untuk membidik gacu lawan.
Setelah siap semuanya, pemain menentukan berapa “gem” (asal kata bahasa Inggris = game) yang akan diambil sebagai batas permainan. Istilah “gem” ini memang dipakai dalam permainan ini. (kalau di daerah Kabupaten Sambas istilahnya “tabung”). Seseoarng dinyatakan telah gem apabila dia telah dapat mengumpulkan angka (= point) yang sudah disepakati bersama, misal : 10 : 25, atau berapa saja. (sumber: http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01/permainan-rakyat-kalbar.html)
6. Longga Padati
Permainan ini dilakukan dengan melewati lintasan papan kayu berundak dan berukuran 2 papan, kurang lebih selebar 40 cm. Peserta lomba diharuskan melewati bolak balik lintasan. Jika terjatuh peserta diharuskan mengulang dari garis start. Peserta hanya dapat kesempatan 3 kali untuk mengulang.
7. Luncur-luncuran
Luncur-luncuran adalah permainan yang berasal dari daerah yang berawa dan berair di Sintang. Luncur-luncuran merupakan salah satu nama permainan meluncur di tebing sungai pada masyarakat suku Melayu Sintang. Luncur-luncuran dikenal oleh masyarakat suku Melayu di Sintang, sudah sejak nenek moyang mereka. Istilah “Luncur-luncuran” mempunyai arti meluncur dari atas tebing sungai, baik dengan alat ataupun tidak. Permainan ini adalah permainan asli penduduk Melayu Sintang, disebabkan karena penduduk ini kebanyakan bertempat tinggal di tepi sungai yang tebingnya dalam.
Permainan ini biasanya dilakukan pada musim kemarau. Dimana pada musim kemarau itu air sungai Kapuas dan sungai Melawi yang melewati kota Sintang sedang surut, sehingga sungai yang dalam itu akhirnya akan menjadi tebing yang tinggi pada musim kemarau tersebut. Permainan ini dapat dilakukan perorangan atau berkelompok. Kebanyakan Luncur-luncuran ini dilakukan oleh anak laki-laki sampai dengan umur 15 tahun.
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini antara lain: Gayung/Ember untuk mengguyur tanah tebing agar licin dan papan yang dipakai untuk meluncur. Sebelum permainan ini dimulai, para pemain mengambil air dari sungai dengan gayung atau ember untuk diguyur pada tanah tebing yang curam. Dengan papan atau kakinya mereka membuat tebing yang diguyur air tersebut diratakan agar licin. Setelah licin baru permainan itu sendiri dilakukan.
Luncur-luncuran dengan papan ini, lebih sulit dalam hal mempertahankan keseimbangan di atas papan. Meluncur dengan papan ini, pemain dapat berdiri di atas papan atau dapat duduk di atas papan tersebut. Setelah sampai di air, pemain berusaha meluncur di atas air tersebut dengan papannya. Kalau hal itu berhasil maka, pemain tersebut dianggap yang terpandai atau menang.
8. Main galah
Main Galah adalah nama yang diberikan oleh penduduk suku Dayak Mualang di Daerah Kabupaten Sanggau. Kata “Galah” dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan Kayu. Menurut bahasa suku Daya Mualang, kata Galah ini yaitu Bambu panjang. Galah yang dipergunakan berfungsi sebagai alat untuk membatasi saja antara manusia dan hantu. Karena dalam permainan ini ada yang berperan sebagai Manusia dan satu orang berperan sebagai hantu. Dimana Hantu ini berusaha mencari atau mengambil salah seorang Manusia. Sedangkan Manusia berusaha menghindari pengambilan Hantu tadi. Sang Hantu pada saat mengambil anggota Manusia, tidak boleh melewati batas tadi yang berupa Galah. Sehingga permainan ini oleh penduduk suku Daya Mualang dinamakan Main Galah.
Pelaksanaan permainan Galah dapat dilakukan kapan saja. Permainan ini dimainkan oleh peserta pemain pada waktu mereka istirahat, biasanya sore hari. Lamanya permainan ini tidak ada batasnya, tergantung kehendak pemain. Bila akan berhenti maka diadakan perundingan secara bersama diantara seluruh pemain untuk mendapatkan persetujuan bahwa permainan ini harus diakhiri.
Permainan ini dapat dilakukan baik anak wanita maupun anak pria. Anak pria dapat bermain bersama-sama dengan anak wanita asal ada persetujuan dua belah pihak. alat yang diperlukan adalah Galah yakni sebatang bambu bergaris tengah 5 - 10 CM. Panjang bambu disesuaikan dengan jumlah pemain. Semakin banyak jumlah pemain maka semakin panjang pulalah ukuran bamboo. Rata-rata satu orang menempati 0,5 meter dari bambu.
