Sumatra Utara (Sumut) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Utara Pulau Sumatra. Provinsi yang beribu kota di kota Medan ini memiliki luas wilayah 72.981,23 km². Sumatra Utara merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar keempat di Indonesia, setelah provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Maka wajar apabila Propinsi ini memiliki banyak permainan tradisional. Berikut ini kami sajikan beberapa permainan tradisional daerah dari provinsi Sumatera Utara dari berbagai suku yang ada di sana beserta cara memainkannya.
sumber :www.gobatak.com |
Dikutip dari gobatak.com, permainan marsiada adalah permainan lempar-tangkap batu kecil tanpa menyentuh batu lain. Permainan ini bisa dimainkan oleh anak laki-laki maupun perempuan, saat bermaian diantara mereka harus mempunyai batu kecil pilihan sebagai taruhan dalam game tersebut.
Saat dimainkan, permainan marsiada ini harus mempunyai minimal 10 batu kecil pilihan per orang, dan dimainkan secara perorangan maupun grup. Anak-anak di daerah Butar – Siborongborong menyebut permainan marsiada ini dengan nama Marengka, yang dimainkan di lantai semen ataupun lantai tanah. Di sebagian daerah mereka sebut Marbatu, Marpingke. (sumber : https://www.gobatak.com/game-anak-tradisional-di-huta-batu-marsiada/)
Congklak adalah suatu permainan tradisional yang ada di seluruh Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Beberapa nama Congklak di beberapa daerah: Jawa : congklak, dakon, dhakon atau dhakonan. Sumatra yang berkebudayaan Melayu : congkak. Lampung : dentuman lamban. Sulawesi : Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata.
Di Sumatera Utara Congklak dimainkan di beberapa daerah di antaranya: Batak Toba, Kab. Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara.
Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat 16 buah lubang yang terdiri atas 14 lubang kecil yang saling berhadapan dan 2 lubang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lubang kecil di sisi pemain dan lubang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain.
Cara bermain - Pada awal permainan setiap lubang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lubang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lubang di sebelah kanannya dan seterusnya berlawanan arah jarum jam. Bila biji habis di lubang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lubang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lubang kecil di sisinya. Bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lubang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.
Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil (seluruh biji ada di lubang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.
Sumber: Indonesian Folklore |
Permainan Gundala-gundala menjadi permainan tradisional di daerah Karo, Langkat, dan Deli Serdang. Dalam prakteknya, permainan Gundala-gundala dimainkan dengan menggunakan topeng.
Gundala-gundala sering juga disebut manuk sigurda-gurdi merupakan permainan rakyat asli asal Karo, yang berbentuk lakon seperti sebuah seni pertunjukan drama dan tari. Permainan ini dimainan oleh beberapa orang yang memerankan beberapa tokoh, diantaranya: sebagai sibayak (raja, gelar bangsawan Karo), kemberahen (permainsuri), putri raja, puanglima (panglima), para kesatria (prajurit), juak-juak (pelayan dan dayang-dayang), hewan (khususnya kerbau), petani, dan yang terpenting adalah pemeran manuk sigurda-gurdi serta peran pembantu lainnya.
Permainan ini sering bermain ini di halaman rumah, di ladang, ataupun di perkebunan. Kostum yang dikenakan dibuat sendiri, topeng dan pedang-nya dibuat dari pelepah pisang, mahkota raja dan pakaiannya dibuat dari daun kopi, daun kemiri, ataupun daun kelapa sawit. Sedangkan gendang (musiknya) dari bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh kaleng, bambu, dan tempurung kelapa.
Permainan gundala-gundala ini diadopsi dari salah satu seni tari topeng pada masyarakat Karo. Selain sebagai seni pertunjukan, gundala-gundala ini juga merupakan sebuah tradisi ndilo udan (memanggil hujan) jika terjadi kemarau panjang. Di beberapa wilayah Karo tarian ini dikenal dengan tembut-tembut Seberaya (karena berasal dari desa Seberaya). (Sumber: http://arikokena.blogspot.com/2012/05/gundala-gundala-masa-kecil-ku.html)
Sumber: paceko.com |
Permainan rakyat markadot ini memiliki beragam nama di indonesia serta memiliki varian yang begitu banyak. Ada yang menamainya marpungkul, marpansang dan marguli. Di daerah Kecamatan Pintu Pohan Meranti ini memiliki nama markadot. Dulunya permainan ini di mainkan anak-anak dengan memakai kemiri "gambiri" sebelum mengenal kelereng. Namun, seiring perkembangan zaman permainan dengan memakai kemiri ini bergeser dan kemudian permainan ini dimainkan anak-anak dengan memakai kelereng sebagai objek atau alat dalam bermain.