Permainan diawali dengan undian mencari seseorang yang akan dijadikan Hantu dan pemimpin permainan. Peraturan permainan ini adalah, bagi anggota manusia apabila keadaan anggotanya dapat dipegang oleh hantu dan apabila dia berada dalam radius lebih satu meter dari Galah maka yang bersangkutan menjadi hantu, sedangkan bagi hantu apabila dia dapat memegang anggota badan dari salah seorang manusia tapi kakinya menginjak galah, maka pegangan atau sentuhan tadi tidak sah atau batal.
9. Sepak beleg
Sepak Beleg merupakan nama yang diberikan oleh penduduk suku Melayu di Daerah Kabupaten Sanggau. Beleg adalah kaleng yang sudah kosong atau kaleng bekas. Permainan Sepak Beleg adalah permainan menyepak kaleng kosong pada waktu sore hari sebelum menjelang waktu maghrib. Permainan ini memerlukan kekuatan fisik terutama otot kaki untuk berlari. Permainan ini juga memerlukan kejujuran baik dari “pencari” dan yang “dicari”.
Jumlah pemain Sepak Beleg tidak ada ketentuan batasnya. Biasanya jumlah pemainnya 10 sampai 15 orang dengan rentang usia antara 6 - 12 th laki-laki ataupun perempuan. Alat yang diperlukan adalah sebuah kaleng kosong bekas yang diisi dengan batu-batu kerikil, supaya bila disepak dapat berbunyi dengan keras.
Fungsi dari bunyi kaleng tadi ialah sebagai tanda bahwa kaleng itu disepak atau berada di luar lingkaran dan dapat pula berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa salah seorang yang bersembunyi sudah didapati oleh penunggu kaleng.
Sebelum berlangsungnya permainan, terlebih dahulu para pemain membuat lingkaran di tengah-tengah lapangan atau halaman. Garis tengahnya adalah sepanjang 0,5 meter untuk meletakkan beleg dan sebagai pusat di dalam pelaksanaan permainan. Lalu diadakan undian, siapa yang kalah (hanya satu orang) sebagai penunggu beleg. Penunggu beleg sebenarnya berfungsi sebagai pencari sedangkan yang menang dalam undian tadi adalah berfungsi sebagai yang dicari.
Tahap permainan: Salah satu anggota yang menang undian menyepak beleg sejauh-jauhnya. Penunggu beleg mengambil beleg yang disimpan tadi untuk dimasukkan kembali dalam lingkaran. Pada saat penunggu beleg mengambil beleg inilah pemain yang lain berlari untuk mengambil tempat persembunyian sebelum penunggu beleg dapat meletakkan kembali beleg ke dalam lingkaran. Andaikata penjaga beleg sudah meletakkan beleg tadi dalam lingkaran, ternyata ada dari pemain yang sembunyi ternyata kelihatan oleh si penjaga beleg, maka si penjaga beleg dapat menyebut namanya dari peserta yang masih kelihatan. Pemain yang sudah disebutkan namanya ini tidak boleh sembunyi lagi dan harus berdiri dekat lingkaran.
Pada saat setiap menyebutkan nama pemain yang sembunyi tadi harus diiringi pula dengan membunyikan beleg. Bila beleg tidak dibunyikan, maka penyebutan nama yang sembunyi tidak sah atau batal.
Untuk membunyikan beleg ini bukan saja hak dari penjaga beleg tapi juga hak semua pemain. (Baca selengkapnyadi http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01/permainan-rakyat-kalbar.html)
10. Sumpit
Sumpitan, sepet atau sumpit adalah sebuah senjata khas masyarakat dayak yang berdomisili di pulau Kalimantan dan merupakan karya adi luhung yang diciptakan oleh nenek moyang masyarakat Dayak dimana sampai saat ini masih serta tetap hidup dan dipakai sebagai senjata ataupun alat berburu.
Pada masyarakat Dayak khususnya Dayak Taman yang berdomisili di 7 (tujuh) kecamatan di kabupaten Kapuas Hulu, sumpitan adalah senjata yang pembuatannya merupakan keterampilan warisan turun temurun dari Tuhan YME, hal ini sebab dimana berdasarkan kepercayaan suku Taman yang penganut paham Polygenesis, bahwa pada saat manusia pertama diciptakan oleh Dewa Pencipta (Sampulo) ke dunia yaitu Bai’ Kunyanyi dan Piang Tina’, mereka diajarkan cara untuk hidup di dunia dengan baik yakni maniang Buat bagi wanita dan maniang Alat bagi pria, dan salah satu Alat yang diajarkan pembuatannya adalah sumpitan.