Permainan ini cukup umum di Indonesia. Namun ada yang unik di Sibolga, karena cara memainkannya adalah dengan melentingkan kelereng ke sasaran yang hanya pakai satu tangan.
sumber: wartadhana.com |
Margalah atau Margala merupakan salah satu jenis permainan anak yang dilakukan oleh anak-anak Suku Batak di daerah Kawasan Danau Toba. Bagi masyarakat Batak, permainan ini juga dikategorikan sebagai salah satu jenis olahraga tradisonal yang hingga kini masih dilestarikan keberadaannya.
Permainan ini mengandalkan kerjasama tim, mengandalkan kecepatan kaki dan pikiran untuk mengatur strategi mengalahkan lawan. Ada sebagian daerah Toba provinsi Sumatera Utara menamakannya Marcabor. Mirip dengan permainan galasin, atau disebut juga galah asin atau gobak sodor di beberapa daerah lain.
Permainan margala menuntut kegesitan setiap para pemainnya. Pasalnya permainan ini apabila tersentuh oleh lawan main maka ia langsung kalah. Selain itu dituntut pula kekompakan antara pemainnya karena saat permainan dilangsungkan biasanya tidak terjadinya komunikasi. Permainan ini terdiri dari dua kelompok, setiap kelompok yang menjaga ibarat membaca arah gerak par a lawannya, layaknya orang menghitung strategi dan peluang yang ingin diciptakan, maka seperti itulah hakikat permainan Margala.
Permainan ini bermodalkan dengan menggambar dan menggaris bentuk permainan di atas tanah atau lapangan yang telah tersedia. Bentuknya terdiri dari tiga garis horizontal dan tiga garis vertikal yang membentuk empat kotak, dan kotak itulah yang dijadikan arena permainan.
Cara bermain : pada mulanya tiga orang lawan berkesempatan untuk menjaga di tiga titik terdepan dan ada seseorang lagi yang berkesempatan menjaga di tengah garis vertikal. Dan kemudian yang menjadi pihak lawan akan berusaha memasuki arena yang telah dijaga tadi. Lawan akan berusaha masuk dengan cara jangan sampai badan mereka tersentuh oleh pihak yang menjaga, apabila salah seorang pihak lawan yang masuk badannya tersenggol oleh tim yang menjaganya maka berarti lawan tersebut kalah dan permainan digantikan oleh pihak yang bertugas menjaga. Namun jika lawan lolos maka akan mendapat tambahan nilai dan posisinya akan kembali ke tempat semula untuk memainkan permainan untuk yang kedua. (sumber: Budaya indonesia)
Di Sumatera Utara, Markatapel menjadi salah satu permainan tradisional yang dapat dijumpai di daerah Simalungun, Kota Pematang Siantar.
Marsiayak merupakan permainan tradisional yang masih dapat dijumpai di Padangsidimpuan, Mandailing Natal dan Padang Lawas. Terdapat 6 jenis Marsiayak yaitu Marsiayak Jongkok, Marsiayak Jabut, Marturnguk-nguk, Marsiayak Patung, dan Marsiayak simin. Berikut ini kami jelaskan cara bermainnya seperti dikutip dari rahmatnawisiregar.wordpress.com.
- Marsiayak Jongkok - Hampir sama dengan marsembar yang mengandalkan kecepatan dan kecerdikan, dengan 1 pangayak, permainan ini mewajibkan untuk lari di sekitar tempat yang sudah di beri batas. Lalu pengayak harus menangkap kita dengan hitungan 1-10. Saat pangayak mencoba untuk menangkap kita, maka kita harus jongkok dan tidak bisa berlari lagi. Kalau kita ingin menyelamatkan teman kita agar bisa berlari lagi, kita yang belum jongkok harus memegang kepala teman kita.
- Marsiayak Jabut - Jabut dalam bahasa Indonesia berarti sabut kelapa. Jabut disusun sampai membentuk gunung, semakin tinggi maka akan semakin seru. Tim Pangayak bertugas untuk menangkap tim lawan dan menyusun kembali sabut yang sudah ditendang oleh tim lain.
- Marturnguk-nguk - Dibutuhkan kain yang bisa untuk menutupi seluruh bagian tubuh untuk memulai permainan ini. Kain yang biasa dipakai adalah selimut untuk menutupi seluruh bagian tubuh peserta. Satu orang bertugas untuk menebak salah seorang diantara beberapa orang yang berada dibalik selimut. Jika benar, maka yang tertangkap akan bertugas sebagai pangayak.
- Marsiayak Patung - Hampir sama dengan permainan marsiayak jongkok, perbedaanya adalah jika dalam marsiayak jongkok kita harus jongkok ketika disentuh oleh pangayak, dalam permainan marsiayak patung kita harus diam seperti patung ketika disentuh oleh pangayak. Jika tidak, maka kita akan jadi pangayak.
- Marsiayak simin - Simin diambil dari kata bahasa Indonesia, semen. Semen disini maksudnya adalah lantai yang telah disemen alias tidak beralaskan tanah. Nah, aturan permainan ini adalah pengayak hanya bisa menangkap kita yang berada di lantai yang beralaskan tanah. JIka kita berada di lantai yang beralaskan semen, maka kita akan aman.
- Marsiayak Ulu - Dalam permainan ini dibutuhkan keahlian berenang untuk setiap peserta, karena ini adalah permainan yang hanya bisa dilakukan di sungai atau kolam. Nah, Pengayak disini hanya 1 orang. Ketika pengayak menyebutkan kata “Sabur”, maka kita harus melompat ke dalam sungai. Pengayak bertugas untuk menangkap kepala (ulu) kita. Kita harus menyelam selama mungkin untuk menghindar dari kejaran pangayak. Jika kepala kita tertangkap oleh pangayak, maka kita akan menjadi pangayak.
Marsitekka (Jawa=Engklek’, Riau=Setatak, Jambi=Tejek-tejekan) Merupakan permainan tradisional Batak Toba, Kab. Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Permainan anak anak ini sangat di gemari untuk dimainkan di sekolahan dan di depan rumah rumah masyarkat batak. Permainan ini biasanya dilakukan perorangan dan berkelompok. Caranya dengan membuat beberapa kotak persegi empat yang digariskan di tanah dengan pakai kayu atau dari kapur putih untuk berlantai semen.
Dalam permainan yang dimainkan oleh 2 orang ini, terdapat tambahan alat seperti batu yang dilemparkan ke salah satu kotak. Ketika permainan dimulai, pemain melompat ke dalam kotak tersebut, dengan aturan kaki peserta tidak boleh mengenai tepi garis kotak tersebut dan melangkahi "batu" yang disebut "umpan" yang musti di ambil si peserta pada saat memutar dari ujung kotak. Di daerah Mandailing Natal dan Padang Lawas Piccek Baju dikenal dengan nama Zondaag Mandaag.
Merlange / Marlange (berenang jarak jauh) merupakan permainan tradisional dari Etnis Pakpak. Permainan marlange ‘berenang’ atau tergolong juga ke dalam olahraga sangat popular sampai saat ini. Dulunya marlange ‘berenang’ sangat digemari anak-anak bahkan orang dewasa, jika ada danau atau sungai dekat dengan perkampungan maka anak-anak sering kali bermain-main sambil berenang.
Sungai yang biasa dijadikan anak-anak untuk marlange ‘berenang’ adalah sungai yang jernih, tidak deras, dan tidak dalam (biologis). Marlange ‘berenang’ sampai saat ini masih ditemukan dimana-mana bahkan dipertandingkan di kota-kota besar.
Sumber: Alfurqon Online |
Pat ni Gajah merupakan permainan tradisional yang banyak dimainkan di Batak Toba, Kab. Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Permainan ini dibuat dari bahan utama batok kelapa, dalam Bahasa Batak, ‘Pat’ memiliki arti ‘kaki’. Jadi, ‘Pat Ni Gajah’ dapat diartikan ‘kaki seperti gajah’ dalam Bahasa Indonesia. Di Jawa permainan ini dikenal dengan nama ‘Jejangkungan’ dan masyarakat Bugis mengenalnya dengan nama‘Majjeka’.