Pemain-pemain sumpit adalah anak laki-laki. peralatan yang diperlukan Sumpitan seperti terdiri dari 3 (tiga) bagian yakni :
- Batang sumpitan - Batang sumpitan terbuat dari kayu berbentuk bulatan panjang dengan lubang di dalamnya dengan diameter kayu sekitar 3-3,5 cm serta diameter lubang 1-1,2 cm. Kayu yang digunakan dari jenis terpilih seperti kayu Bunyau, Penyau’, Kebaca dan Tapang. Ukuran batang sumpitan bisanya disesuaikan dengan si empunya sumpitan itu sendiri yakni sepanjang satu depa sekitar 1,5-2 meter.
- Mata Tombak (bu’bulis) - Sedangkan Bu’bulis (terbuat dari besi baja, panjangnya 20-30 cm.)
- Besi untuk pengintai sasaran (tajuk pitaa) - Tajuk pita terbuat dari besi dan diikatkan pada sisi berlawanan dengan mata tombak dan pada ujungnya menyembul sejajar dengan batang sumpit. Fungsinya sebagai patokan titik fokus sasaran yang akan dituju.
11. Telok penyok
Permainan telok penyok merupakan permainan tradisional yang secara turun menurun dimainkan oleh masyarakat Sambas. Masyarakat Sambas yang merupakan masyarakat yang kental dengan budaya Islami telah menurunkan sejumlah permainan tradisional yang masih sering dimainkan hingga kini. Permainan ini tidak hanya dimainkan di Sambas namun juga dimainkan oleh masyarakat Mempawah. Sebagaimana Sambas, Mempawah juga merupakan wilayah pesisir barat Kalimantan yang juga merupakan wilayah kesultanan Islam. Permainan ini dilakukan di sebuah tempat yang luas atau lapangan terbuka. Peralatannya, Tali sepanjang 2 atau 3 meter, sejumlah benda berupa bola atau buah yang dianggap sebagai telur penyu, serta sepotong kayu sepanjang 0,5 meter yang ditanam/dipatok ke dalam tanah sebagai tempat untuk mengikatkan tali.
Cara bermain: Permainan dimulai dengan meletakkan sejumlah benda yang dianggap telur di dekat sebatang kayu yang telah diikat dengan tali. Selanjutnya para pemain melakukan pengundian dengan cara suit untuk menentukan siapa yang menjadi induk penyu. Ketentuannya, pemain yang kalah dalam pengundian menjadi induk penyu. Sedangkan pemain lain bertindak sebagai telur penyu.
Dalam permainan ini induk penyu akan memegang tali dan berjaga-jaga agar para pencuri tidak dapat mengambil telurnya. Sementara itu, para pencuri bersiap-siap mencuri telur penyu dengan cara mencoba untuk saling mengalihkan perhatian induk penyu kepada satu pencuri telur ke pencuri lainnya. Saat mengejar para pencuri, ruang gerak induk penyu dibatasi dengan tali yang dipegangnya. Dengan demikian ia tidak memiliki kebebasan, bahkan sering kali merasa kesulitan, untuk menangkap para pencuri tersebut.
Apabila di saat kejar mengejar antara induk penyu dengan para pencuri terdapat seorang pencuri yang tertangkap, maka orang yang tertangkap itu akan menggantikan induk penyu yang menangkapnya untuk menjaga telur-telur penyu. Setiap pencuri yang berhasil mengambil telur penyu harus mengumpulkan hasil pencurian mereka. Jika telur penyu yang tersedia telah habis mereka curi, maka para pencuri ini akan menyembunyikannya, dengan cara menempatkannya di tempat yang tersembunyi. Tempat persembunyian itu dibatasi dengan jarak yang telah ditentukan. Induk penyu harus mencari telur-telur tersebut. Jika telur-telur telah ditemukan, maka pencuri harus menyerahkan diri. Pencuri yang telurnya ditemukan pertama kali oleh induk penyu otomatis akan menggantikan induk penyu sebelumnya dalam putaran permainan berikutnya. Namun jika induk penyu tidak dapat menemukan telur-telur tersebut dan menyatakan diri menyerah, maka ia akan tetap menjadi induk penyu dalam putaran permainan berikutnya.
12. Tengkuyung Berambih
- Drs. Musni Umberan, M.S.Ed, dkk.,1996, Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Di Daerah Kalimantan Barat, BKSNT : Pontianak
- YC, Thambun Anyang, SH, dkk., 1982, Permainan Rakyat Daerah Kalimantan Barat, Depdikbud Dir. Jarahnitra Kalimantan Barat
- Razali., 2006, Mengenal Permainan Gasing Kalimantan Barat, Makalah.
- Eugene Yohanes Palaunsoeka., 2006, Sumpitan : Sebuah Warisan Tak Ternilai Dari Leluhur, BKSNT : Pontianak.