Pembuatan alat untuk permainan ini cukup mudah. Bahan yang diperlukan hanya batok kelapa tua kering yang sudah dibelah dua dan seutas tali sepanjang 1,5-2 meter. Langkah pertama, buatlah lubang di tengah tiap-tiap tempurung kelapa. Lalu, hubungkan tempurung kelapa dengan tali. Untuk penggunaannya, jepitkan tali di sela jari jempol dan telunjuk kaki serta jadikan tempurug kelapa sebagai alas kaki.
Beberapa anak akan berlomba lari dengan menggunakan alat tersebut. Permainan ini menjadi sulit karena jalan di daerah perkampungan Batak belum rata dan terdapat banyak pasir, terutama daerah pinggiran Danau Toba. Dalam perlombaan tersebut, akan ada beberapa anak yang terjatuh dan talinya terputus.
Pecah Piring atau Gebokan (Jawa Barat=Boy-boyan, Bebencaran, Bancakan ; di daerah Pati dikenal dengan nama Gaprek Kempung. Dan di beberapa daerah lainnya permainan ini disebut Gebokan. |
Sumber: Sekolah Alam Bogor |
Taratintin (atau umumnya disebut Petak umpet) adalah permainan hitung sembunyi yang dimainkan dengan banyak orang yang banyak dimainkan di daerah sibolga. Seorang "terhukum" diposisikan untuk menghitung dari 10-100 dengan kelipatan 10 (sambil tutup mata dan kepala bersandar ke pohon atau kalau tidak ada pake dinding rumah) lalu peserta lain akan bersembunyi.
Untuk langkah 1, nilainya adalah 5. Kayu 15cm diletakkan melintang di cekungan tanah, pemain seperti mendongkrak harus melentingkan tongkat melewati garis yang ditentukan dengan tongkat yang lebih panjang lagi (30 cm). Jika tidak tertangkap lawan, maka akan berlanjut ke level berikutnya. Jika tertangkap lawan dengan kedua tangan, maka orang itu harus diganti dengan yang lain masih dengan tim sama.
di level 2, individu akan berdiri di bagian garis dalam, dengan tangan kanan memegang kedua tongkat itu, harus berhasil memukul tongkat kecil semakin jauh. Jika gagal maka pemain harus diganti lagi dengan tim yang sama dari awal lagi. Jika tongkat berhasil dipukul dan tidak tertangkap, poinnya adalah 5. Namun jika lawan berhasil menangkap dengan tangan kanan, lawan mendapat tambahan poin 5, jika dengan tangan kiri poin 10, jika kaki kanan 15, kaki kiri 20. Jika lawan tidak dapat menangkap tongkat maka permainan akan menuju level 3.
Rimau Langkat adalah salah satu jenis permainan tradisional yang biasa dimainkan anak laki-laki di daerah Langkat. Rimau dalam bahasa melayu berarrti harimau yang berusaha untuk menangkap musuhnya dalam hal manusia. permainan ini bisa dilakukan kapan pun pada tempat yang lapang misal pekarangan sekolah, pekarangan rumah, lapangan luas di tepi sungai dan dapat di tonton oleh khalayak umum.
Peserta permainan ini adalah seluruhnya anak laki-laki. Untuk melaksanakan permainan diperlukan jumlah yang agak banyak mungkin sampai 15 orang. Para pelaku ini pada umunya berumur 10 sampai 14 tahun.
Cara Bermain - Dimulai dengan membentuk lingkaran oleh sebagian anak-anak sebagai pagar, satu anak ditengah pagar sebagai harimau dan satu anak di luar pagar sebagai musuh. Selanjutnya, harimau berusaha sekuat tenaga dengan berbagai taktik untuk menangkap mangsa yang berada di luar pagar. Anak-anak yang yang membentuk lingkaran berusaha dengan segala upaya dan kekuatan untuk menghalangi maksud harimau untuk keluar. Mangsa yang berada di luar pun berusaha melakukan taktik dan tipu daya untuk jauh dari harimau. Dengan waktu yang telah ditentukan, jika harimau dapat ke luar dari pagar dan menangkap mangsanya maka harimau dapat dinyatakan sebagai pemenang, dan jika harimau tidak dapat ke luar pagar atau dapat ke luar pagar namun tidak dapat mengkap mangsa karena masuk kembali ke dalam pagar maka harimau dinyatakan kalah. Bagi yang kalah akan mendapat hukuman yaitu dengan menggendong yang menang pada jarak yang telah ditentukan.